JAKARTA – Penyalahgunaan Napza (Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya)di Indonesia tergolong sangat besar dan mengkhawatirkan. Menurut sumber Badan Narkotika Nasional (BNN) seperti yang dilansir media massa nasional menyebutkan pada tahun 2023 terdapat 4,8 juta penduduk Indonesia yang berusia 15-64 tahun terpapar Napza.
Berdasarkan data terbaru Indonesian Drugs Report 2023 yang diterbitkan oleh BNN RI, sudah ada 1.150 jenis New Psychoactive Substances (NPS) terindikasi di dunia. Sedangkan dari catatan Indonesian Drugs Report 2023 yang diterbitkan oleh BNN menyebutkan ada 91 (sembilan puluh satu) jenis NPS yang sudah teridentifikasi di Indonesia.
Data yang terpapar/pengguna narkoba tahun 2022, berdasarkan data dari Pusat Penelitian, Data, Informasi Badan Narkotika Nasional (Puslitdatin BNN) tercatat, pada tahun 2021 adanya peningkatan angka prevalensi penyalahgunaan narkoba yaitu 1,80% menjadi 1,95%. Namun pada periode 2021 sampai 2023, pengguna narkoba turun menjadi 1,73 %, atau sekitar 3,3 juta orang. Jumlahnya menurun 0,22 % artinya lebih dari 300.000 anak bangsa selamat dari narkoba.
Penyalahgunaan Napza oleh masyarakat Indonesia saat ini telah menjadi perhatian yang serius oleh semua pihak, karena efek yang ditimbulkan sangat luar biasa. Napza tidak saja merusak kesehatan, tetapi juga merusak jiwa dan perekonomian.
Penggolongan napza berdasarkan efek yang ditimbulkan dibagi menjadi tiga. Pertama, depresan contohnya alkohol, opiat seperti morfin dan heroin. Kedua, stimulan contohnya seperti amfetamin, kafein, kokain dan nikotin, dan yang ketiga, halusinogen yang menyebabkan penggunannya berhalusinasi salah satu contohnya dalah ganja.
Adapun pengaruh dari aspek fisik diantaranya badan selalu sakit sakitan, demam, perut sakit dan persendian sakit terutama putus zat. Pengguna napza juga mudah tertular penyakit hepatitis B dan C juga HIV AIDS pada jenis narkoba suntik. Bahkan pecandunya suka melakukan seks bebas (karena sudah tidak ada rasa malu), rela menjual diri untuk mendapatkan napza dan menimbulkan gangguan jiwa.
Selain aspek fisik, pengguna napza juga berdampak pada aspek sosial seperti pengguna napza selalu menjadi ancaman bagi keluarga, melawan orang tua, suka mencuri dan menjual barang untuk membeli napza. Lebih parah lagi, para pecandu ini juga menjadi ancaman bagi masyarakat dengan melakukan tindak kriminal seperti menjadi begal, menodong, merampok, bahkan tega membunuh korbannya demi napza.
Komitmen Kemenhub Tentang Pencegahan Peredaran Napza, Penularan HIV, Infeksi Menular Seksual (IMS)
Transportasi merupakan salah satu mata rantai peredaran napza. Jaringan sindikat napza internasional belakangan ini tidak hanya memanfaatkan moda dan jalur transportasi untuk menyelundupkan napza tetapi mereka juga menargetkan masyarakat/SDM di sektor transportasi bakal menjadi penyalahguna/pecandu narkotika.
Seperti diberitakan berbagai media, belakangan ini ditangkapnya praktek mengenai penyelundupan narkotika marak melalui moda darat, moda laut, bahkan moda udara. Demikian pula, berita terjaringnya sejumlah operator moda transportasi darat, laut dan udara, saat dilakukan pemeriksaan gabungan BNN dan institusi terkait, diketahui dari hasil tes urine positif narkotika.
