Menhub memberikan contoh di bidang kepelabuhanan fungsi antara operator dan regulator akan dibedakan dengan tegas. "Intinya, RUU Pelayaran ini membawa perubahan baru yakni mengakhiri monopoli PT Pelindo dan kemudian mengubahnya menjadi lebih tegas yakni fungsi regulator kembali ke pemerintah dan PT Pelindo tetap sebagai operator," tegas Menhub.
Dalam kesempatan yang sama Dirjen Perhubungan Laut Effendi Batubara menambahkan bahwa tidak benar sinyalemen yang menyatakan bahwa semangat UU Pelayaran yang baru ini untuk mengakomodasi kepentingan asing. "Tidak benar itu, " tegasnya. Terkait isu yang dipermasalahkan Pelindo Effendy kembali menjelaskan bahwa UU Pelayaran yang baru ini secara umum adalah mengambilalih peran regulator yang sebelumnya dipegang oleh PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo), sedangkan PT Pelindo tetap menjadi operator.
"Fungsi kewenangan regulator yang selama ini melekat kepada Pelindo dikembalikan ke pemerintah melalui Otoritas Pelabuhan, sedangkan fungsi operator tetap milik Pelindo," katanya.
Dia memberikan contoh, selama ini PT Pelindo II di Pelabuhan Tanjung Priok bisa memberikan pengusahaan kepada pihak lain yang bertindak sebagai operator terminal seperti JICT, TPK Koja, MTI dan lainnya. "Namun, setelah UU ini, maka setelah habis kontraknya, peran dan kewenangan diambilalih oleh pemerintah melalui otoritas pelabuhan," katanya. Selain itu, kata Effendy, pihaknya juga masih memberikan toleransi kepada Pelindo untuk tetap melakukan fungsi pengusahaan di bidang pemanduan, tambat dan lainnya. "Tetapi untuk daerah yang belum dimasuki pelindo maka dia harus bersaing dengan swasta lainnya," kata Effendy.
DPR RI akhirnya secara bulat dan resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pelayaran menjadi UU Pelayaran yang baru pada Sidang Paripurna Selasa 8 April 2008, setelah 10 fraksi di lembaga tinggi negara itu menyetujuinya. "Setelah 10 fraksi menyetujui dalam pandangan akhir fraksi-fraksi pada sidang paripurna ini maka dengan ini RUU Pelayaran dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang Undang," kata Ketua DPR RI Agung Laksono sesaat sebelum menutup Sidang Paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Selasa Siang. Ketua DPR, kemudian mengetuk palu tiga kali tepat pada pukul 14:43 WIB. Sidang, kemudian diskors. Hadir dalam kesempatan itu, pihak terkait termasuk Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal dan jajarannya.
RUU Pelayaran yang disahkan tersebut merupakan penyempurnaan dari UU sejenis yakni No 21/1992. UU yang baru terdiri atas 22 bab dan 355 pasal atau lebih banyak dari usulan pemerintah sebelumnya. Pada draft awal yang diajukan pemerintah ke Komisi V DPR, RUU Pelayaran terdiri atas 17 bab dan 164 pasal.
Pemerintah dalam pandangan akhirnya yang diwakili Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal menegaskan, semangat baru dalam RUU Pelayaran yang baru itu telah diterima secara baik oleh fraksi fraksi di DPR. Untuk selanjutnya sebagai tindak lanjut implementasi nantinya Pemerintah akan menyiapkan 8 Peraturan Pemerintah (PP) yaitu menyangkutan angkutan di perairan, angkutan multimoda, kepelabuhanan, kenavigasian, kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang, perlindungan lingkungan maritim, pemeriksaan kecelakaan kapal, kewenangan identitan penjagaan laut dan pantai.
Soal Uji Publik
Menanggapi adanya pendapat yang menyatakan perlunya uji publik terhadap undang-undang pelayaran yang baru ini Menhub berpendapat bahwa hal itu tidak perlu dilakukan. "Pembahasan RUU Pelayaran sudah memakan waktu cukup lama yakni sekitar sembilan bulan 10 hari. Selama pembahasan itu pula sudah ada sekitar 500 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang dibahas antara panitia kerja Komisi V DPR dengan tim dari pemerintah dan hal itu cerminan dari aspirasi yang berkembang, termasuk dari masyarakat," kata Menhub menjelaskan lebih lanjut kepada wartawan.
