Dengan selesainya pembahasan ini, maka peluang swasta dan pemerintah daerah untuk terlibat dalam penyelenggaraan perkeretaapian semakin terbuka. Selama ini peraturan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 13 tahun 1992 tentang Perkeretaapian belum mengakomodasi hal itu. “Setelah RUU ini disahkan (menjadi UU) tidak akan ada lagi monopoli (dalam penyelenggaraan ) perkeretaapian, MRT (Mass Rapid Transportation) sudah tidak ada masalah (regulasi), bahkan perkeretaapian khusus sudah banyak peminatnya”, jelas Menhub. Menurut Menhub penyelenggaraan perkeretaapian khusus yang banyak diminati investor diantaranya kereta api untuk angkutan batubara di Kalimantan. Selain itu dengan UU perkeretaapian yang baru ini, pemerintah daerah baik Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan untuk mengatur tatanan perkeretapian di wilayahnya masing-masing tetapi tetap harus terintregasi dengan tatanan perkeretapian nasional.
Public Service Obligation (PSO)
Dengan terbukanya peluang swasta dalam bisnis perkeretaapian, tidak berarti penerapan PSO akan terganggu. “PSO itu penugasan pemerintah, jadi orang yang tidak mampu akan tetap dapat menikmati kereta api” kata Menhub. Dalam penerapannya nanti bisa saja PSO diberikan kepada operator swasta untuk penyelenggaraan kereta api kelas ekonomi, dimana saat ini PT Kereta Api masih merupakan operator tunggal. Mekanisme penerapan PSO nantinya dapat mengacu pelaksanaan PSO yang telah dilakukan di sub sektor transportasi udara, yaitu melalui tender (Brd).
Menhub pada Raker dengan Komisi V DPR RI Kamis 15 Maret 2007, menandatangani draf RUU Perkeretaapian yang telah selesai pembahasannya dan disetujui oleh Komisi V DPR RI