Tentunya adanya operator moda transportasi baik darat, laut maupun udara, yang diketahui sebagai pemakai/penyalahguna narkotika akan membahayakan kesehatan si operator dan juga keselamatan penumpang jasa layanan transportasi yang dikemudikannya.
Mengetahui semakin rawannya moda transportasi sebagai sarana/jalur penyelundupan dan distribusi narkotika serta ancaman dijadikan target pasar/pengguna narkotika – yang dianggap potensial, Kemeterian Perhubungan telah menggelar Sosialisasi/Health Talks #HubFit Kemenhub 2024 “ASN Perhubungan Sehat, Bugar dan Bersinar (Bersih dari Narkoba) di Ruang Nanggala Kementerian Perhubungan pada Selasa (28/5). Dalam sosialisasi tersebut juga dilakukan pengecekan kesehatan untuk para pegawai Kementerian Perhubungan.
Kegiatan sosialisasi ini sesuai dengan Intruksi Menteri Perhubungan IM No. 3 Tahun 2020 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika (RAN P4GN) Tahun 2020-2024 di Lingkungan Kementerian Perhubungan; IM 3 Tahun 2017 tentang Pencegahan penularan Human ImmunodeficiencyVirus (HIV), Infeksi Menular Seksual (IMS) dan Penanggulangan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) di Lingkungan Kementerian Perhubungan; serta Surat Edaran (SE) Kepala Biro Umum No. 24 Tahun 2023 Tentang Germas di lingkungan Kantor Pusat Kementerian Perhubungan.
Kegiatan sosialisasi P4GN ini, dilakukan secara periodic kepada lembaga-lembaga pendidikan di bawah naungan Kemenhub, serta para Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Perhubungan agar memperkuat kesadaran menghadapi bahaya narkotika.
Adapun materi sosialisasi yang disampaikan diberikan oleh BNN, serta instansi terkait yang memperkenalkan mengenai zat-zat adiktif atau napza yang meliputi, antara lain narkotika, psikotropik dan zat adiktif. “Ketiga jenis obat-obatan yang dapat mempengaruhi gangguan kesehatan dan kejiwaan.
Perhatian Presiden
Penanganan P4GN menjadi fokus Presiden Joko Widodo sejak awal era kepemimpinannya. “Indonesia darurat narkoba, BNN sebagai lembaga negara yang mengemban tugas P4GN agar bekerja lebih keras untuk keluar dari kondisi darurat tersebut,” ucap Presiden.
Mengacu pada Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2020 tentang Rencana Aksi Nasional P4GN tahun 2020-2024, Presiden mengamanatkan seluruh kementerian/lembaga Pemerintah dan Pemerintah Daerah TK I dan II agar bersinergi dalam program P4GN.
Dalam sosialisai tersebut juga dibahas deteksi dini sumber-sumber penyakit dan ancaman kesehatan. Berikut uraiannya.
I.Kanker
Merujuk pada istilah medis, kanker adalah istilah yang menggambarkan adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkendali. Secara mikroskopik, sel kanker/sel yang tidak terkendali ini menginvasi jaringan lain dan menyebar ke organ lain.
Hingga saat ini, penyebab penyakit kanker masih belum diketahui secara pasti. Namun, berbagai studi menunjukkan bahwa kanker disebabkan oleh paparan zat karsinogenik, yang dalam jangka panjang bisa menjadi salah satu faktor yang meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit kanker.
Zat karsinogenik - zat ini tanpa disadari ada di sekitar kita dan bisa masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara, baik melalui udara yang dihirup maupun makanan atau minuman yang dikonsumsi manusia.
Banyak orang awam masih menganggap karsinogenik bukan sebagai zat yang berbahaya. Namun hasil studi menyebutkan zat-zat karsionogeniklah yang meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit kanker. Zat karsinogenik tersebut diantaranya adalah rokok dan asapnya, asap kendaraan bermotor, makanan atau minuman tertentu, bahan kosmetik, makanan atau minuman yang sangat panas, dll.
