JAKARTA -Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggraaan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, bukan untuk membunuh atau memberangus keberadaan penyelenggara angkutan umum dengan apikasi berbasis informasi, tapi justru memberikan payung hukum yang lebih transparan.
Penegasan tersebut disampaikan oleh Dirjen Perhubungan Darat Pudji Hartanto di Kantor Kemenhub, Jumat (22/4), terkait dengan telah diterbitkannya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 yag telah diundangkan mulai 1 April 2016 lalu.
Pudji menjelaskan bahwa landasan yang digunakan untuk penerbitan Permenhub 32 Tahun 2016 ini adalah UU Lalu Lintas No 22 Tahun 2009. Dalam BAB I mengenai Ketentuan Umum Pasal 10 menyebutkan Kendaraan bermotor umum adalah setiap kendaraan kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/ atau orang dengan dipungut bayaran.
Sementara itu mengenai pengemudinya, pada Pasal 77 (1) disebutkan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan. Pada pasal 2b disebutkan, Surat Izin Mengemudi dimaksud adalah SIM kendaraan bermotor umum.
Mengenai tarif, dalam UU Lalu Lintas jelas diatur sebagaimana dalam Pasal 183 (1) disebutkan, Tarif penumpang untuk angkutan orang tidak dalam trayek dengan menggunakan taksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 151 huruf a, ditetapkan oleh Perusahaan Angkutan Umum atas persetujuan Pemerintah sesuai dengan kewenangan masing-masing berdasarkan standar pelayanan minimal yang di tetapkan. ‘’Jadi tarifnya boleh di tetapkan oleh perusahaan, tapi atas persetujuan pemerintah,’’ tegas Pudji
Dalam Permenhub 32 Tahun 2016 ini juga mengatur, perusahaan angkutan umum tidak dalam trayek wajib mempunyai izin yang dikenakan PNBP, perusahaan harus berbadan hukum Indonesia.
Adapun untuk memperoleh izin adalah, minimal memiliki 5 kendaraan yang dibutikan dengan STNK atas nama perusahaan, memiliki pool, memiliki fasilitas perawatan kendaraan yang dibuktikan dengan dokumen kepemilikan atau perjanjian kerjasama dengan pihak lain, memperkerjakan pengemudi dengan SIM Umum sesuai dengan golongan kendaraan serta persyaratan administrasi lainnya berupa akte pendirian, bukti pengesahan sebagai badan hukum.
Pudji lebih lanjut merinci, apabila saat ini kendaraan yang dimiliki berplat Hitam karena masih milik pribadi, maka STNK harus di ubah menjadi milik perusahaan sesuai dengan akte pendirian. ‘’Lho berarti kan harus balik nama dan ganti STNK, harus keluar biaya lagi ? Ya kalau mau berbisnis, mengeluarkan modal lah,’’ jelas Pudji.
Mengenai kewajiban memiliki pool sebagaimana tertuang dalam Kemenhub 32 Tahun 2016, menurut Pudji, perusahaan yang armadanya masih sedikit, boleh bekerjasama dengan tetangga yang menyewakan lahannya sebagai garasi, yang diketahui oleh Ketua RT/RW setempat. ‘’Maksudnya jangan sampai armadanya disimpan di pinggir jalan yang dapat mengganggu warga setempat,’’ paparnya.
Demikian halnya dengan kewajiban memiliki bengkel, perusahaan dapat bekerjasama dengan bengkel resmi. Misalnya, armadanya Toyota Avanza¸maka harus dilengkapi dengan surat perjanjian kerjasama dengan bengkel Toyota Astra Motor, Auto 2000 atau bengkel resmi. Ini untuk menjamin bahwa kendaraan yang dioperasikan terawat dengan baik, mengingat kendaraan tersebut digunakan untuk mengangkut orang.
Dalam operasionalnya, perusahaan angkutan umum dapat mengunakan aplikasi berbasis teknologi informasi baik yang dilakukan secara mandiri atau bekerjasama dengan perusahaan penyedia jasa aplikasi yang berbadan hukum. Perusahaan penyedia jasa aplikasi informasi yang memberikan layanan reservasi ankutan umum, harus bekerjasama dengan perusahaan angkutan umum yang telah memiliki izin penyelenggara angkutan, dilarang sebagai penyelenggara angkutan umum seperti menetapkan tarif dan memungut bayaran, merekrut pegemudi dan mementukan besaran penghasilan pengemudi.
Dalam rangka mengawasan perusahaan penyedia aplikasi harus melaporkan profil perusahaan, memberikan akses monitoring operasaional pelayanan, data perusahaan yang bekerjasama, data kendaraan dan pengemudi serta layanan pelanggan berupa nomor telpon, email dan alamat perusahaan kepada Dirjen Perhubungan Darat. (JO)