(Jakarta, 26/4/2013) Paradigma pembangunan transportasi perkotaan harus dikembalikan menjadi satu sistem transportasi yang humanis dan terpadu melalui penyelenggaraan transportasi publik yang efektif, efisien, handal, terjangkau dan berkelanjutan. Transportasi publik seharusnya sudah menerapkan pelayanan yang menerus dan tidak terputus (single seamless services) melalui keterpaduan jaringan prasarana, jaringan pelayananan, dan pelayanan transportasi sehingga merupakan salah satu solusi dalam mengatasi kemacetan di perkotaan dan dapat meningkatkan kelancaran perjalanan masyarakat di wilayah perkotaan. Demikian yang disampaikan Plt Kepala Badan Litbang Perhubungan,  Wendy Aritenang Yasid, pada acara Roundtable Discussion yang mengangkat tema “ Implementasi Pengukuran Tingkat Keterpaduan Transportasi Wilayah Perkotaan” di ruang rapat utama Badan Litbang Perhubungan, Kamis (18/4) lalu.

Namun demikian, lanjut Wendy, untuk mengukur tingkat keberhasilan dari pengembangan keterpaduan transportasi di wilayah perkotaan diperlukan beberapa indikator kinerja yang dapat digunakan untuk mengkaji dan mengevaluasi sejauh mana kegiatan yang dilakukan sesuai dengan tujuan awal dari rencana keterpaduan yang dimaksud.

Saat ini, permasalahan  Transportasi publik di perkotaan terus meningkat bersamaan dengan meningkatnya kegiatan sosial dan ekonomi yang diikuti dengan pertumbuhan permintaan perjalanan di perkotaan yang semakin tinggi sehingga menimbulkan berbagai permasalahan transportasi salah satunya adalah kemacetan. Adanya konsentrasi permintaan perjalanan di wilayah pusat kegiatan dan bisnis di perkotaan menyebabkan kemacetan dan membuat angkutan umum seperti bus maupun kereta api menjadi penuh sesak. "Hal ini terjadi karena sebagian besar tarikan perjalanan ke tempat tujuan atau tempat kerja masih terpusat pada kawasan tertentu  yang sebagian besar di tengah kota," ungkap Wendy.

Siti Nur  Fadhila (Peneliti Muda Puslitbang  Manajemen Transportasi Multimoda Bidang Udara) dalam paparannya mengatakan, perlu dilakukan pengukuran dan evaluasi kembali keterpaduan sistem transportasi perkotaan di kota-kota besar di Indonesia. Menurutnya, manfaat dari dilakukannya pengukuran tingkat keterpaduan, menurut Siti adalah memperlancar dan mempercepat perpindahan moda sehingga mengurangi  waktu perjalanaan; meningkatkan kemudahan dan kenyamanan perpindahan antarmoda; mengurangi biaya perjalanan; mengurangi beban beban infrastruktur dan meningkatkan efisiensi, dengan berganti moda yang memiliki kapasitas lebih besar dan mengurangi tingkat penggunaan energy, serta meningkatkan kualitas lingkungan. 

"Ketika kita mengevaluasi kinerja  perkotaan tidak bisa hanya kita lihat kota itu secara sendiri tetapi harus melihat kota kota yang ada disekitarnya. Hingga ada wacana Kawasan aglomerasi perkotaan adalah kawasa perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan  fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dan membentuk sebuah sistem," jelasnya.

Siti mencontohkan kawasan aglomerasi antara lain : Mebidangro ( Medan, Binjai, Deli Serdang dan Tanah Karo); Gerbangkertosusilo (Gresik,Bangkalan, Mojokerto,Surabaya, Sidoarjo, Lamongan).

