(Jakarta, 17/10/2011) Pangkalan Penjaga Laut dan Pantai (PLP) Tanjung Priok selama bulan Oktober ini melakukan operasi penegakkan regulasi keselamatan berlayar pada kapal kayu yang digunakan untuk mengangkut wisatawan dari Pelabuhan Muara Angke ke Kepulauan Seribu, Jakarta. Hasilnya, tiga “kapal ojek”, sebutan kapal kayu penumpang itu yakni KM Madina, KM Raksasa dan Intan Kurnia 1 yang beroperasi tanpa Surat Persetujuan Berlayar (SPB) diamankan dan tiga nakhoda awak kapal tersebut dalam proses penyidikan.
Menurut Kepala Pangkalan PL P Tanjung Priok, Nafri , penertiban dilakukan karena selama ini pihaknya sudah melakukan pembinaan, baik dengan sosialisasi dan penetiban pada kapal-kapal yang beroperasi di perairan teluk Jakarta agar memenuhi standar keselamatan pelayaran. Namun, sejumlah kapal tetap beroperasi tanpa memenuhi persyaratan keselamatan pelayaran. Untuk itu, pihaknya bertindak tegas dengan “mengamankan” kapal-kapal tersebut.
“Karena mereka tetap berlayar tanpa surat persetujuan berlayar, akhirnya kami hentikan beroperasi, dan kami periksa nakhodanya, dalam waktu dekat akan limpahkan berkasnya ke kajaksaan karena melanggar UU Bo. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, ” ungkap Nafri di kantornya, Senin (17/10/2011).
Diakuinya, sejak bulan Pebruari sampai September 2011, pihak Pangkalan PLP Tanjung Priok sudah melakukan pembinaan melalui kegiatan sosialisasi tentang pentingnya kelaiklautan kapal dan keselamatan pelayaran dan penertiban atas kapal-kapal yang tidak memenuhi persyaratan berlayar. Bahkan dalam suatu kegiatan sosialisasi regulasi keselamatan pelayaran, pihak PLP Tanjung Priok menyertakan pejabat dari kantor Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
“Penertiban kami lakukan selama ini dengan mengarahkan kapal yang diketahui saat beroperasi tidak melengkapi dengan dokumen berlayar dan tidak memenuhi ketentuan keselamatan pelayaran, seperti penumpangnya melebihi kapasitas muat. Selama ini ( Pebruari-September) kapal tidak diamankan, hanya diarahkan untuk memenuhi persyaratan berlayar, setelah terpenuhi dipersilahkan berlayar kembali, ,” ungkapnya.
Tetapi, tambahnya, karena kami anggap sudah cukup waktu sosialisasi dan penertiban pada operator dan awak kapal ojek itu, maka ada saatnya untuk bertindak tegas, terhadap awak kapal yang tidak juga memenuhi regulasi pelayaran itu.
“Jadi kapal yang tidak memenuhi ketentuan regulasi pelayaran itu yang kami tangkap. Sebab jika ada kapal yang tidak sesuai ketentuan berlayar kami biarkan beroperasi, maka kami yang dianggap lalai melakukan pengawasan pada kapal-kapal tersebut di perairan,” ujar Nafri.
Pihak PLP Tanjung Priok melakukan prioritas pengawasan atas kapal ojek itu setiap Sabtu dan Minggu, karena padat penumpang yang akan berwisata ke pulau-pulau yang bukan dikelola pengelola resort. Pengawasan dilakukan oleh kapal patroli milik PLP Tanjung Priok dan kapal patroli milik Dinas Perhubungan DKI Jakarta, seperti pada hari Sabtu dan Minggu (15-16/10/2011) kegiatan patroli dilakukan oleh 5 kapal milik PLP tanjung Priok yakni kapal KN 207, KN 206, KN 205, KN 348 dan Alugara. Sedangkan kapal mili Dinas Perhubungan DKI yakni kapal patroli Hiu III dan Hiu IV.
“Jadi kami patroli tidak sendirian, tapi dengan aparat dari pemerintah daerah. Karena kami menyadari pentingnya koordinasi dengan aparat pemerintah daerah, dalam rangka menjaga keselamatan dan kepentingan masyarakat daerah setempat,” ungkap Nafri.
Kapal-kapal ojek itu merupakan kapal kayu berbobot sekitar 35 GT. Sebagaimana ketentuan dalam UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, setiap kapal yang berlayar harus dilengkapi dengan Surat Persetujuan Berlayar (SPB).
“Dengan penegakan aturan regulasi pelayaran, kami berusaha menyelamatkan penumpang dari risiko kecelakaan, “ ungkap Nafri.
Setiap satu kapal ojek jika padat penumpangnya mencapai 100 orang lebih, padahal kapasitasnya sebanyak 50-60 orang. Saat ini terdapat 17 kapal ojek yang beroperasi di lintasan Muara Angke-Kepulauan Seribu. (AB)