(Jakarta, 29/7/2010) Besaran nilai ganti rugi yang akan diajukan Pemerintah Indonesia kepada PTTEP Australasia atas pencemaran yang terjadi di Laut Timor kemungkinan akan lebih besar dari hasil perhitungan sementara Tim Nasional Penanggulangan Tumpahan Minyak Laut Timor, sebesar Rp 247 miliar.

Menteri Perhubungan Freddy Numberi yang bertindak sebagai ketua tim mengatakan, penambahan besaran klaim tersebut disebabkan adanya perluasan area penyebaran minyak dan dampak tidak langsung yang ditimbulkan di sejumlah wilayah yang belum teridentifikasi oleh tim sebelumnya. ”Nantinya (data perluasan baru) itu akan kita satukan dan diajukan menjadi satu klaim dengan rincian yang detail dan valid,” jelas Menhub Freddy di Jakarta, Kamis (29/7).

Menurut Menhub, Tim Advokasi yang dipimpin Deputi III Menteri Lingkungan Hidup Bidang Peningkatan Konservasi Sumber daya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan, Misnellyarti Hilman, telah melakukan pembicaraan terkait rencana penuntutan ganti rugi ini dengan pihak PTTEEP Australasia. Hasilnya, perusahaan secara prinsip bersedia untuk memenuhi tuntutan ganti rugi yang diajukan Tim Nasional Penanggulangan Tumpahan Minyak. ”Kita akan secepatnya menyusun klaim ini untuk diserahkan kepada perusahaan itu. Targetnya Oktober nanti, klaim itu harus sudah selesai,” kata Menhub.

Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Menhub sempat menyatakan bahwa tim yang dipimpinnya akan mengupayakan proses pembayaran ganti rugi secepatnya kepada masyarakat yang terkena dampak pencemaran. Menhub mengatakan, dirinya telah menghubungi pimpinan PTTEP Australasia  yang bertanggung jawab atas pencemaran laut Timor, agar segera memberikan ganti rugi. Dari pembicaraan itu, pihak perusahaan menyetujui untuk membayar penggantian kerugian akibat bocornya  salah satu kilang minyak mereka, The Montara Well Head Platform, di Blok West Atlas-Laut Timor Perairan Australia, 21 Agustus 2009.  

Hitungan sementara tim, potensi kerugian total mencapai Rp247.004.104.423 dan kerugian langsung sebesar Rp42.167.198.497. Angka tersebut belum termasuk biaya operasional tim nasional dan biaya penanggulangan dampak lingkungan. Sementara berdasarkan perhitungan Pemda Provinsi NTT, kerugian total ditaksir mencapai mencapai Rp806.168.200.000. (DIP)