(Solo, 24/01/11) Pemerintah berupaya melakukan pembenahan transportasi di perkotaan dengan kebijakan yang disebut sebagai pull and push policy. Demikian dikatakan Wakil Menteri Perhubungan, Bambang Susantono kepada pers usai menyaksikan penandatanganan kerjasama sistem transportasi antarmoda yang terintegrasi oleh Pemerintah Kota Solo, Pemprov DIY, PT. KAI dan PT. BNI 46 di Rumah Dinas Walikota Solo, Senin, (24/1/2011).

“Untuk membenahi transportasi perkotaan kita punya push and pull policy. Satu adalah membuat daya tarik (pull policy). Pull itu daya tarik dari angkutan umum agar mampu menarik mereka yang memakai kendaraan pribadi untuk menggunakan kendaraan umum. Sedangkan push policy adalah bagaimana caranya mereka yang menggunakan kendaraan itu benar-benar merasakan kendaraan pribadi ini membayar sesuai dengan apa yang dilakukan. Artinya mereka harus aware terhadap semua dampak yang ditimbulkan kalau mereka menggunakan kendaraan pribadi,” jelas Wamenhub.

Wamenhub melanjutkan, perjanjian kerjasama integrasi antarmoda yang dilakukan antar intansi hari ini merupakan penjabaran dari kebijakan pull policy, yaitu agar angkutan umum mampu menarik masyarakat yang memakai kendaraan pribadi untuk menggunakan kendaraan umum.

Lebih lanjut Wamenhub menjelaskan bahwa integrasi ada 3 (tiga) hal. Yang pertama adalah Integrasi secara fisik. Contoh wujud implementasi adalah menciptakan integrasi infrastruktur agar orang dengan mudah, dengan aman, dengan nyaman dapat berpindah, misalnya dari satu stasiun ke stasiun lain. “Kita akan lihat di lapangan bagaimana misalnya koneksi antara kereta api dengan bus, kereta api dengan bandara, di Maguwo. Itu semua kita lakukan untuk mempermudah integrasi fisik,” kata Wamenhub.

Integrasi yang kedua, menurut Wamenhub adalah integrasi jadwal. Wamenhub menyatakan, masyarakat pada prinsipnya mau naik angkutan umum kalau jadwalnya pasti. Masyarakat melakukan kalkulasi terhadap kepastian perjalanan. Tanpa itu, orang akan lebih memilih naik motor atau mobil pribadi, supaya dirinya dapat mengontrol perjalanannya sesuai dengan yang diinginkan. “Integrasi Ini adalah kepastian-kepastian waktu. Katakanlah Pak Wali tadi cerita kalau di solo ini nantinya. Bus-bus trans Batik Solo mempunyai priority signal. Jadi kalau dia di lampu merah dia akan hijau. Ini akan memastikan jarak tempuh atau waktu tempuhnya. Dengan itu orang akan bisa melakukan kalkulasi. Demikian juga misalnya kalau di haltenya diberikan tanda bahwa untuk bus selanjutnya akan datang dalam berapa menit lagi. Orang bisa mengkalkulasi,  oh saya naik apa enaknya, Berapa menit lagi saya akan sampai. Integrasi yang kedua adalah dengan waktu atau schedule,” kata Wamenhub.

Selanjutnya Wamenhub menyatakan bahwa integrasi yang ketiga adalah integrasi dengan tiket atau ticketing system.  Wamenhub menjelaskan, contoh integrasi tiket ini adalah kesepakatan kerjasama yang dilakukan hari ini untuk moda kereta api dan bus (Trans Batik Solo). “Ini sebetulnya bisa dikembangkan luar biasa. Misalnya dikembangkan dengan kartu tanda mahasiswa. Itu bisa saja nanti, dan itu luar biasa efeknya karena kita tahu mahasiswa di Jogja dan di solo ini luar biasa jumlahnya. Makanya dari Banking juga bisa melihat ini sebagai peluang consumer. Karena ini luar biasa potensial marketnya,” jelas Wamenhub.

Wamenhub menyatakan, dengan adanya ketiga integrasi ini diharapkan akan terhimpun pull factor, sehingga angkutan umum ini bisa menarik masyarakat yang biasa naik kendaraan pribadi. Sebagai hasil akhirnya adalah terwujudnya sistem transportasi massal sebagai upaya pembenahan transportasi perkotaan. (YFA)