Rokok tembakau dan asapnya mengandung sekitar 70 jenis zat yang diduga dapat memicu kanker, seperti nikotin, karbon monoksida, amonia, arsenik, benzena, timah, hingga hidrogen sianida. Hal inilah yang membuat para perokok, baik perokok aktif maupun perokokpasif berisiko tinggi terkena kanker.
Hasil riset di Amerika Serikat menunjukkan bahwa merokok menyebabkan sekitar 20% dari semua kanker dan sekitar 30% dari semua kematian karena kanker. Sekitar 80% dari kanker paru disebabkan oleh rokok, dan 80% kematian karena kanker paru disebabkan oleh merokok. Kanker paru saat ini menjadi penyebab kematian utama pada pria dan wanita di seluruh dunia.
Asap rokok juga dapat meningkatkan seseorang terkena Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), yang juga menjadi penyebab banyaknya angka kematian di dunia. PPOK ini yang menyebabkan penderita dalam situasi kritis yang ditandai dengan adanya perlambatan aliran udara, serangan jantung, dan diabetes.
Tak hanya asap rokok, asap kendaraan bermotor juga mengandung zat karsinogenik. Zat yang terkandung dalam asap kendaraan bermotor bernama polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs). Selain PAHs, dalam asap kendaraan bermotor juga mengandung partikel halus lainnya yang bisa merusak sel tubuh dan memicu kanker, dan memicu penyakit PPOK lainnya seperti bronkitis kronis, hingga penyakit kardiovaskular.
Zat karsinogenik juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman yang dikonsumsi. Beberapa kandungan makanan atau minuman yang diduga bersifat karsinogenik antara lain bahan makanan yang ada tambahan zat aditifnya seperti sakarin dan aspartame, bahan makanan yang tercemar atau terkontaminasi pestisida, limbah industri, atau logam berat, bahan pengawet atau pewarna makanan seperti nitrat, boraks, dan formalin.
Selain pada bahan makanan, zat karsinogenik juga dapat ditemui pada makanan yang diolah dengan cara dibakar atau digoreng dalam suhu tinggi. Proses pengolahan dengan kedua cara tersebut dapat menyebabkan pembentukan zat karsinogenik yang disebut dengan acrylamide.
Produk kosmetik juga memiliki bahan yang bersifat karsinogenik. Ada beberapa bahan dalam kosmetik yang perlu diwaspadai karena berisiko menyebabkan pertumbuhan sel kanker, antara lain paraben, merkuri, dan phthalate. Penggunaan kosmetik berlebihan dapat meningkatkan risiko terkena penyakit kanker.
Untuk menghindari paparan zat karsinonegik dalam kehidupan sehari-hari mungkin sulit untuk dihindari sepenuhnya. Namun, Anda bisa meminimalkannya dengan beberapa cara, yaitu: 1) Menggunakan alat pelindung diri saat bekerja 2) Memakai masker saat berada di lingkungan berpolusi, 3) Menjalani pola makan sehat, 4) Menghentikan kebiasaan merokok. 5) Menggunakan kosmetik tidak berlebihan
Penyakit kanker dapat dicegah dan diobati lebih awal jika dikenali sejak dini. Berikut adalah tanda-tanda dan gejala kanker secara umum : 1) Terjadi perubahan berkemih atau buang air besar, 2) Radang yang tidak mengalami perbaikan atau perubahan, 3) Terjadi pendarahan atau suhu tubuh abnormal, 4) terdapat benjolan, 5) Kesulitan menelan, 6) Perubahan pada kulit, 7) Batuk menetap atau suara serak, 8) Gejala lain seperti berat badan yang menurun, fatigue, nyeri, demam, dll
II.HIV ( Human Immunodeficiency Virus)
Virus HIP ini menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)adalah sekumpulan gejala yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV.
