Pada penerbangan tersebut Pilot in Command (PIC) berfungsi sebagai pilot yang menerbangkan pesawat (pilot flying), dan copilot berfungsi sebagai pilot yang membantu (support/monitoring pilot).

PIC berniat akan melakukan pendaratan dengan fasilitas ILS (Instrument Landing System) di landas pacu 09 Yogyakarta. Hal ini telah dikomunikasikan kepada copilot. Menara kontrol (Yogya approach) mengijinkan pesawat untuk mendarat secara visual, asalkan awak pesawat melapor bila di long final telah melihat landas pacu. Walaupun awak pesawat telah menerima ijin pendaratan visual (visual approach clearance), namun mereka melanjutkan approach dengan ILS. Hal tersebut tidak dilaporkan kepada menara kontrol. Proses descent dan approach dilakukan dalam keadaan Visual Meteorological Condition (VMC).

Pada jam 23:55:33 UTC (06:55:33 WIB), pada saat berada 10.1 mil dari landas pacu, ketinggian pesawat 1.427 kaki di atas initial fix 2,500 kaki yang tercantum pada approach chart, dan kecepatan pesawat (airspeed) saat itu 283 knots. PIC menurunkan pesawat secara tajam dalam usaha untuk mencapai landas pacu, namun cara ini justru menaikkan kecepatan pesawat. Karena kecepatan pesawat terbang melampaui kecepatan operasi dengan wing flaps, maka copilot memilih untuk tidak menurunkan flaps sebagaimana yang diperintahkan oleh PIC. Selama proses approach terdengar peringatan (alert) dan perintah (warning) dari GPWS sebanyak 15 kali, dan copilot minta PIC untuk go around.

PIC melanjutkan approach dengan flaps 5 derajat, dan pesawat mencapai glideslope dekat ujung landas pacu 09. Flaps 5 derajat bukan merupakan konfigurasi pendaratan. Pesawat melewati ujung landas pacu dengan ketinggian 89 kaki di atas landas pacu dengan kecepatan 232 knots, 98 knots lebih cepat daripada kecepatan pendaratan (landing speed) yang ditentukan untuk flaps 40 derajat. Arah angin dari timur laut dengan kecepatan 9 knots.

Kecepatan pesawat relatif terhadap daratan (ground speed) pada saat itu adalah 235 knots. Pesawat menyentuh landas pacu (touch down) dengan kecepatan 221 knots, yaitu 87 knots lebih cepat daripada kecepatan pendaratan (landing speed)yang seharusnya untuk posisi flap 40 derajat. Sesaat setelah pesawat menyentuh landas pacu (touch down), copilot berteriak agar go around.

Pesawat meluncur melewati ujung landas pacu (departure runway) 09 Yogyakarta, di sebelah kanan dari sumbu landasan, dengan kecepatan 110 knots. Pesawat melintasi/memotong jalan, dan menabrak tanggul sebelum berhenti di sawah, 252 meter dari ujung landas pacu 27 (ujung departure dari runway 09). Pesawat hancur akibat tabrakan dan api yang timbul dari kebocoran bahan bakar pasca tabrakan. Dalam kejadian ini 119 orang selamat. Seorang awak kabin dan 20 penumpang meninggal dunia. Seorang awak kabin dan 11 penumpang luka berat.

Pada saat approach dan mendarat, pesawat diterbangkan dengan kecepatan yang berlebihan dan sudut terbang yang tajam (steep flight path angle). Kondisi ini merupakan approach tidak stabil (unstabilized approach). PIC tidak mengikuti prosedur perusahaan yang menyatakan bahwa bila approach tidak stabil penerbang harus membatalkan pendaratan dan melakukan go around.

Perhatian penerbang terpaku (fixated or channelized) pada usaha untuk mendaratkan pesawat di landas pacu. Dia mengabaikan peringatan dan perintah dari GPWS, dia juga mengabaikan teriakan copilot untuk melakukan go around.
Penyelidikan telah menentukan bahwa awak pesawat tidak menerapkan prosedur terbang yang menjamin keselamatan operasi.