Pada saat sidang paripurna yang antara lain berisi pandangan akhir 10 fraksi di DPR melalui masing-masing juru bicaranya tersebut, secara umum menyatakan persetujuan secara bulat terhadap RUU Pelayaran untuk disahkan menjadi Undang Undang Pelayaran yang baru. Hanya, fraksi PDI Perjuangan melalui juru bicaranya, Rendy Lamajido yang memberi catatan perlunya upaya uji publik terhadap UU Pelayaran itu. (ES/BRD)
Dalam kesempatan yang sama Dirjen Perhubungan Laut Effendi Batubara menambahkan bahwa tidak benar sinyalemen yang menyatakan bahwa semangat UU Pelayaran yang baru ini untuk mengakomodasi kepentingan asing. "Tidak benar itu, " tegasnya. Terkait isu yang dipermasalahkan Pelindo Effendy kembali menjelaskan bahwa UU Pelayaran yang baru ini secara umum adalah mengambilalih peran regulator yang sebelumnya dipegang oleh PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo), sedangkan PT Pelindo tetap menjadi operator.
"Fungsi kewenangan regulator yang selama ini melekat kepada Pelindo dikembalikan ke pemerintah melalui Otoritas Pelabuhan, sedangkan fungsi operator tetap milik Pelindo," katanya.
Dia memberikan contoh, selama ini PT Pelindo II di Pelabuhan Tanjung Priok bisa memberikan pengusahaan kepada pihak lain yang bertindak sebagai operator terminal seperti JICT, TPK Koja, MTI dan lainnya. "Namun, setelah UU ini, maka setelah habis kontraknya, peran dan kewenangan diambilalih oleh pemerintah melalui otoritas pelabuhan," katanya. Selain itu, kata Effendy, pihaknya juga masih memberikan toleransi kepada Pelindo untuk tetap melakukan fungsi pengusahaan di bidang pemanduan, tambat dan lainnya. "Tetapi untuk daerah yang belum dimasuki pelindo maka dia harus bersaing dengan swasta lainnya," kata Effendy.
DPR RI akhirnya secara bulat dan resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pelayaran menjadi UU Pelayaran yang baru pada Sidang Paripurna Selasa 8 April 2008, setelah 10 fraksi di lembaga tinggi negara itu menyetujuinya. "Setelah 10 fraksi menyetujui dalam pandangan akhir fraksi-fraksi pada sidang paripurna ini maka dengan ini RUU Pelayaran dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang Undang," kata Ketua DPR RI Agung Laksono sesaat sebelum menutup Sidang Paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Selasa Siang. Ketua DPR, kemudian mengetuk palu tiga kali tepat pada pukul 14:43 WIB. Sidang, kemudian diskors. Hadir dalam kesempatan itu, pihak terkait termasuk Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal dan jajarannya.
RUU Pelayaran yang disahkan tersebut merupakan penyempurnaan dari UU sejenis yakni No 21/1992. UU yang baru terdiri atas 22 bab dan 355 pasal atau lebih banyak dari usulan pemerintah sebelumnya. Pada draft awal yang diajukan pemerintah ke Komisi V DPR, RUU Pelayaran terdiri atas 17 bab dan 164 pasal.
Pemerintah dalam pandangan akhirnya yang diwakili Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal menegaskan, semangat baru dalam RUU Pelayaran yang baru itu telah diterima secara baik oleh fraksi fraksi di DPR. Untuk selanjutnya sebagai tindak lanjut implementasi nantinya Pemerintah akan menyiapkan 8 Peraturan Pemerintah (PP) yaitu menyangkutan angkutan di perairan, angkutan multimoda, kepelabuhanan, kenavigasian, kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang, perlindungan lingkungan maritim, pemeriksaan kecelakaan kapal, kewenangan identitan penjagaan laut dan pantai.
Soal Uji Publik
Menanggapi adanya pendapat yang menyatakan perlunya uji publik terhadap undang-undang pelayaran yang baru ini Menhub berpendapat bahwa hal itu tidak perlu dilakukan. "Pembahasan RUU Pelayaran sudah memakan waktu cukup lama yakni sekitar sembilan bulan 10 hari. Selama pembahasan itu pula sudah ada sekitar 500 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang dibahas antara panitia kerja Komisi V DPR dengan tim dari pemerintah dan hal itu cerminan dari aspirasi yang berkembang, termasuk dari masyarakat," kata Menhub menjelaskan lebih lanjut kepada wartawan.
Pada saat sidang paripurna yang antara lain berisi pandangan akhir 10 fraksi di DPR melalui masing-masing juru bicaranya tersebut, secara umum menyatakan persetujuan secara bulat terhadap RUU Pelayaran untuk disahkan menjadi Undang Undang Pelayaran yang baru. Hanya, fraksi PDI Perjuangan melalui juru bicaranya, Rendy Lamajido yang memberi catatan perlunya upaya uji publik terhadap UU Pelayaran itu. (ES/BRD)