Menurut Dedy, Ditjen Perhubungan Udara saat ini sedang menjajaki peluang out sourcing tersebut dengan sasaran tenaga inspektur lokal dan asing. "Skimnya sedang disusun dan pendanaan untuk program itu seluruhnya bersumber dari APBN dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)," katanya.
Dia berharap, hal itu segera ditandatangani oleh Dirjen Perhubungan Udara dan pada September 2008 sudah bisa berjalan dan hasilnya, sudah bisa dirasakan tahun berikutnya.
"Sasaran dari program itu adalah para profesional di bidang penerbangan baik lokal maupun asing. Kalau, lokal, para eks penerbangan TNI AU dan lainnya yang berpengalaman," katanya.
Dengan demikian, tambahnya, konsep pendidikannya adalah memperbaharui isu-isu penerbangan terkini. "Untuk 3-4 bulan pendidikan, sudah cukup. Mereka ini kan sudah berpengalaman," katanya.
Kabag Humum dan Humas Ditjen Perhubungna Udara, Dephub, Rudi Ricardo dihubungi terpisah membenarkan rencana itu. "Prosesnya kini sedang dikoordinasikan dengan Menpan dan Menteri Keuangan. Fokusnya dua yakni status kepegawaian dan sumber pendanaannya," kata Rudi.
Jangka panjang
Pada bagian lain, Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Penerbang (STIP), Darwis Amini mengatakan, untuk menghasilkan tenaga inspektur diperlukan pendidikan dan pelatihan sekitar empat tahun.
"Di luar negeri, inspektur penerbangan tenaga out sourcing itu sudah biasa," katanya. Untuk itu, tambahnya, Badan Diklat mulai tahun ini menyelenggaraka program ikatan dinas melalui program Aircraft Inspector Plus sebanyak 30 orang dan Program ATC Inspector Plus 30 orang.
"Lama pendidikan tiga tahun dan ditambah satu tahun praktek dan pelatihan, sehingga pada tahun ke 4 sudah bisa diberdayakan," katanya. (ES)