(Jakarta, 25/02/10) Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Tundjung Inderawan menegaskan tidak menutup kemungkinan untuk memidanakan pegawai PT Kereta Api Balai Yasa Manggarai yang kedapatan melakukan pelanggaran terhadap UU No 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Yaitu memaksakan diri turun dari rangkaian KRL AC dari arah Bogor dan Depok melalui kabin masinis yang berhenti di petak persinyalan sebelum Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan.

Tundjung mengaku, pihaknya telah memegang bukti untuk merealisasikan upaya hukum tersebut berdasarkan inspeksi mendadak yang dilakukan timnya pada  22 Februari 2010 lalu. Bukti-bukti tersebut antara lain berupa sejumlah foto yang memuat aksi tersebut berikut para pelakunya, lengkap dengan catatan waktu kejadian pelanggaran.

”Kita (Ditjen KA) tidak akan main-main. Apalagi pelanggaran ini dilakukan ketika kita sedang gencar mensosialisasikan keselamatan kepada masyarakat umum para pengguna angkutan KA. Saya miris, karena bukan hanya satu-dua orang yang melakukan pelanggaran itu. Tetapi hingga puluhan orang, dan mereka itu yang semestinya memberikan contoh dan menjadi tauladan bagi masyarakat tentang penerapan keselamatan saat menumpang KA. Kita sibuk minta penumpang untuk naik di tempat yang diizinkan dan turun di tempat yang telah ditentukan, eh mereka malah ngasih contoh yang nggak bener,” ungkap Tundjung di Jakarta, Kamis (25/2).

Menurut Tundjung, puluhan pegawai PT KA di Balai Yasa Manggarai tersebut bisa dikenakan Pasal 207 UU Perkeretaapian No 23 Tahun 2007. Pasal tersebut mengatakan:

”Setiap orang yang tanpa hak berada di dalam kabin masinis, di atap kereta, di lokomotif, di gerbong, atau di bagian kereta yang peruntukannya bukan untuk penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 183 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan dan/ atau pidana denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).”

Namun, Tundjung menambahkan, sebagai langkah awal sebelum upaya hukum yang mengarah pada penuntutan pidana tersebut dilakukan, pihaknya telah mengeluarkan surat teguran keras baik kepada jajaran direksi PT KA maupun pimpinan Balai Yasa Manggarai. Kepada kedua institusi tersebut, Tundjung meminta agar para pegawai yang telah jelas-jelas terbukti melakukan pelanggaran agar dibina supaya tidak mengulang kembali aksi yang mencoreng nama baik PT KA dan Kementerian Perhubungan tersebut.

”Untuk tahap awal, sanksi teguran keras itu saya pikir cukup. Tetapi kalau masih kita temui hal serupa di kemudian hari, saya tidak akan segan untuk langsung memidanakan mereka. Jadi, jangan mentang-mentang pegawai PT KA, lantas bisa seenaknya untuk tidak menaati aturan. Apa kata penumpang umum kalau hal seperti ini dibiarkan?” tegas Tundjung.

Dalam sidak yang dipimpin Direktur Keselamatan dan Teknik Sarana Ditjen Perkeretapian Kemenhub Hermanto Dwiatmoko saat itu, tampak seratusan pegawai Balai Yasa Manggarai tanpa rasa bersalah menuruni rangkaian KRL AC dari arah Bogor dan Depok melalui kabin masinis. Parahnya, KRL yang mereka tumpangi itu berhenti di petak persinyalan sebelum Stasiun Manggarai tepat ketika lampu sinyal berwarna hijau, atau berstatus KA dilarang berhenti.

Berdasarkan catatan, aksi ”turun paksa” itu dilakukan pada kurun waktu antara pukul 06.00-08.00 WIB, atau tepat saat jam-jam padat. Diduga, aksi ini telah berlangsung sejak lama dan menjadi kebiasaan. Misalnya, pada pukul 06.45, sekitar 30 pegawai Balai Yasa turun dari kabin masinis bagian belakang KRL yang berhenti karena tertahan sinyal masuk Stasiun Manggarai. Lokasi berhenti KRL tersebut berjarak sekitar 800-900 meter Stasiun Manggarai, atau tidak seberapa jauh dari Balai Yasa.

Kemudian pada pukul 07.00 WIB, ketika sinyal berwarna hijau, KRL berbeda berhenti mendadak untuk menurunkan seorang pegawai wanita Balai Yasa di lokasi yang sama. Selanjutnya, pada 07.30 WIB, kembali rombongan pegawai Balai Yasa yang berjumlah sekitar 30-an orang, kembali turun dari kabin masinis bagian belakang KRL yang sedang berhenti karena tertahan sinyal masuk Stasiun Manggarai.

 "Tidak hanya pada saat sinyal merah dan kereta berhenti. Tetapi pada saat sinyal hijau, kereta dipaksa berhenti untuk memberikan kesempatan mereka turun.  Ini kan gila. Bisa saja akibat itu terjadi tabrakan dari belakang oleh kereta lainnya,” pungkas Tundjung. (DIP)