Kesepakatan itu meliputi penyusunan kerangka fasilitas transportasi antar-negara (the ASEAN Framework on the Facilitation of Inter-State Transport), liberalisasi menyeluruh terhadap pelayanan angkutan udara multilateral (the ASEAN Multilateral Agreement on the Full Liberalization Air Freight Services), serta kesepakatan tentang pelayanan udara multilateral (the ASEAN Multilateral on Air Services).
Sidang para menteri ini dibuka Mensesneg Philipina Eduardo R. Ermita. Sedangkan para menteri transportasi ASEAN yang hadir dalam persidangan di pusat kegiatan bisnis Manila, Makati, tersebut antara lain Menhub Jusman Syafii Djamal, Menhub Brunei Darussalam Pehin Datu Bakar Apong, Menteri Pekerjaan Umum dan Transportasi Republik Demokrasi Rakyat Laos Sommad Pholsena, serta Menteri Transportasi Malaysia Dato’ Sri Ong Tee Kiat.
Peserta lainnya adalah Menteri Transportasi Myanmar Thein Swe, Menteri Transportasi dan Komunikasi Philipina Leandro R. Mendoza, Menteri Transportasi Singapura Raymond Lim, dan Menteri Transportasi Vietnam Ho Nghia Dung. Sementara Kambodja, diwakili Wakil Menteri Tauch Chankosal dan Thailand diwakili Deputi Menteri Varawut Silpa-Archa.
Saat dikonfirmasi, Kepala Pusat Komunikasi Publik Departemen Perhubungan Bambang S Ervan yang mendampingi Menhub Jusman Syafii Djamal dalam pertemuan itu menjelaskan, penandatangan kesepakatan ini merupakan hasil pertemuan para menteri transportasi ASEAN Ke-14 (the 14th ASEAN Ministers Meeting) yang digelar di Manila, Philipina pada 6-7 November 2008.
”The ASEAN Framework on the Facilitation of Inter-State Transport adalah kesepakatan yang mengatur fasilitasi angkutan jalan barang antar negara tanpa restriksi. Tujuannya untuk mendorong pelaksanaan kawasan perdagangan bebas ASEAN,” jelas Bambang saat dihubungi, Jumat (7/11).
Kesepakatan ini menjamin setiap negara anggota ASEAN dapat menyelenggarakan angkutan jalan antarnegara di wilayah ASEAN yang telah disepakati. Untuk Indonesia, perjanjian tersebut akan lebih mendorong pelaksanaan BIMP-EAGA MOU on Cross-Border Movement on Commercial Buses and Coaches.
”Khususnya untuk mempercepat pelaksanaan angkutan lintas batas dari Pontianak-Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam,” papar Bambang.
Dipaparkan, dalam kesepakatan tersebut ditetapkan bahwa daftar barang terlarang dan yang dibatasi akan ditetapkan masing masing negara. Penetapan ini, jelas Bambang, tidak diikutkan dalam perjanjian tersebut.
”Yang diatur tentang liberalisasi jasa angkutan udara kargo dan penumpang di ASEAN sesuai Roadmap for Integration of Air Travel Sector yang telah disahkan pada ATM (ASEAN Transportation Ministry Meeteing) ke-9 tahun 2003,” lanjutnya.
Sedangkan the ASEAN Multilateral Agreement on the Full Liberalization Air Freight Services kespakatan yang dibangun adalah menghilangkan pembatasan untuk hak kebebasan udara ketiga, keempat dan kelima di antara poin-poin yang ditunjuk di ASEAN.
”Serta menghilangkan pembatasan hak kebebasan udara ketiga, empat dan lima di antara bandara internasional yang telah ditetapkan di wilayah ASEAN.”
Sementara the ASEAN Multilateral on Air Services, lanjut Bambang, mengatur tentang penghapusan pembatasan untuk hak kebebasan udara ketiga, keempat dan kelima di dalam wilayah kerjasama sub regional ASEAN. Wilayah yang masuk dalam aturan ini antara lain Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Philipina- East ASEAN Growth Triangle (BIMP-EAGA) dan Indonesia, serta Malaysia dan Thailand Growth Triangle (IMT-GT)
Selain itu, the ASEAN Multilateral on Air Services juga mengatur penghapusan pembatasan kebebasan udara ketiga, keempat dan kelima di antara Ibu Kota Negara ASEAN.
Dalam pernyataan bersamanya, para menteri transportasi ASEAN menyimpulkan bahwa the ASEAN Multilateral Agreement on the Full Liberalization Air Freight Services dan the ASEAN Multilateral on Air Services merupakan langkah nyata pembentukan ”single market aviation” di wilayah ASEAN. Kedua perjanjian tersebut juga diyakini akan memberikan peluang lain. Yaitu membuka kompetsisi perluasan, ekspansi serta kesempatan pergerakan penerbangan di wilayah ASEAN dalam bentuk lebih banyak tujuan. ”Termasuk peningkatan kapasitas dan penghematan biaya, yang didalamnya mencakup juga soal penurunan tarif,” jelas Bambang.
Para menteri itu juga menyimpulkan bahwa the ASEAN Framework on the Facilitation of Inter-State Transport mampu memfasilitasi kelancaran angkutan regional kargo di wilayah ASEAN. ”Ini merupakan determinasi semangat ASEAN untuk mencapai pembangunan wilayah secara bersama di antara perbedaan yang ada. Pembangunan itu diwujudkan dalam pertemuan ”Asean Synergy Toward Progress”,” ungkapnya.
Kerja Sama dengan Partner Dialog
Bambang menambahkan, pada pertemuan terakhir Jumat (7/11), hari ini, para menteri akan melakukan pertemuan dengan partner dialog dalam beberapa kali pertemuan. Yaitu pertemuan dengan pemerintah China dan pemerintah Jepang. ”Dengan China, pertemuan ini adalah pertemuan ketujuh. Sedangkan dengan Jepang, ini yang keenam. Semu pertemuan itu digelar di tempat yang sama,” jelasnya.
Dalam pertemuan dengan pemerintah China, agenda yang akan dibahas terkait strategi kerja sama transportasi antara China dengan ASEAN. Agenda lainnya adalah membahas finalisasi MoU mekanisme konsultasi maritim kedua belah pihak. ”Sedangkan dengan Jepang, akan dibahas implementasi ASEAN-Japan Transport Partnership Project,” pungkas Bambang. (DIP)