(Jakarta 23/2/2012) Menteri Perhubungan EE Mangindaan mengingatkan para Kepala Otoritas Pelabuhan (OP) dan Administrator Pelabuhan (Adpel) dan untuk waspada terhadap digunakannya pelabuhan sebagai pintu masuk peredaran obat-obat terlarang.

Untuk itu Menhub minta kepada Adpel maupun OP untuk melakukan pengawasan secara ketat dan melakukan kerjasama dengan mitra-mitra di pelabuhan, khususnya pelabuhan-pelabuhan yang di kelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT), maupun pelabuhan terbuka yang berada di pinggiran pantai seperti di kawasan Sumatera .

Selama ini peralatan untuk mendeteksi kemungkinan masuknya barang-barang terlarang seperti narkoba dan sejenisnya, hanya ada di pelabuhan-pelabuhan resmi yang memiliki volume aktivitas masyarakat cukup tinggi. Sementara itu di pelabuhan kecil yang terbuka sangat minimal fasilitasnya, bahkan di beberapa pelabuhan tidak ada petugas Bea Cukai sama sekali.

Hal ini tentunya berbeda dengan bandar udara. Meski bandara tersebut perintis dan dikelola UPT, namun hampir semua bandara memiliki alat pendeteksi barang-barang terlarang. Sedangkan di pelabuhan tidak tersedia, sehingga kelemahan inilah yang dimanfaatkan oleh mereka.

‘’Direktorat Jenderal Perhubungan Laut harus dapat mengantisipasi masuknya perederan narkotika dan barang-barang lainnya melalui pelabuhan. Kita haru tetap waspada,’’ kata Menteri Perhubungan pada pembukaan Rapat Kerja Ditjen Perhubungan Laut Kementrian Perhubungan di Jakarta, Rabu (22/2).

 Imbauan ini disampaikan oleh Mangindaan sehubungan dengan telah ditemukannya beberapa kasus penangkapan pelaku narkoba di sejumlah pelabuhan besar dan kecil seperti di Batam, Muntok dan Pelabuhan Ratu.

Sebagaimana diketahui saat ini banyak sekali narkoba yang masuk ke Indonesia dengan memanfaatkan pelabuhan-pelabuhan tradisional. Luasnya pantai di Indonesia mengakibatkan pihak kepolisian kesulitan untuk mengawasi pelabuhan-pelabuhan kecil dan terpencil.

Pengungkapan jaringan Narkoba pada 26 Januari 2012 dan pengungkapan pemasokan sabu melalui pantai Pelabuhan Ratu, Jawa Barat yang dibongkar Direkorat IV Narkotika Bareskrim Polri menjadi sebuah contoh sindikat narkoba memasok melalu pelabuhan tradisional. Mereka merupakan sindikat narkoba internasional  dari  Malaysia.  Sabu berasal dari Iran, ekstasi berasal dari Belanda, dan heavy five berasal dari Cina.

"Kita sulit melakukan pengawasan pelabuhan kecil (tradisional) lantaran pantai kita sangat luas. Pasti banyak (para pemasok) yang tidak tertangkap," ungkap Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Saud  Usman Aritonang di Jakarta Selatan, awal bulan lalu.

Menurut Saud, sindikat narkoba yang memasarkan barangnya di Indonesia sudah melakukan berbagai cara, mulai menyelundupkan melalui pelabuhan udara, memasukan narkoba ke tubuh manusia, sampai dengan membuat pabriknya langsung di Indonesia. Tetapi semua itu selalu tercium aparat, sampai akhirnya para sindikat memanfaatkan pelabuhan-pelabuhan kecil sebagai tempat untuk memasukan barangnya ke Indonesia.

Bahkan terkadang mereka melakukan transaksinya di tengah laut, dengan memanfaatkan para nelayan  kecil agar tidak dicurigai aparat. Sindikat pengedar narkoba sering memanfaatkan kondisi nelayan kecil yang umumnya berstatus sebagai masyarakat miskin untuk dijadikan perantara dalam membawa masuk narkoba ke Sumut.

Selain tidak terlalu mencurigakan aparat hukum, kalangan nelayan kecil itu bersedia menjadi kurir narkoba karena penghasilan yang didapatkan cukup menggiurkan, apalagi jika dibandingkan dengan pendapatan sebagai pencari ikan.  Razia yang dilakukan selama ini dinilai belum memberikan manfaat besar. "Mereka sudah tahu kalau akan ada razia. Apalagi mereka sudah hafal waktu-waktu razia," katanya.

Mengantisipasi peredaran dan penggunaan narkoba di sektor transportasi, Kementerian Perhubungan dan Badan Narkotika Nasional (BNN) telah menandatangani  MoU peraturan bersama Pelaksanaan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika Pada Moda Transportasi.

Kerjasama ini guna mengantisipasi penyalahgunaan dan peredaran narkotika di dalam penyelenggaraan transportasi yang berpotensi pada gangguan keselamatan, keamanan dan keselamatan transportasi, serta terlaksananya proses penegakan hukum dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika pada transportasi darat, laut, udara dan kereta api. (PR)