(Jakarta, 22/4/2010) Kualitas SDM khususnya sub sektor perhubungan udara harus ditingkatkan dengan perkembangan terkini agar penyelenggaraan operasional penerbangan dan pelayanan transportasi udara yang mengacu pada safety, security, services, dan compliance dapat terpenuhi. Demikian diungkapkan Menteri Perhubungan Freddy Numberi pada acara Seminar Sehari Aviation Human Resources Enhancement Facing Asean Open Sky di Hotel Mercure, Ancol Jakarta Kamis (22/4).

Peningkatan kualitas SDM tersebut diperlukan untuk menghadapi dampak dari diberlakukannya beberapa kawasan kerjasama ekonomi regional diantaranya adalah AFTA dan APEC yang telah diberlakukan tahun 2010 ini dan AOS (Asean Open Sky) yang dicanangkan pada tahun 2015. Menhub menjelaskan, keadaan ini harus diantisipasi oleh berbagai segmen usaha di Indonesia, termasuk usaha jasa transportasi udara sehingga kebijakan pemerintah khususnya yang terkait dengan upaya pemberdayaan masyarakat dapat berjalan secara optimal.

Diperlukan langkah-langkah nyata, berjenjang, dan berkelanjutan dari semua pihak untuk peningkatan kualitas SDM.  “Dalam mempersiapkan SDM yang profesional dan penuh dedikasi perlu dilakukan langkah-langkah nyata dari semua pihak, mulai dari sistem rekruitmen serta pendidikan dan pelatihan termasuk pengulangan kembali training (recurrent training) bagi para tenaga teknik, operasi dan manajemen atau administrasi,” jelas Menhub. Klasifikasi keahlian,  tour of duty dan persertifikasian (rating and license) serta penerapan pola karir yang disesuaikan dengan job analysis dan kompetensi juga diperlukan dalam peningkatan kualitas SDM tersebut.

Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dapat menjadikan kelompok CASO (Company Aviation Safety Officer) yang umumnya terdiri dari individu penerbangan yang cukup berpengalaman sebagai kelompok mitra kerja. “ Sehingga dapat melakukan knowledge sharing dan cross controlling untuk mencapi keseragaman persepsi serta menegakkan rambu-rambu dalam mewujudkan keselamatan penerbangan secara terpadu.

Timeline Menuju Green Energy Harus Jelas

Pada kesempatan yang sama, Menhub juga menyatakan timeline untuk penetapan ketentuan green economy atau green energy di penerbangan udara nasional harus disusun. Kajian-kajian mengenai ketentuan green energy tersebut harus dimulai sehingga suatu saat ada timeline yang jelas untuk dilaksanakan karena ketentuan ini juga berlaku di angkutan laut.

Dunia penerbangan Eropa sudah menetapkan 5% blend untuk penggunaan bahan bakarnya sedangkan IATA (International Air Transport Association) menetapkan penerbangan seluruh dunia pada tahun 2017 untuk menggunakan 10% blend.  

Timeline-nya harus ada. Kalau kita tidak menuju ke sana nanti kita yang tertinggal,” jelas Menhub.  Apabila Indonesia tidak mematuhi ketentuan tersebut, akan ada kesulitan, misalnya pelarangan terbang ke suatu negara dari IATA karena pesawat nasional tidak menggunakan blend energy.  Menhub menjelaskan, IATA berhak melakukan pelarangan tersebut karena mereka mempunyai otoritas.

Oleh karena itu, Menhub mengingatkan bahwa Kementerian Perhubungan melalui direktorat yang ada, Badan Diklat, Badan Litbang agar dapat mengajak kerja sama para operator untuk ikut menyadari bahwa cepat atau lambat kita memerlukan green energy. “Hal tersebut memerlukan sosialisasi untuk kita semua bagaimana mengajak semua stakeholder memahami hal tersebut karena itu tidak mudah,” ujar Menhub.

Seminar yang diprakarsai oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Udara Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kementerian Perhubungan ini juga dihadiri Direktur Jenderal Perhubungan Udara Herry Bhakti, Kepala Badiklat Dedi Darmawan, Kapusdiklat Udara M. Fuschad, para kepala instansi di lingkungan Kementerian Perhubungan, serta jajaran dan operator penerbangan. (RY)