Ia menambahkan bahwa permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan keterpaduan transportasi perkotaan saat ini ialah : keterpaduan antara tata guna lahan dan transportasi masih lemah; Pelayanan angkutan masal masih belum mampu menarik minat penumpang kendaraan pribadi; Transit oriented development (TOD) belum dikembangkan; Pemerintah pusat/pemerintah kota belum belum optimal dalam memprioritaskan pembangunan transportasi perkotaan yang berkelanjutan.

Siti menjabarkan, indikator pengukuran keterpaduan diantaranya : Klasifikasi kota/kawasan pusat kegiatan; integrasi informasi secara komprehensif; integrasi pelayanan transportasi antarmoda; integrasi sistem tiket; integrasi antar simpul transportasi; integrasi antar pihak pihak yang berwenang; integrasi antar transportasi dengan kebijakan perencanaan tata ruang; integrasi antara transportasi dengan kebijakan transportasi pada bidang lainnya  (kesehataan,pelayanan social dan pendidikan); sustainability (keberlanjutan).


Sementarar, Direktur BSTP, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Djoko Sasono yang menjadi salah satu pembicara di dalam diskusi ,  menyampaikan  ada 4 (empat) landasan hukum keterpaduan sistem transportasi antara lain: 1. UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian; 2. UU No. 17  Tahun 2008 Tentang Pelayaran; UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan ; 4.  UU No. 22 Tentang LLAJ.

Menurut Djoko, konsep keterpaduan transportasi perkotaan pelayanan angkutan umum akan dapat beroperasi dengan lebih baik apabila dioperasikan dengan konsep jaringan, sehingga dapat melayani berbagai tujuan perjalanan, dibandingkan dengan rute individu yang hanya melayani satu perjalanan

Djoko melanjutkan, perlu adanya strategi dalam mengambil kebijakan  dalam mengintegrasikan seluruh pelayanan angkutan umum  perkotaan dengan menyediakan fasilitas keterpaduan pelayanan  yang mampu menjamin terwujudnya efektifitas dan efisiensi yang tinggi dalam penyelenggaraan transportasi perkotaan, strategi tersebut diantaranya yaitu: pengembangan fasilitas/prasarana integrasi transportasi perkotaan termasuk pengembangan sistem informasi  berbasis teknologi informasi dan komunikasi; penyediaan sarana angkutan pemadu moda yang setara dan memfasilitasi penerapan  tiket elektronik.

Sementara Sri Hendarto (Dosen) Prodi Teknik Sipil ITB)  menyampaikan tahapan pelaksanaan evaluasi dan penilaian ketrpaduan jaringan transportasi mempunyai 3 (tiga) tahapan yang meliputi : 1. Tahap persiapan dan pengumpulan data,  yaitu tahap pengumpulan kebutuhan data sekunder yang  dalam penilaian/penentuan keterpaduan jaringan transportasi di kota metropolitan yang diperoleh pada intansi instansi terkait diwilayah studi ; 2. Tahap inventarisasi dan evaluasi, yaitu tahap untuk melakukan inventarisasi dan evaluasi terhadap kondisi keterpaduan jaringan transportasi eksisting; 3. Tahap penilaian, yaitu tahap penentuan keterpaduan jaringan transportasi kawasan perkotaan.

Diskusi ini menghadirkan pembicara Siti Nur Fadhila (Peneliti Badan Litbang Perhubungan), Dr.Ir. Djoko Sasono, Msc (Direktur BST, Direktorata Jenderal Perhubungan Darat), Ir. Sri Hendarto,Msc (Dosen Teknik Sipil ITB), serta para pembahas  Muhamad Akbar, Msc (Kepala Unit Pengelola Transjakarta Busway),Ir. Adriansyah, MM  (DPP Organda Fasilitas Umum Angkutan Darat), Dedy Gunawan (Dinas Perhubungan Provinsi  DKI Jakarta), Edy Sufa’at (DitJen Perkeretaapian), RTD ini dimoderatori oleh Dra. Nurdjanah. (Sikretaris Badan Litbang Perhubungan). (HST)