Menurut Kapuskompublik Dephub Bambang S. Ervan, seperti juga pernah diberitakan di website ini 5/03/08, evaluasi larangan terbang untuk Indonesia baru bisa dilakukan dalam sidang bulan Juli mendatang. Hal ini diperoleh dari hasil pembicaraan yang dilakukan bulan lalu antara Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal dengan Jean Pierre Ambrosini konsultan penerbangan yang dikirim EU ke Indonesia.
Walaupun demikian Pemerintah tetap menyayangkan hal itu terjadi, sebab Indonesia telah melakukan segalanya untuk peningkatan sistem keselamatan penerbangan. Perbaikan dilakukan baik dari pihak regulator maupun operator, semuanya dilakukan atas inisiatif dan kesadaran pihak Indonesia karena sejauh ini Uni Eropa tidak pernah secara jelas menyebutkan apa yang mereka inginkan. "Kalau dibilang regulator lemah itu tidak beralasan, kita sudah melakukan audit terus menerus setiap 3 bulan sekali dan diumumkan ke publik, hal seperti tidak dilakukan di negara lain even di Eropa" tegas Menhub. Hasil audit pun jelas Pemerintah bisa mengambil tindakan tegas jika hal itu diperlukan seperti yang dilakukan dengan menghentikan pengoperasian Adam Air kata Menhub lebih lanjut.
Di pihak maskapai, Menhub juga menjelaskan telah banyak yang dilakukan secara siginifikan seperti misalnya yang dilakukan Mandala Airlines. "Mandala sekarang armadanya baru semua mereka menggunakan air bus, chief exeutive-nya dari Eropa, operation manager-nya dari Eropa juga, standarnya juga sudah standar eropa, begitu pula Garuda dan Lion juga sudah melakukan berbagai perbaikan signifikan termasuk membeli armada baru," ujar Menhub. Terkait keinginan EU agar Ditjen Perhubungan Udara dipisahkan dari Departemen Perhubungan Menhub kembali menegaskan bahwa hal itu tidak beralasan. Dalam wawancara yang dilakukan dengan BBC Senin 14/04/08 Menhub menegaskan bahwa apa yang diminta EU itu tidak fair. "Di Perancis Menteri Perhubungannya membawahi Ditjen Perhubungan Udara, kenapa di Perancis boleh di Indonesia tidak boleh, apakah itu bukan intervensi dari Uni Eropa terhadap kedaulatan RI?" ujar Menhub.
Berangkat dari hal tersebut Menhub juga mempertanyakan sejauhmana pertimbangan teknis menjadi dasar dari keputusan mereka. "Setiap kita menanyakan hal itu (dimana pertimbangan teknisnya) maka selalu terjadi perdebatan," kata Menhub. Oleh karena itu menurut Menhub mungkin faktor non teknis lebih dominan menjadi sebab berlarutnya larangan terbang dari EU. "Untuk memutuskan dicabut atau tidak harus ada kesepakatan dari 27 negara (anggota EU), kenapa ada kebijakan tentang keselamatan penerbangan diputuskan secara politis melalui voting 27 negara? kata Menhub. Sejauhmana pertimbangan teknis ini digunakan dipertanyakan Menhub mengingat sejauh ini mereka tidak pernah benar-benar melakukan audit teknis baik terhadap maskapai maupun regulator. "Kita disuruh mengisi formulir A, fomulir B, formulir C tetapi mereka tidak pernah menyebutkan to the point mana yang harus diperbaiki, kata Menhub lebih lanjut.
Sementara itu, CEO maskapai Mandala Airlines Warwick Braddy mengaku sudah melakukan empat kali pertemuan dengan Ambrosini. Pembahasan yang dilakukan terutama soal mengenai operasi penerbangan. Warwick menyesalkan keputusan Eropa yang melarang seluruh maskapai Indonesia. "Tidak semua maskapai di Indonesia buruk," ujarnya. Mandala adalah salah satu maskapai yang diusulkan pemerintah agar mendapat prioritas bebas dari larangan terbang selain Garuda Indonesia dan dua maskapai charter yakni Airfast Indonesia dan Premi Air.
