(Jakarta, 25/2/2011) Sebagai negara kepulauan dan maritim, Indonesia hingga saat ini masih belum banyak memiliki pakar di bidang pelayaran. Pendidikan pelayaran yang ada selama ini masih terkonsentrasi untuk memenuhi kebutuhan pelaut.Hal tersebut menginspirasi Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta, Yan Risuandi untuk menjadikan sekolah pelayaran sebagai tempat mencetak pakar di bidang pelayaran.

Yan mengemukakan, dalam Undang-Undang Pelayaran No.17 tahun 2008, terdapat empat pilar pelayaran yakni terkait angkutan perairan, kepelabuhan keselamatan pelayaran, dan perlindungan maritim, jadi harus ada yang expert di bidang tersebut.
“Perguruan tinggi belum ada yang konsen mencetak pakar pelayaran, kalau ke arah bisnisnya memang sudah ada,” jelas Yan di sela-sela acara Dies Natalis ke-54 STIP Jakarta, Jumat (25/2).

Selama ini, lanjut Yan konsentrasi lebih banyak kepada penyediaan sumber daya manusia (SDM) untuk pelayaran, namun pakar di bidang tersebut masih sangat minim.

Dia juga menambahkan bahwa dari tiga jurusan yang dapat dipilih taruna-taruni STIP, 80 persen jurusan nautika yang menjadi pilihannya. Jurusan yang mencetak nahkoda ini akan banyak memberikan peluang kerja bagi mereka. Sisanya memilih jurusan lainnya yakni teknik engenering dan ketatalaksanaan angkutan laut dan kepelabuhanan.

Yan juga menyinggung minimnya peran serta perusahaan pelayaran nasional dalam mensponsori taruna-taruni untuk kemudian dijadikan karyawan. “Selama ini justru banyak didukung oleh perusahaan asing. Bahkan ada taruna kami yang baru saja masuk sudah diikat oleh mereka untuk dijadikan karyawannya setelah lulus dari STIP,” ujarnya.

Minimnya jumlah taruni di STIP juga menjadi perhatian, namun menurut Yan peluang untuk di pelayaran masih sangat kecil mengingat perusahaan pelayaran lebih banyak memilih laki-laki dibandingkan perempuan, kecuali untuk administrasi di kantor-kantor.
Apalagi, bila melihat dari kebutuhan dunia yang hingga 2012 nanti berdasarkan data dari IMO, kebutuhan pelaut mencapai 83.400 orang sehingga sangat dibutuhkan taruna-taruni yang tertarik untuk belajar di STIP.

“Minat dari tahun ke tahun memang meningkat, namun jumlahnya masih cukup minim dibandingkan jumlah kebutuhan pelaut. khusus di STIP Jakarta hanya bisa menerima 500 orang setiap tahunnya,” imbuh Yan. (CHAN)