Di Bandara Soekarno Hatta Cengkareng, Dephub memeriksa 14 unit pesawat di terminal 1 dan 2. Pesawat-pesawat yang diperiksa, antara lain milik Batavia Air, Lion Air, Garuda, Sriwijaya Air, Wings Air, dan Airfast. Adapun jenis pesawat yang diperiksa dari enam maskapai itu adalah 12 unit Boeing 737 seri 200 dan 300, MD-80 serta Boeing 737-900 ER, masing-masing satu unit.
Hasil pemeriksaan bandara Soekarno Hatta menemukan sejumlah masalah terkait keselamatan pada empat pesawat yang diperiksa. Yaitu dua pesawat milik Batavia Air, satu Sriwijaya Airlines dan satu Garuda Indonesia. Ketiga maskapai itu diminta untuk memperbaiki seluruh pesawat mereka yang dianggap bermasalah tersebut, sebelum melakukan penerbangan kembali. "Tetapi semuanya sudah diperbaiki saat itu juga sehingga mereka boleh terbang lagi," jelas Budhi, usai pemeriksaan.
Sementara, satu pesawat MD-82 nomor registrasi PK-OCU milik maskapai carter Airfast, untuk sementara dilarang terbang. Tim pemeriksa menemukan roda pendaratan bagian depan dalam keadaan tidak laik. Budhi mengatakan, roda terus bergetar saat hendak mendarat dan lepas landas. "Bunyinya keras sekali," ujarnya.
Berdasarkan catatan yang tersimpan di pesawat, sudah empat kali kejadian roda tersebut bergetar. Perintah Dephub agar pesawat tidak terbang, menurut Budhi, sudah direspons oleh pihak Airfast yang langsung menyetop sementara operasi armadanya. "Terbang lagi sampai perbaikan selesai," tuturnya. Namun, manajemen maskapai kemudian memutuskan untuk meng-grounded pesawat tersebut.
Ramp Check di Soekarno-Hatta dimulai di terminal 1B. Dua pesawat jenis Boeing 737 seri 200 PK-YTR dan seri 300 beregristrasi PK-YTX milik Batavia Air menjadi objek pertama pemeriksaan. Pada pesawat Boeing 737 seri 300 beregristasi PK-YTX rute Jakarta-Jambi, inspektur menemukan pengikat bagasi kargo sebelah kanan hanya menggunakan tali rafia. Agar ikatan bisa erat, rafia tersebut ditindih dengan drum plastik. Padahal, seharusnya pengikat bagasi kargo adalah kawat yang dilapisi plastik. Budhi meminta agar pengikat rafia itu diganti dengan pengikat kawat, sehingga tidak ditindih dengan drum plastik.
Sementara, pada pesawat beregristasi PK-YTR ditemukan fuel flow atau aliran bahan bakar pada mesin sebelah kiri yang mendekati masa kedaluarsa. "Masa penggunaan fuel flow tersebut akan habis pada 16 Juni mendatang, dan harus diganti," kata Budhi. Selain itu, pada pesawat ini juga ditemukan satu baut yang pengikat fairing (penutup) mesin sebelah kiri yang kendor akibat lubang dan bautnya yang haus. Seketika itu pula teknisi Sriwijaya Air langsung memasang dengan baut yang lebih besar agar fairing terpasang dengan erat. Menurut Budhi, kendornya satu baut bisa berpengaruh terhadap baut-baut lainnya karena getarannya kencang. "Karenanya harus secepatnya diganti dengan baut yang lebih besar agar pemasangannya erat," kata Budhi.
Pada pemeriksaan di terminal 2F, pesawat Garuda Indonesia jenis Boeing 737 seri 300 beregistrasi PK-GGR, tim menemukan landing gear-nya sudah aus. "Tapi masih belum parah," katanya. Meski masih bisa ditoleransi, Budhi meminta agar ban tersebut diganti agar tidak membahayakan pesawat Selain itu, tim juga mengoreksi banyaknya kertas beterbangan di dekat mesin pesawat tersebut. Budhi khawatir, jika kertas-kertas itu ke dalam mesin pesawat dalam jumlah yang banyak, kondisi tersebut akan menyebabkan masalah pada mesin. "Bisa berbahaya."
Kemudian, Budhi juga mengungkapkan sejumlah kekurangan pada fasilitas di terminal Bndara Soekarno-Hatta, marka pada garbarata sudah mulai hilang. "Perlu dicat ulang oleh PT Angkasa Pura (AP) II," ujarnya.
Tak hanya pesawat, tim inspeksi Dephub juga meng-grounded pilot Sriwijaya Air atas nama Kapten Mulyawan. Pilot tersebut dilarang melakukan penerbangan setelah diketahui proficiency check (pengecekan ketrampilan pilot)-nya telah kedaluarsa. Proficiency check Kapten Mulyawan diketahui kedaluarsa saat inspektur melakukan pemeriksaan usai pesawat Boeing 737-200 yang dipilotinya mendarat di Bandara Polonia, Medan.
Menurut Budhi, proficiency check seharusnya diperbarui setiap enam bulan sekali. "Hal itu tidak semata-mata merupakan urusan manajemen perusahaan tapi juga tanggungjawab pilot itu untuk memantau data dirinya," ujar dia.
Budhi menjelaskan tim ramp check terpadu tiap bandara secara simultan itu akan terdiri atas inspektur Ditjen Perhubungan Udara sebanyak lima sampai delapan orang. Pemeriksaan yang dilakukan mencakup pesawat, bandara, sistem navigasi penerbangan, dan sebagainya. "Pemeriksaan ini akan diterapkan sebagai upaya peningkatan keselamatan dan keamanan penerbangan di Indonesia," tegasnya.
