(Jakarta, 14/3/2013) Dengan pertumbuhan industri pelayaran baik nasional maupun di dunia, menimbulkan konsekuensi semakin banyak dibutuhkannya tenaga awak kapal. Menteri Perhubungan, EE Mangindaan meminta Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) dan diklat perhubungan lainnya untuk lebih memperbanyak mencetak Taruna Taruni (SDM) agar mampu menjawab kebutuhan tersebut.

“Saya melihat sudah waktunya STIP dan diklat-diklat yang ada untuk memperbanyak taruna taruni agar mampu menjawab kebutuhan (SDM Pelaut) yang makin lama makin besar,” jelas Menhub usai melantik perwira pelayaran STIP, di Jakarta, Kamis (14/3).

Menurut Mangindaan, sektor tranportasi menjadi salah satu sektor dengan pertumbuhan paling pesat di Indonesia saat ini dan menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Keunggulan itu nampak dari pembelian kapal oleh pemerintah dan swasta yang berimbas langsung pada kebutuhan operator kapal.

“Tidak usah jauh—jauh, tahun ini saja ada 20 kapal yang kami [pemerintah] siapkankan dan mesti ada awaknya, belum lagi kapal—kapal yang dibeli dari galangan luar negeri. Untuk itu kami ingin berupaya melipatgandakan penerimaan taruna taruni baik teknika maupun nautika,” katanya.

Saat ini, lanjut Menhub, Indonesia kekurangan sekitar 7000 SDM pelaut. “Itu hanya untuk dalam negeri saja, belum terhitung untuk kebutuhan luar negeri,”ujarnya.

Dari data yang ada, saat ini industri transportasi laut kekurangan kurang lebih 89.600 tenaga pelaut. Sedangkan di Indonesia sendiri saat ini kekurangan lebih dari 18000 tenaga pelaut tingkat perwira dan kekurangan sekitar 25000 tenaga pelaut tingkat rating.

Beberapa waktu lalu wakil Menteri Perhubungan, Bambang  Susantono telah menginstruksikan  Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan (BPSDM) segera melakukan langkah-langkah konkret dalam rangka mencetak lebih banyak pelaut dengan kualitas SDM yang baik.

“Untuk memenuhi kebutuhan pelaut, kita perlu memadatkan kurikulum pendidikan dengan melakukan akselerasi atau percepatan untuk kelulusan dari para pelaut, jadi yang tadinya lebih lama dapat kita persingkat. Namun tidak mengabaikan dari segi kualitasnya,” jelas Bambang.

Bambang menyampaikan dalam upaya meningkatkan kuantitas SDM Pelaut, tidak hanya dengan membangun gedung diklat baru atau memperbaiki fasilitas diklat tapi juga harus memperhatikan kualitas tenaga pengajar/instruktur.

Apalagi sekarang, lanjut Bambang, Indonesia telah menyatakan kesanggupannya untuk mengimplementasikan amandemen dari Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Seafarers (STCW) Manila 2010, dimana lulusan pelaut Indonesia harus memiliki standard internasional yang mengacu pada STCW Manila tersebut.

“Untuk itu kita memerlukan program pendidikan yang dapat menghasilkan pelaut tidak hanya kuantitas tapi juga kualitas,” tandas Bambang. (RDH)