(Jakarta, 8/2/2012) Dalam rangka penguatan konektivitas nasional yang tertuang dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) di 6 koridor, dibutuhkan 117 triliun rupiah untuk mengembangkan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia.

Indonesia memiliki ratusan pelabuhan, tetapi akan dipilih pelabuhan mana yang dapat menjadi lokomotif atau gateway di setiap koridor-koridor tersebut. Demikian disampaikan Wakil Menteri Perhubungan, Bambang Susantono saat membuka diskusi yang diselenggarakan Forum Wartawan Maritim di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa (7/2/).

Indonesia memiliki 111 pelabuhan komersial, 614 pelabuhan non komersial, 472 terminal khusus dan 721 terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS).

Bambang menjelaskan, bahwa pemerintah akan melakukan regrouping atau pengelompokkan untuk mengetahui mana pelabuhan yang berkembang dan yang tidak berkembang. Jika dilihat ada pelabuhan yang tidak berkembang maka pemerintah bisa tawarkan kepada pihak siapapun yang mampu mengembangkannya.

Dalam hal penyediaan infrastruktur transportasi terkait dengan  pengembangan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia yang menelan biaya sebesar 117 triliun tersebut, menurut Bambang tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah saja. Bisa saja diinvestasikan dengan melibatkan badan usaha baik itu badan usaha negara, daerah maupun swasta.

“Ketiga badan usaha tersebut berkedudukan sama, sehingga ketiganya mempunya posisi yang sama untuk bisa mengelola pelabuhan-pelabuhan kita,” ujar Bambang.

Bambang melanjutkan, dalam wujud keterlibatan ketiga bada usaha tersebut, ada tiga jenis skema pendanaan yang disiapkan Pemerintah,  yang pertama jika yang akan dibangun adalah jenis pelabuhan kepentingan sendiri (prsarana khusus)  maka kita akan sederhanakan perizinannya.

“Untuk pelabuhan yang bersifat khusus, Kementerian Perhubungan tengah membangun pelayanan satu atap, targetnya 2013 tercapai agar proses perizinan dapat disederhanakan,” jelasnya.
Yang kedua, untuk pelabuhan di dalam kawasan ekonomi khusus (KEK), maka perizinannya dapat dilakukan dengan dewan kawasan yang mengelola ekonomi khusus itu.

Yang ketiga adalah melaui Public Private Partnership (PPP) yang prosedurnya melalui pelelangan.
“Untuk infrastruktur publik yang bisa memberikan pengembalian (cost recovery) itu ada dua cara, yaitu melalui PPP dan tidak menutup kemungkinan melalui penugasan khusus kepada BUMN, “ ucapnya.

Contoh penugasan khusus tersebut menurutnya  sudah pernah dilakukan yaitu penugasan khsusus kepada PT. KAI untuk membangun kereta api bandara. Dan dalam waktu dekat akan ada penugasan khusus kepada BUMN untuk pembangunan pelabuhan kalibaru.

Hal tersebut dilakukan karena dalam pembangunan infrastruktur, pemerintah memiliki target-target yang harus dicapai dalam waktu tertentu, sehingga perlu dilakukan segala upaya dengan tetap menjaga kerangka regulasi sehingga dapat terlaksana sesuai target waktu tersebut. “Penugasan khusus tersebut dapat dilakukan melalui Perpres,”  tandasnya. (RDH)