(Jakarta,3/2/2010) Ancaman akan terjadinya kemacetan di kota-kota besar di Indonesia, menyusul tingginya populasi kendaraan pribadi setiap tahun, tidak akan benar-benar terjadi jika terobosan manajemen pengelolaan sistem transportasi yang baik bisa dilakukan. Salah satunya adalah menyiapkan angkutan massal yang dapat diandalkan dan mampu menekan pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi di jalan raya.
 
"Kemacetan total di kota-kota besar seperti di Bandung, Surabaya, Medan, Makassar, atau Semarang, seperti yang terjadi di Jabodetabek saat ini, memang akan terjadi kalau kita do nothing (tidak berbuat apa-apa). Karena itu, sesuai amanat UU (UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), kita harus sediakan angkutan umum. Untuk kota-kota yang tidak memiliki jalur kereta api, angkutan umum berbasis bus adalah yang paling tepat. BRT (Bus Rapid Transit) jawabannya,” ungkap Wamenhub di Jakarta, Rabu (3/2).
 
Pernyataan tersebut dilontarkan Wamenhub sebagai tanggapan atas prediksi sebuah lembaga pemerhati transportasi di Jakarta, yang menyatakan bahwa pada kurun 2015 hingga 2025 mendatang, kelima kota besar itu akan sama seperti Jabodetabek saat ini jika pemerintah tidak membuat kebijakan yang signifikan di sektor angkutan umum.
 
”Tetapi kita (pemerintah) tidak akan diam,” tegas Wamenhub lagi.
 
Saat ini, jelasnya, Kementerian Perhubungan sedang membuat cetak biru seluruh transportasi, termasuk untuk moda angkutan darat yang terkonsentrasi pada pemaksimalan angkutan perkotaan. Terkait hal ini, Kementerian Perhubungan akan mengundang Kementerian Pekerjaan Umum untuk membahas ruas jalan nasional mana saja yang bisa digunakan untuk proyek BRT.
 
"Akan dilakukan harmonisasi apakah jalan nasional bisa digunakan untuk busway. Karena menurut kami, mix line (penggabungan ruas jalan) bisa dilakukan di beberapa ruas jalan nasional. Seperti misalnya di Jogjakarta yang tidak memerlukan jalur khusus. Tapi untuk proyek BRT yang baru, akan diupayakan membuat jalur tersendiri. Proyek ini penting untuk mengatasi kemacetan, khususnya untuk daerah yang tidak punya infrastruktur kereta api. Sementara untuk yang sudah punya, kita akan tingkatkan intermodanya," jelasnya.
 
Pemberian Bus Bantuan untuk Stimulan
 
Kemudian, menanggapi kritikan yang juga disampaikan lembaga yang sama terkait pemberian bantuan bus operasional ke sejumlah pemerintah daerah akhir pekan lalu, Wamenhub mengatakan bahwa pemberian bus tersebut adalah untuk menstimulasi pemerintah daerah dalam merealisasikan angkutan perkotaan yang memadai.
 
”Pemberian bus begitu saja memang tidak mendidik. Tetapi bus bantuan ini untuk menstimulan. Kita minta komitmen pemerintah daerah untuk mengembangkannya. Karena itu, saya sudah meminta Ditjen Perhubungan Darat untuk mengevaluasi penggunaannya secara berkala, dan bikin raport tahunan. Mana yang tidak mengembangkan, akan kita hentikan,” jelasnya.
 
Menurutnya, saat ini sudah ada sejumlah kepala daerah yang telah menyatakan komitmen untuk meneruskan dan mengembangkan bantuan yang diberi itu. ”Salah satunya Walikota Solo. Dia kita kasih lima unit, janji akan kembangkan jadi 20 unit. Ini bagus, sesuai dengan apa yang kita harapkan,mudah-mudahan bisa terealisasi,” pungkas Wamenhub.
 
Terpisah, Direktur Bina Sistem Transportasi Perkotaan Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Elly Sinaga menargetkan program BRT bisa dilaksanakan mulai tahun ini. "Kalau dihitung, biaya pembangunan jalur KA untuk setiap kilometer mencapai Rp1 triliun. Biaya itu bisa untuk membangun 100 km jalur BRT. Kami sedang persiapkan peraturan pemerintah agar setiap kota besar memiliki BRT," kata Elly.
 
Melalui peraturan pemerintah itu, Kementerian Perhubungan mengupayakan agar jalur khusus BRT bisa dikategorikan sebagai jalan nasional sehingga dana pembangunan bisa diambil dari dana Kementerian PU.
 
Kementerian Perhubungan berencana membangun jalur BRT di kota yang memiliki jumlah penduduk minimal 500.000 jiwa. Sehingga bisa menekan ongkos transportasi dari sekitar 30 persen menjadi 15 persen dari penghasilan per bulan.
 
"Seperti yang terjadi di Surabaya saat ini. Pemprov Jawa Timur sudah membangun jalur khusus BRT dengan dana sendiri, tetapi oleh PU tidak diizinkan untuk digunakan karena dinilai mengganggu jalan arteri di sebelahnya," paparnya (DIP)