Data yang dilansir oleh Kementerian Kesehatan RI, berdasarkan Survey Kesehatan Indonesia Tahun 2018 menyebutkan, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mengetahui apa itu HIV/AIDS. Survey yang dilaporkan Litbang Kemenkes tersebut dilakukan dengan mengajukan sebanyak 24 pertanyaan tentang HIV/AIDS kepada responden. Hasilnya hanya 2% masyarakat yang menjawab tidak tahu, 65,2% menjawab benar terhadap 0-7 pertanyaan, 35,8% menjawab benar terhadap 8-15 pertanyaan, dan hanya 1% yang mampu menjawab benar 16-24 pertanyaan.
HIV dapat menyerang siapa saja tanpa memandang orientasi seksual, ras, etnis, jenis kelamin, usia, atau di mana mereka tinggal. Ada beberapa faktor yang memungkinkan seseorang rentan terhadap risiko terpapar HIV, seperti melakukan hubungan seks berganti ganti pasangan, atau berbagi jarum suntik atau alat suntik lainnya dengan pengidap HIV. Gaya hidup biseksual antara laki-laki dengan laki-laki lain, atau perempuan dengan perempuan lainnya juga menjadi penyebab penuluran yang massif pada seseorang.
Di Indonesia, berdasarkan data Kemenkes yang diolah Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 16.410 kasus Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) baru di Indonesia sepanjang 2023, dengan penderita terbanyak berada pada kisaran usia 25 – 49 tahun.
Bagi penderita HIV/AIDS atau yang sering disebut dengan Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) terdapat penyakit opportunistic yang sering menyertai penderita HIV/AIDS, yaitu penyakit Tuberkolosis (TB). TB merupakan penyebab utama kematian pada ODHA mencapai 40-50%. Hanya sekitar 10% orang yang tidak terinfeksi dengan HIV tetapi bila terinfeksi dengan kuman TB akan menjadi sakit TB sepanjang hidupnya; sedangkan pada ODHA, sekitar 60% dari mereka yang terinfeksi dengan kuman TB akan menjadi sakit TB aktif. Pada ODHA diduga TB apabila terdapat salah satu gejala berikut: batuk walaupun kurang dari 2 minggu, berat badan turun secara drastis, demam atau keringat malam.
Selain TB, Neuro-AIDS juga sering menyertai ODHA. Neuro-AIDS merupakan infeksi oportunistik tersering SSP (sistem saraf pusat). Pada penderita HIV di Indonesia penyakit yang menyertai adalah meningitis TB, ensefalitis toksoplasma, dan meningitis kriptokokus.
Infeksi Menular Seksual juga merupakan tanda-tanda ODHA, yaitu berupa infeksi menular seksual dan dapat menjadi faktor risiko penularan HIV. Berbagai jenis IMS bisa berupa sifilis dan kutil anogenital.
III.NAPZA
Napza secara umum merupakan zat-zat kimiawi yang apabila dimasukkan ke dalam tubuh baik secara oral (diminum, dihisap dan dihirup) maupun disuntik dapat mempengaruhi pikiran, suasana hati, perasaan dan perilaku seseorang.
Narkotika, merupakan suatu zat atau obat yang berasal dari tanaman maupun bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang menyebabkan penurunan dan perubahan kesadaran, mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri serta dapat menimbulkan ketergantungan secara fisik maupun psikologik.
Narkotika dikelompokkan menjadi beberapa golongan. Narkotika golongan I adalah narkotika yang dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan, contohnya adalah heroin, kokain, ganja.
Sedangkan narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan, digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan, contohnya morfin, petidin.
Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat dalam pengobatan yang banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan menyebabkan ketergantungan, contohnya kodein.
Psikotropika, setiap bahan baik alami ataupun buatan bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif mempunyai pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.
Seperti pada narkotika, psikotropika dikelompokkan dengan beberapa golongan. Golongan I adalah psikotropika yang hanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi yang amat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan, contohnya ekstasi, LSD.
Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang menyebabkan ketergantungan, contohnya fenobarbital.
Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang mempunyai khasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan, contohnya diazepam, nitrazepam. (IS/AS/RY/ME)