(Jakarta, 16/7/09) Departemen Perhubungan menolak untuk mencabut izin singgah KM Kelud milik PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) ke Batam. Alasannya, pencabutan tersebut akan berpotensi merugikan masyarakat pengguna angkutan laut di wilayah tersebut.



Dirjen Perhubungan Laut Dephub Sunaryo mengatakan, penolakan tersebut sebagai respons atas permintaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Departemen Keuangan. Pihak Bea dan Cukai mengatakan bahwa  KM Kelud selama ini menjadi media penyelundupan barang-barang asal Singapura menuju Tanjung Priok, Jakarta, dan pelabuhan lain



"Kalau KM Kelud dilarang singgah ke Batam, masyarakat yang akan dirugikan. Tidak ada alasan pembenar KM Kelud tidak boleh singgah di satu titik hanya karena hal-hal sepele yang mengorbankan masyarakat. Kalau itu dilakukan, ini namanya diskriminasi. Karena masalah bukan pada kapalnya," katanya dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (15/7).



Sunaryo menjelaskan, pihaknya tetap mengizinkan KM Kelud singgah di Pelabuhan Batam, Kepulauan Riau (Kepri). Karena status pelayanan yang diberikan kapal tersebut kepada masyarakat, terutama golongan menengah ke bawah, merupakan amanat pemerintah dalam menjalankan rute perintis.



Bila KM Kelud diduga sebagai tempat penyelundupan barang impor, Sunaryo meminta aparat terkait bekerja lebih keras untuk mencegah penyelundupan itu. Di mana, menurutnya, upaya pencegahan penyelundupan tersebut merupakan kewenangan dan tanggung jwab Bea dan Cukai yang memiliki aparat dan perangkat di lapangan.



Selama ini, katanya, banyak faktor yang memicu terjadinya penyelundupan dan tidak serta merta kapalnya yang dilarang masuk ke Batam. “Kalau di lapangan masih terjadi penyelundupan, perlu dicari akar masalahnya. Kemudian dicarikan solusi yang paling tepat. Bukan kapalnya yang harus dihilangkan. Ini salah besar,” ujarnya.



Seharusnya, menurut dia, Bea Cukai dapat meminta bantuan pihak lain seperti TNI-AL, Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) serta Polri untuk mencegah penyelundupan. "Mereka itu bisa diberdayakan, jangan buru-buru mencabut izin rute satu kapal tertentu. Jadi, mari selesaikan masalah tanpa membuat masalah baru. Prinsipnya, masyarakat punya hak untuk mendapatkan pelayanan transportasi, dan pemerintah punya kewajiban menyediakan sarana transportasi,” jelas Sunaryo.



Izin singgah KM Kelud selama ini ditentukan bersama oleh Dephub dengan Komisi V DPR karena menyangkut pengucuran dana subsidi public service obligation (PSO) untuk penumpang kapal kelas ekonomi. “Jadi izin rute itu bisa dicabut hanya oleh instansi yang memberikannya. Instansi lain bisa saja usul, tapi kewenangan akhir tetap di Dephub,” terang Sunaryo.



Ditjen Bea dan Cukai meminta Departemen Perhubungan melarang kapal penumpang KM Kelud yang dioperasikan PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) untuk bersandar di pelabuhan yang tidak memenuhi persyaratan ISPS Code. Dirjen Bea dan Cukai Anwar Suprijadi mengatakan permintaan itu disampaikannya karena banyak barang selundupan diangkut dari pelabuhan di Batam yang tidak memenuhi standar internasional keamanan kapal dan pelabuhan tersebut.



Menurutnya, apabila Dephub mampu menertibkan KM Kelud, layanan kapal penumpang rute Batam-Pelabuhan Tanjung Priok tidak perlu ditutup. Namun, apabila tidak bisa melakukan penertiban, Dephub harus mempertimbangkan untuk menghapus rute KM Kelud itu.



“Intinya, kami minta KM Kelud ditertibkan, kalau tidak [kapal itu harus bersandar] di pelabuhan yang sudah memenuhi ISPS Code,” ujarnya. Dia mengatakan banyak pelabuhan di Batam yang pengamanannya belum bisa memisahkan antara barang ekspor dan impor.



“Masih banyak pelabuhan di Batam yang tidak memenuhi ISPS Code, seperti pelanggaran daerah steril dan tidak ada pemisahan area antara barang ekspor dan impor. Kalau nantinya mau dibangun dermaga khusus penumpang, saya rasa tidak masalah,” katanya.



Ditjen Bea dan Cukai sudah mengirimkan surat ke Dephub terkait dengan maraknya penyelundupan barang melalui kapal penumpang di rute Batam ke Tanjung Priok. Salah satu isi surat itu adalah usulan untuk menghapus rute kapal penumpang Batam-Tanjung Priok.



Beberapa waktu sebelumnya, Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal juga menyampaikan penolakan atas keinginan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menghapus rute jalur kapal laut dari Batam. "Menurut saya tidak bisa rutenya yang dihilangkan. Kapal Pelni dari Batam ke Tanjung Priok harus selalu ada," katanya belum lama ini.



Menurut Menhub, yang benar mengatasi penyelundupan itu adalah dengan mereduksi pelakunya, sehingga ke depan diperlukan koordinasi antara Bea dan Cukai serta Departemen Perhubungan untuk melakukan tindakan. "Jadi bukan malah menghilangkan kapalnya," ujar dia.



Pemberantasan penyelundupan tersebut juga bisa dilakukan dengan membuat dermaga khusus penumpang di Pelabuhan Batam. Tujuannya menyaring penumpang sekaligus mendeteksi apakah barang bawaan mereka untuk diselundupkan atau tidak. Sementara ini, kata Menhub cukup dengan cara melapor ke petugas kepolisian di Tanjung Priok. "Sampai di Tanjung Priok, pelakunya baru ditangkap," katanya.



Menhub meminta, status Batam sebagai Free Trade Zone (FTZ) atau Zona Perdagangan Bebas juga harus dipahami. Sebab, Administrator Pelabuhan dan Bea Cukai pada zona tersebut sudah dibekali standar operasi pencegahan penyelundupan. "Selain itu, Departemen Perhubungan juga sudah menetapkan pelabuhan bebas di Bintan, Batam dan Karimun," jelasnya.



Apalagi, lanjut Menhub, selama ini kapal penumpang Pelni telah biasa menjalani rute dari Batam ke Tanjung Priok. Dan, di negara lain yang juga memiliki Zona Perdagangan Bebas, tidak pernah lagi menyebut-nyebut adanya persoalan penyelundupan. "Jadi tidak perlu diributkan, yang perlu dilaksanakan adalah membuat sistem pengawasan lebih baik," tegasnya. (DIP)