"PP tentang pelabuhan kami prioritaskan selesai akhir tahun ini, jadi investasi bisa mulai tahun depan," terang Direktur Jenderal Perhubungkan Laut Departemen Perhubungan Efendi Batubara di sela dialog tentang Pemberdayaan Pelabuhan yang digagas media pelayaran Maritim, di Wisma Antara, Jakarta, Rabu (23/7).
Kesempatan bagi swasta, baik lokal maupun asing untuk berinvesatasi di pelabuhan-pelabuhan di Indonesia, menurut Effendi, sebenarnya telah terbuka sejak UU Pelayaran yang baru tersebut masuk dalam lembaran negara dan disahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 7 Mei 2008 lalu. Namun, realisasinya masih menunggu ditetapkannya Peraturan Pemerintah terkait sebagai pedoman teknis.
Effendi yang kehadirannya dalam acara itu mewakili Menteri Perhubungan, memaparkan, pedoman teknis investasi di pelabuhan akan mengikuti aturan umum investasi di Indonesia. "Untuk investasi swasta asing, misalnya, akan dibatasi penguasaan sahamnya maksimal 49 persen dengan konsesi pengelolaan selama 30 tahun. "Kendali di pelabuhan tetap harus dipegang pemerintah," tegasnya.
Ketentuan lainnya adalah, investasi swasta tidak diizinkan untuk menyentuh sektor hulu. Tetapi swasta hanya diperbolehkan memaksimalisasikan investasi pada sektor hilir, seperti pembangunan dan pengembangan terminal. Selain itu, pembangunan oleh swasta juga harus mengikuti rencana induk pelabuhan nasional yang tengah disusun pemerintah.
Dijelaskan Effendi, minat swasta untuk menanamkan modalnya pada sektor pelabuhan sudah terlihat sejak UU 17/2008 mendapat pengesahan Dewan Perwakilan Rakyat, April 2008 lalu. Tak hanya investor lokal, perusahaan asing pun telah secara terbuka menunjukkan niatnya untuk mengambil peran. "Misalnya, ada investor Korea yang sudah menyatakan minatnya untuk berinvestasi di Pelabuhan Raja Ampat, Papua. Juga ada investor Timur Tengah yang sudah melirik untuk mengembangkan Pelabuhan Belawan, Medan," ungpnya.
Praktisi hukum kelautan Chandra Motik Yusuf yang menjadi salah satu nara sumber dalam acara tersebut turut menegaskan bahwa investasi asing di pelabuhan tidak perlu dikhawatirkan mengganggu kedaulatan. Pernyataan tersebut disampaikan Chandra Motik untuk menyikapi sitgma tentang keberadaan swasta dalam operasionalisasi pelabuhan, menyusul disahkannya UU 17/2008. Yaitu kekhawatiran akan masuknya modal asing dalam kegiatan yang mengendalikan sendi-sendi perekonomian bangsa, khususnya operasional pelabuhan, akan mengganggu distribusi perekonomian.
"Pengaturan mengenai masuknya investor asing untuk mengelola sebuah pelabuhan dalam UU 17/2008 tentang Pelayaran tidak berdiri sendiri, karena terdapat cukup banyak peraturan perundangan nsaional yang masih mempunyai keterkaitan dengan hal tersebut," jelasnya. Misalnya, Undang-undang Nomor 25/2007 tentang Penanaman Modal.
"Menurut kami, sebenarnya, kekhawatiran itu sudah diantisipasi secara sistematis dengan dikeluarkannya surat persetujuan penanaman modal asing investasi asing yang ditembuskan kepada seluruh lembaga pemerintah dan pihak-pihak yang terkait," tegasnya.
Sementara Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal sendiri, dalam sambutan yang dibacakan Effendi Batubara telah menegaskan bahwa dalam proses penyusunan UU 17/2008, pemerintah telah memperhatikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan dari masyarakat yang terkait dengan dunia pelayaran. "Sehingga materi dalam UU ini cakupannya menjadi lebih luas, lengkap, dan terperinci serta diharapkan dapat menjawab berbagai perubahan kondisi yang terjadi saat ini dan masa mendatang," kata Menhub.
