”Banyak hal yang tidak sesuai. Tetapi kita tidak dapat berbuat banyak, karena pemerintah Arab tidak mau diintervensi untuk diberi masukkan. Mereka berbuat semau mereka, sulit diajak koordniasi di lapangan,” jelas Bambang saat ditemui di kantornya, awal pekan lalu.

”Kami tidak berdiam diri melihat hal ini. Koordinasi sudah kami lakukan jauh sebelum pelaksanaan haji untuk mengantisipasi kekacauan jadwal pemulangan yang tiap tahun selalu terjadi,” imbuh Bambang.

Menurut Bambang, pelaksanaan pemulangan jemaah pada musim haji sebelumnya (1428 H), relatif lebih baik dari saat ini. Karena waktu itu, semua penanganan di bandara masih dipegang pemerintah. Tetapi, sekarang, pengelolaan bandara sudah diserahkan kepada pihak swasta, yaitu Grup Bin Laden.

 ”Kalau melihat konsepnya, skenario penanganan bandara oleh Grup Bin Ladin sebenarnya sudah sangat bagus. Apalagi, khusus untuk haji sekarang, terminal baru sudah difungsikan,” jelasnya. Tetapi, lanjut dia, sayangnya konsep yang baik itu tidak didukung oleh infrastruktur SDM yang menunjang. ”Mental orang-orang Arab masih suka kerja semaunya sendiri, saenake dewe. Banyak prosedur yang tidak dijalankan, makanya jadi berantakan. Kalau kita ingatkan, mereka nggak mau terima. Jadinya, kita sendiri yang serba salah,” imbuh Bambang.

Sebagaimana diberitakan, sejak hari pertama hingga hari keenam, Kamis (18/12), seluruh jadwal pemulangan haji di bandara tersebut tidak ada yang sesuai dengan perencanaan. Delay (keterlambatan) yang terjadi mencapai rata-rata 7-9 jam per kelompok terbang (kloter). Beberapa kendala utama yang menjadi penyebab adalah sulitnya mendapatkan boarding gate dan parking stand pesawat.

Terlepas dari hal itu di sisi lain, Bambang juga memuji keterbukaan yang dirintis pemerintah Arab Saudi untuk menerima maskapai Indonesia lain selain Garuda Indonesia masuk ke wilayah mereka. ”Alhamdulillah, ini bisa dibilang sebuah kemajuan. Sejak tahun lalu, pemerintah Arab sudah membuka keran untuk multidesignated airlines. Jadi, tidak hanya Garuda yang bisa terbang ke sini. Maskapai lain juga punya kesempatan,” paparnya.

Dengan demikian, ke depan, masyarakat Indonesia tidak hanya bisa menumpang Garuda Indonesia maupun Saudi Arabia Airlines untuk menyambangi jazirah Arab. Seiring dengan itu, frekuensi penerbangan antar kedua negara pun diambah, dari hanya delapan frekuensi seminggu (reguler), menjadi 24 penerbangan.
 
Sebagaimana diketahui, saat ini, maskapai swasta yang telah mengumumkan diri untuk membuka jalur penerbangan ke sejumah wilayah di Arab Saudi adalah PT Lion Mentari Airlines (Lion Air). Lion Air berencana melayani penerbangan Jakarta-Jeddah dan Jakarta-Riyadh dengan pesawat Boeing 777. Dari 24 jatah penerbangan, Lion Air mengincar sebanyak 10 penerbangan. Selain penerbangan reguler, Lion Air juga dikabarkan akan memfasilitasi penerbangan haji. (DIP)