(Jakarta, 5/8/2012) Badan Pendidikan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Perhubungan hanya mempunyai waktu sekitar 5 bulan untuk menyelesaikan kurikulum untuk pendidikan kepelautan sebagaimana yang disepakati dalam Amandemen Manila.

‘’BPSDM secara terus menerus membuat kurikulum baru para siswa-siswi dan taruna kepelautan, sehingga pada waktunya kurikulum ini sudah bisa diterapkan di seluruh sekolah-sekolah pelayaran yang ada di Indonesia,’’ kata Kepala BPSDM Kementerian Perhubungan, Capt Bobby R Mamahit di Jakarta akhir pekan lalu.

Untuk itu, tim dari BPSDM dan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut terus melakukan koordinasi untuk membuat modul-modul pengajaran pendidikan kepelautan yang memenuhi ketentuan Amandemen Manila. ‘’Kita terus bekerja cepat untuk menyelesaikan modul-modul ini supaya dapat digunakan tepat pada waktunya untuk kemudian segera di terapkan,’’ kata Bobby.

Untuk diketahui, amandemen Manila ini mulai diterapkan pada 1 Januari 2017. Artinya seluruh ijazah para pelaut seluruh dunia sudah mengacu pada ketentuan yang di tetapkan oleh International Maritime Organization (IMO). Kelulusan yang tidak sesuai dengan ketentuan IMO konsekuensinya tidak boleh bekerja di perusahaan pelayaran manapun di seluruh dunia.

Untuk itulah pemerintah telah memutuskan, mulai 1 Januari 2013 atau 4 tahun sebelum ketentuan tersebut diberlakukan, mulai menerapkan sistem pendidikan kepelautan yang mengacu kepada ketentuan Amandemen Manila tadi. ‘’Kalau kita mulai tahun 2013, setelah menempuh pendidikan selama empat tahun, mereka sudah bisa langsung menyesuaikan dengan ketentuan yang baru,’’ jelas Bobby.

Saat bertemu dengan Sekretariat Jenderal IMO Koji Sekimizu di Jakarta akhir pekan lalu, Bobby sempat menyinggung masalah tersebut.

Koji menyatakan apresiasinya kepada pemerintah Indonesia yang banyak memasok kebutuhan pelaut dunia. Saat ini kebutuhan pelaut dunia sekitar 200.000 orang, dan Indonesi mampu memasok sekitar 2.000 pelaut dan akan bertambah menjadi sekitar 3000 pelaut pada tahun 2014 nanti.

Dengan jumlah tersebut, Indonesia menjadi negara nomer 4 di dunia sebagai pemasok tenaga pelaut.  ‘’Kalau kita bisa memasok 3000 pelaut setiap tahunnya, itu berarti diatas yang mereka minta yaitu 2000 pelaut per tahun,’’ jelas Bobby. (JO)