Khusus hal-hal yang terkait dengan penyelenggaraan kepelabuhanan, lanjut Menhub, dalam UU tersebut telah diatur sejumlah substansi yang merupakan hal baru dan tidak pernah ada dalam UU tentang pelayaran sebelumnya. "Antara lain pemisahan secara tegas fungsi regulator dan operator, serta fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran di pelabuhan yang pelaksanaannya ditangani oleh syahbandar," paparnya.
Syahbandar, menurut UU 17/2008, kata Menhub, merupakan pejabat pemegang fungsi koordinasi kegiatan pemerintahan di pelabuhan. "Di mana perkuatan tugas dan fungsi syahbandar tersebut masih dalam kaitan dengan pelaksanaan konvensi internasional, baik tentang hukum laut maupun tentang keselamatan pelayaran," tegasnya.
Hal baru lainnya adalah tentang pengaturan kelembagaan di pelabuhan, dengan rincian tugas dan tangungjawab yang masing-masing dilakukan oleh syahbandar, otoritas pelauhan, dan unit penyelenggara pelabuhan. Termasuk pula soal pengintegrasian pelabuhan penyeberangan menjadi bagian dari pelabuhan laut.
Menhub menambahkan, dalam UU 17/2008, fungsi regulator pelabuhan maupun pemanfaatan perairan dan daratan di wilayah pelabuhan nantinya akan dilaksanakan oleh otoritas pelabuhan. Sedangkan terminologi pelabuhan khusus dan dermaga untuk kepentingan sendiri, diubah menjadi terminal khusus dan terminal untuk kepentingan sendiri. "Untuk memperjelas fungsi pengawasan terhadap pelabuhan khusus maupun terminal khusus yang dioperasikan oleh badan hukum Indonesia atau swasta."
Pada akhir pidato sambutannya, Menhub menegaskan, pengaturan mengenai kepelabuhanan dalam UU Pelayaran yang baru dimaksudkan untuk menciptakan kepelabuhan nasional yang andal, agar mampu bersaing dengan pelabuhan-pelabuhan negera lain. "Sekaligus pula untuk menjawab perkembangan global yang terjadi saat ini, menuju persaingan global penyelenggaraan pelabuhan," kata Menhub di akhir sambutannya. (DIP)
Kesempatan bagi swasta, baik lokal maupun asing untuk berinvesatasi di pelabuhan-pelabuhan di Indonesia, menurut Effendi, sebenarnya telah terbuka sejak UU Pelayaran yang baru tersebut masuk dalam lembaran negara dan disahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 7 Mei 2008 lalu. Namun, realisasinya masih menunggu ditetapkannya Peraturan Pemerintah terkait sebagai pedoman teknis.
Effendi yang kehadirannya dalam acara itu mewakili Menteri Perhubungan, memaparkan, pedoman teknis investasi di pelabuhan akan mengikuti aturan umum investasi di Indonesia. "Untuk investasi swasta asing, misalnya, akan dibatasi penguasaan sahamnya maksimal 49 persen dengan konsesi pengelolaan selama 30 tahun. "Kendali di pelabuhan tetap harus dipegang pemerintah," tegasnya.
Ketentuan lainnya adalah, investasi swasta tidak diizinkan untuk menyentuh sektor hulu. Tetapi swasta hanya diperbolehkan memaksimalisasikan investasi pada sektor hilir, seperti pembangunan dan pengembangan terminal. Selain itu, pembangunan oleh swasta juga harus mengikuti rencana induk pelabuhan nasional yang tengah disusun pemerintah.
Dijelaskan Effendi, minat swasta untuk menanamkan modalnya pada sektor pelabuhan sudah terlihat sejak UU 17/2008 mendapat pengesahan Dewan Perwakilan Rakyat, April 2008 lalu. Tak hanya investor lokal, perusahaan asing pun telah secara terbuka menunjukkan niatnya untuk mengambil peran. "Misalnya, ada investor Korea yang sudah menyatakan minatnya untuk berinvestasi di Pelabuhan Raja Ampat, Papua. Juga ada investor Timur Tengah yang sudah melirik untuk mengembangkan Pelabuhan Belawan, Medan," ungpnya.