Menhub pada Jumat (11/4) lalu mengatakan bahwa Direktur Utama Garuda Indonesia juga telah menyampaikan presentasi di hadapan seluruh anggota komisi UE terkait larangan terbang. "Dirut Garuda melapor ke saya, dia bilang sudah berbicara dengan 27 anggota Komisi Uni Eropa, 3 April lalu, selama lebih dari 1 jam. Saat itu, yang disampaikan seputar upaya keselamatan. Tanggapannya, baik. Kata Dirut Garuda, Eropa mengakui bahwa aspek keselamatan Garuda sudah memenuhi standar keselamatan. Ya, tentu kita berharap, ini dapat memberikan dampak positif pula buat maskapai Indonesia lain," pungkas Menhub. (BRD/DIP)
Walaupun demikian Pemerintah tetap menyayangkan hal itu terjadi, sebab Indonesia telah melakukan segalanya untuk peningkatan sistem keselamatan penerbangan. Perbaikan dilakukan baik dari pihak regulator maupun operator, semuanya dilakukan atas inisiatif dan kesadaran pihak Indonesia karena sejauh ini Uni Eropa tidak pernah secara jelas menyebutkan apa yang mereka inginkan. "Kalau dibilang regulator lemah itu tidak beralasan, kita sudah melakukan audit terus menerus setiap 3 bulan sekali dan diumumkan ke publik, hal seperti tidak dilakukan di negara lain even di Eropa" tegas Menhub. Hasil audit pun jelas Pemerintah bisa mengambil tindakan tegas jika hal itu diperlukan seperti yang dilakukan dengan menghentikan pengoperasian Adam Air kata Menhub lebih lanjut.
Di pihak maskapai, Menhub juga menjelaskan telah banyak yang dilakukan secara siginifikan seperti misalnya yang dilakukan Mandala Airlines. "Mandala sekarang armadanya baru semua mereka menggunakan air bus, chief exeutive-nya dari Eropa, operation manager-nya dari Eropa juga, standarnya juga sudah standar eropa, begitu pula Garuda dan Lion juga sudah melakukan berbagai perbaikan signifikan termasuk membeli armada baru," ujar Menhub. Terkait keinginan EU agar Ditjen Perhubungan Udara dipisahkan dari Departemen Perhubungan Menhub kembali menegaskan bahwa hal itu tidak beralasan. Dalam wawancara yang dilakukan dengan BBC Senin 14/04/08 Menhub menegaskan bahwa apa yang diminta EU itu tidak fair. "Di Perancis Menteri Perhubungannya membawahi Ditjen Perhubungan Udara, kenapa di Perancis boleh di Indonesia tidak boleh, apakah itu bukan intervensi dari Uni Eropa terhadap kedaulatan RI?" ujar Menhub.
Berangkat dari hal tersebut Menhub juga mempertanyakan sejauhmana pertimbangan teknis menjadi dasar dari keputusan mereka. "Setiap kita menanyakan hal itu (dimana pertimbangan teknisnya) maka selalu terjadi perdebatan," kata Menhub. Oleh karena itu menurut Menhub mungkin faktor non teknis lebih dominan menjadi sebab berlarutnya larangan terbang dari EU. "Untuk memutuskan dicabut atau tidak harus ada kesepakatan dari 27 negara (anggota EU), kenapa ada kebijakan tentang keselamatan penerbangan diputuskan secara politis melalui voting 27 negara? kata Menhub. Sejauhmana pertimbangan teknis ini digunakan dipertanyakan Menhub mengingat sejauh ini mereka tidak pernah benar-benar melakukan audit teknis baik terhadap maskapai maupun regulator. "Kita disuruh mengisi formulir A, fomulir B, formulir C tetapi mereka tidak pernah menyebutkan to the point mana yang harus diperbaiki, kata Menhub lebih lanjut.
Sementara itu, CEO maskapai Mandala Airlines Warwick Braddy mengaku sudah melakukan empat kali pertemuan dengan Ambrosini. Pembahasan yang dilakukan terutama soal mengenai operasi penerbangan. Warwick menyesalkan keputusan Eropa yang melarang seluruh maskapai Indonesia. "Tidak semua maskapai di Indonesia buruk," ujarnya. Mandala adalah salah satu maskapai yang diusulkan pemerintah agar mendapat prioritas bebas dari larangan terbang selain Garuda Indonesia dan dua maskapai charter yakni Airfast Indonesia dan Premi Air.
Menhub pada Jumat (11/4) lalu mengatakan bahwa Direktur Utama Garuda Indonesia juga telah menyampaikan presentasi di hadapan seluruh anggota komisi UE terkait larangan terbang. "Dirut Garuda melapor ke saya, dia bilang sudah berbicara dengan 27 anggota Komisi Uni Eropa, 3 April lalu, selama lebih dari 1 jam. Saat itu, yang disampaikan seputar upaya keselamatan. Tanggapannya, baik. Kata Dirut Garuda, Eropa mengakui bahwa aspek keselamatan Garuda sudah memenuhi standar keselamatan. Ya, tentu kita berharap, ini dapat memberikan dampak positif pula buat maskapai Indonesia lain," pungkas Menhub. (BRD/DIP)