Atas dasar tersebut, dia meminta semua kalangan di bandara harus siap karena pemeriksaan itu akan jadi bahan penilaian oleh Dephub. Selain bandara, pesawat, sistem navigasi, tim ramp check terpadu juga memeriksa katering, SDM, dan ground handling. (DIP)
Hasil pemeriksaan bandara Soekarno Hatta menemukan sejumlah masalah terkait keselamatan pada empat pesawat yang diperiksa. Yaitu dua pesawat milik Batavia Air, satu Sriwijaya Airlines dan satu Garuda Indonesia. Ketiga maskapai itu diminta untuk memperbaiki seluruh pesawat mereka yang dianggap bermasalah tersebut, sebelum melakukan penerbangan kembali. "Tetapi semuanya sudah diperbaiki saat itu juga sehingga mereka boleh terbang lagi," jelas Budhi, usai pemeriksaan.
Sementara, satu pesawat MD-82 nomor registrasi PK-OCU milik maskapai carter Airfast, untuk sementara dilarang terbang. Tim pemeriksa menemukan roda pendaratan bagian depan dalam keadaan tidak laik. Budhi mengatakan, roda terus bergetar saat hendak mendarat dan lepas landas. "Bunyinya keras sekali," ujarnya.
Berdasarkan catatan yang tersimpan di pesawat, sudah empat kali kejadian roda tersebut bergetar. Perintah Dephub agar pesawat tidak terbang, menurut Budhi, sudah direspons oleh pihak Airfast yang langsung menyetop sementara operasi armadanya. "Terbang lagi sampai perbaikan selesai," tuturnya. Namun, manajemen maskapai kemudian memutuskan untuk meng-grounded pesawat tersebut.
Ramp Check di Soekarno-Hatta dimulai di terminal 1B. Dua pesawat jenis Boeing 737 seri 200 PK-YTR dan seri 300 beregristrasi PK-YTX milik Batavia Air menjadi objek pertama pemeriksaan. Pada pesawat Boeing 737 seri 300 beregristasi PK-YTX rute Jakarta-Jambi, inspektur menemukan pengikat bagasi kargo sebelah kanan hanya menggunakan tali rafia. Agar ikatan bisa erat, rafia tersebut ditindih dengan drum plastik. Padahal, seharusnya pengikat bagasi kargo adalah kawat yang dilapisi plastik. Budhi meminta agar pengikat rafia itu diganti dengan pengikat kawat, sehingga tidak ditindih dengan drum plastik.
Sementara, pada pesawat beregristasi PK-YTR ditemukan fuel flow atau aliran bahan bakar pada mesin sebelah kiri yang mendekati masa kedaluarsa. "Masa penggunaan fuel flow tersebut akan habis pada 16 Juni mendatang, dan harus diganti," kata Budhi. Selain itu, pada pesawat ini juga ditemukan satu baut yang pengikat fairing (penutup) mesin sebelah kiri yang kendor akibat lubang dan bautnya yang haus. Seketika itu pula teknisi Sriwijaya Air langsung memasang dengan baut yang lebih besar agar fairing terpasang dengan erat. Menurut Budhi, kendornya satu baut bisa berpengaruh terhadap baut-baut lainnya karena getarannya kencang. "Karenanya harus secepatnya diganti dengan baut yang lebih besar agar pemasangannya erat," kata Budhi.
Pada pemeriksaan di terminal 2F, pesawat Garuda Indonesia jenis Boeing 737 seri 300 beregistrasi PK-GGR, tim menemukan landing gear-nya sudah aus. "Tapi masih belum parah," katanya. Meski masih bisa ditoleransi, Budhi meminta agar ban tersebut diganti agar tidak membahayakan pesawat Selain itu, tim juga mengoreksi banyaknya kertas beterbangan di dekat mesin pesawat tersebut. Budhi khawatir, jika kertas-kertas itu ke dalam mesin pesawat dalam jumlah yang banyak, kondisi tersebut akan menyebabkan masalah pada mesin. "Bisa berbahaya."
Kemudian, Budhi juga mengungkapkan sejumlah kekurangan pada fasilitas di terminal Bndara Soekarno-Hatta, marka pada garbarata sudah mulai hilang. "Perlu dicat ulang oleh PT Angkasa Pura (AP) II," ujarnya.
Tak hanya pesawat, tim inspeksi Dephub juga meng-grounded pilot Sriwijaya Air atas nama Kapten Mulyawan. Pilot tersebut dilarang melakukan penerbangan setelah diketahui proficiency check (pengecekan ketrampilan pilot)-nya telah kedaluarsa. Proficiency check Kapten Mulyawan diketahui kedaluarsa saat inspektur melakukan pemeriksaan usai pesawat Boeing 737-200 yang dipilotinya mendarat di Bandara Polonia, Medan.
Menurut Budhi, proficiency check seharusnya diperbarui setiap enam bulan sekali. "Hal itu tidak semata-mata merupakan urusan manajemen perusahaan tapi juga tanggungjawab pilot itu untuk memantau data dirinya," ujar dia.
Budhi menjelaskan tim ramp check terpadu tiap bandara secara simultan itu akan terdiri atas inspektur Ditjen Perhubungan Udara sebanyak lima sampai delapan orang. Pemeriksaan yang dilakukan mencakup pesawat, bandara, sistem navigasi penerbangan, dan sebagainya. "Pemeriksaan ini akan diterapkan sebagai upaya peningkatan keselamatan dan keamanan penerbangan di Indonesia," tegasnya.
Atas dasar tersebut, dia meminta semua kalangan di bandara harus siap karena pemeriksaan itu akan jadi bahan penilaian oleh Dephub. Selain bandara, pesawat, sistem navigasi, tim ramp check terpadu juga memeriksa katering, SDM, dan ground handling. (DIP)