(Manokwari, 15/11/2010). Setelah satu bulan lebih masa tanggap darurat akibat bencana banjir bandang di Wasior, Wondama, Papua Barat, pada 4 Oktober lalu, empat menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, yaitu Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, Menteri Perhubungan Freddy Numberi, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, dan Menteri Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa datang mengunjungi lagi lokasi bencana untuk melihat hasil dan perkembangan masa tanggap darurat yang telah dilaksanakan sekaligus menunjukkan bahwa meskipun Bencana Wasior tidak merupakan Bencana Nasional, tetapi perhatian pemerintah pusat tetap serius.
Pelabuhan Wasior, Teluk Wondama, Papua Barat menjadi salah satu infrastruktur penting bagi transportasi masyarakat. Namun pembangunan pelabuhan yang rusak akibat banjir bandang tersebut belum bisa dilakukan.
"Pembangunan pelabuhan baru bisa dimulai tahun depan karena anggarannya baru turun," ujar Menteri Perhubungan Freddy Numberi saat meninjau lokasi pelabuhan tersebut.
Menurut Freddy perbaikan-perbaikan sudah dilakukan sehingga masyarakat sudah dapat menggunakan transportasi laut dengan normal. "Anggaran untuk pelabuhan sekitar Rp 40 milyar," tambahnya.
Sementara mengenai Bandara Margono Wasior, lanjut Freedy, tidak mengalami kerusakan yang parah. Freddy mengatakan akses jalan menuju bandara dan pelabuhan masih jadi kendala.
"Harapan kita kalau semua sudah normal, transportasi yang sudah berjalan bisa kita tingkatkan agar masyarakat bisa lebih memanfaatkan. Semua dalam progres," jelas Freddy.
Kepala Pusat Komunikasi Kemenhub Bambang S Ervan mengatakan pihaknya tidak memiliki anggaran khusus bencana. Karena itu harus menunggu anggaran tahun berikutnya.
"Kalau hanya perbaikan-perbaikan kecil mungkin bisa tapi kalau perbaikan rusak berat harus menunggu," jelas Bambang Ervan.
Lebih rinci, Kepala Bidang Perhubungan Laut Dinas Perhubungan Provinsi Papua Barat Bambang Heri menjelaskan secara umum, areal darat dekat pelabuhan belum bisa dioperasionalkan.
"Daerah lingkungan kerja pelabuhan, pos keamanan KP3, areal kerja pelabuhan dipenuhi pasir lumpur, batu dan batang kayu," jelasnya.
Kerusakan di pelabuhan lanjut Bambang, diantaranya Talut (susunan batu untuk menahan tanah), Cause Way (bangunan dari darat ke laut) rusak di satu sisi bagian utara. Selain itu kesejahteraan pegawai karena rumah-rumah mereka hancur.
"Di pelabuhan sudah normal. Untuk kerusakan konstruksi sekitar 8 miliar. Memang harus diutamakan jangan ditunda karena aksesbilitas laut sangat penting," ujar Bambang. (JAB)