Praktisi hukum kelautan Chandra Motik Yusuf yang menjadi salah satu nara sumber dalam acara tersebut turut menegaskan bahwa investasi asing di pelabuhan tidak perlu dikhawatirkan mengganggu kedaulatan. Pernyataan tersebut disampaikan Chandra Motik untuk menyikapi sitgma tentang keberadaan swasta dalam operasionalisasi pelabuhan, menyusul disahkannya UU 17/2008. Yaitu kekhawatiran akan masuknya modal asing dalam kegiatan yang mengendalikan sendi-sendi perekonomian bangsa, khususnya operasional pelabuhan, akan mengganggu distribusi perekonomian.
"Pengaturan mengenai masuknya investor asing untuk mengelola sebuah pelabuhan dalam UU 17/2008 tentang Pelayaran tidak berdiri sendiri, karena terdapat cukup banyak peraturan perundangan nsaional yang masih mempunyai keterkaitan dengan hal tersebut," jelasnya. Misalnya, Undang-undang Nomor 25/2007 tentang Penanaman Modal.
"Menurut kami, sebenarnya, kekhawatiran itu sudah diantisipasi secara sistematis dengan dikeluarkannya surat persetujuan penanaman modal asing investasi asing yang ditembuskan kepada seluruh lembaga pemerintah dan pihak-pihak yang terkait," tegasnya.
Sementara Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal sendiri, dalam sambutan yang dibacakan Effendi Batubara telah menegaskan bahwa dalam proses penyusunan UU 17/2008, pemerintah telah memperhatikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan dari masyarakat yang terkait dengan dunia pelayaran. "Sehingga materi dalam UU ini cakupannya menjadi lebih luas, lengkap, dan terperinci serta diharapkan dapat menjawab berbagai perubahan kondisi yang terjadi saat ini dan masa mendatang," kata Menhub.
Khusus hal-hal yang terkait dengan penyelenggaraan kepelabuhanan, lanjut Menhub, dalam UU tersebut telah diatur sejumlah substansi yang merupakan hal baru dan tidak pernah ada dalam UU tentang pelayaran sebelumnya. "Antara lain pemisahan secara tegas fungsi regulator dan operator, serta fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran di pelabuhan yang pelaksanaannya ditangani oleh syahbandar," paparnya.
Syahbandar, menurut UU 17/2008, kata Menhub, merupakan pejabat pemegang fungsi koordinasi kegiatan pemerintahan di pelabuhan. "Di mana perkuatan tugas dan fungsi syahbandar tersebut masih dalam kaitan dengan pelaksanaan konvensi internasional, baik tentang hukum laut maupun tentang keselamatan pelayaran," tegasnya.
Hal baru lainnya adalah tentang pengaturan kelembagaan di pelabuhan, dengan rincian tugas dan tangungjawab yang masing-masing dilakukan oleh syahbandar, otoritas pelauhan, dan unit penyelenggara pelabuhan. Termasuk pula soal pengintegrasian pelabuhan penyeberangan menjadi bagian dari pelabuhan laut.
Menhub menambahkan, dalam UU 17/2008, fungsi regulator pelabuhan maupun pemanfaatan perairan dan daratan di wilayah pelabuhan nantinya akan dilaksanakan oleh otoritas pelabuhan. Sedangkan terminologi pelabuhan khusus dan dermaga untuk kepentingan sendiri, diubah menjadi terminal khusus dan terminal untuk kepentingan sendiri. "Untuk memperjelas fungsi pengawasan terhadap pelabuhan khusus maupun terminal khusus yang dioperasikan oleh badan hukum Indonesia atau swasta."
Pada akhir pidato sambutannya, Menhub menegaskan, pengaturan mengenai kepelabuhanan dalam UU Pelayaran yang baru dimaksudkan untuk menciptakan kepelabuhan nasional yang andal, agar mampu bersaing dengan pelabuhan-pelabuhan negera lain. "Sekaligus pula untuk menjawab perkembangan global yang terjadi saat ini, menuju persaingan global penyelenggaraan pelabuhan," kata Menhub di akhir sambutannya. (DIP)