Copilot tidak melaksanakan prosedur perusahaan untuk mengambil alih kendali pesawat dari PIC pada saat melihat PIC berkali-kali mengabaikan peringatan dan perintah dari GPWS. Catatan Garuda Simulator Pilot—Proficiency Check tidak menunjukkan bukti dilaksanakannya pelatihan pada simulator untuk melakukan tindakan dan reaksi penting (vital actions and responses) yang harus dilakukan bila ada peringatan dan perintah GPWS atau EGPWS, seperti ‘TOO LOW TERRAIN’ dan ‘WHOOP, WHOOP, PULL UP’.

Dalam Basic Operation Manual Garuda tercantum instruksi kepada copilot untuk mengambil alih kemudi pesawat dari pilot (PIC), dan melakukan go around, bilamana terjadi kondisi yang tidak aman. atatan-catatan yang ada tidak menunjukkan bahwa copilot telah dilatih dan di-check pada simulator untuk melakukan tindakan dan respon penting (vital actions and responses) dalam menghadapi kondisi yang membahayakan keselamatan operasi penerbangan.

Pemeriksaan/pengawasan operasi penerbangan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara terhadapGaruda tidak berhasil mengidentifikasi kekurangan dalam aspek keselamatan tersebut.

Mobil Pemadam Kebakaran dan Rescue Bandara Yogyakarta tidak dapat mencapai lokasi kecelakaan dan sebagian mobil pemadam kebakaran tidak memiliki bahan pemadam api yang cocok. Kelambatan dalam pemadaman, dan kekurangan bahan pemadam api yang cocok mengurangi efektifitas pertolongan terhadap korban. Airport Emergency Plan dan pelaksanaannya kurang efektif.

Laporan penyelidikan ini menyampaikan bahwa penyimpangan terhadap pelaksanaan yang direkomendasikan (recommended practice) dan prosedur standar operasi (Standard Operating Procedures/SOP) merupakan ancaman potensial (potential hazard) dan meningkatkan risiko kecelakaan khususnya pada saat approach dan mendarat. Laporan ini juga mengungkapkan kurangnya koordinasi diantara awak pesawat sebagai satu tim. Seharusnya copilot juga bertanggung jawab atas keselamatan penerbangan dan harus tegas bertindak mencegah terjadinya penyimpangan terhadap pelaksanaan prosedur (SOP).

KNKT menyampaikan berbagai rekomendasi untuk meningkatkan keselamatan penerbangan perusahaan penerbangan Indonesia. Rekomendasi tersebut ditujukan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Operator Bandara, perusahaan penerbangan dan perusahaan perawatan pesawat. Rekomendasi-rekomendasi tersebut meliputi prosedur operasi penerbangan, termasuk pelatihan dan pemeriksaannya serta pengawasan keselamatan penerbangan oleh pemerintah/regulator, berfungsinya alat perekam penerbangan, airport emergency plan berikut peralatan bandara.

Angkasa Pura I telah melakukan beberapa tindakan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan dibidang keselamatan penerbangan yang menyangkut kesiapan dalam penanggulangan keadaan darurat.

Tindakan perbaikan ini berkaitan pula dengan aspek pelayanan dan peralatan. Setelah terjadi kecelakaan, pihak Angkasa Pura I telah membuat jalan/jalur dari ujung landasan ke lokasi kecelakaan di luar landasan.

Pada tanggal 2 April 2007, Garuda menerbitkan pengumuman kepada para penerbang yang menegaskan bahwa penerbang pembantu (pilot monitoring) harus mengambil alih kemudi pesawat dan melakukan go around bilamana terjadi approach yang tidak stabil (unstabilised approach). Dalam pengumuman tersebut dinyatakan bahwa perusahaan tidak akan menghukum pilot yang melakukan go around untuk mengatasi kondisi approach yang tidak aman /unstabilized approach.


Media Release Versi PDF
Media Release Versi Bahasa Indonesia
Media Release Versi Bahasa Inggris

Informasi selengkapnya dapat dilihat di Website KNKT