Ängkutan umum di mana-mana berjejer seperti kereta tanpa penuh penumpang,"tuturnya di Jakarta kemarin. "Bukan penumpangnya yang jarang, melainkan angkutannya yang kebanyakan."

Dengan tegas dia menyindir dinas perhubungan yang mengobral izin angkutan tanpa mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi moda transportasi umum ini. "Bahkan di bagasi pun dinas perhubungan menyimpan izin angkutan itu, supaya siap dibagi-bagikan," kata Kalla.

Dia menegaskan, kalau jumlah penumpang yang naik angkutan tidak sampai 70% atau lebih, dinas perhubungan diminta tidak menambah lagi jumlah angkutan umum. Berlebihnya jumlah angkutan umum itu, kata dia, berdampak pada meningkatnya penggunaan bahan bakar minyak. "Ini menyebabkan anggaran subsidi membengkak terus."

Kalla juga meminta dinas perhubungan tidak bekerja sama dengan dealer mobil untuk mengobral izin. Hal ini mencerminkan semua orang bisa mendapatkan izin angkutan. "Beli mobil sudah sama izin trayeknya,"kata Kalla.

Direktur Jendral Perhubungan Darat Iskandar Abubakar mengakui jumlah angkutan umum di sejumlah daerah sudah berlebih, sedangkan penumpangnya tak ada.

Kondisi itu, kata dia, terjadi di Bogor dan Bandung, yang jumlah penumpang angkutan kurang dari 50%. "Kalau di Jakarta, yang oversupply mikrolet," ujarnya.

Iskandar mengatakan selalu mengingatkan dinas perhubungan di daerah-daerah agar efisien dalam mengeluarkan izin trayek angkutan. Keseimbangan permintaan dan penawaran sektor transportasi harus dijaga.

Dalam hal pengeluaran izin, kata Iskandar, dinas perhubungan merupakan pihak yang bertanggung jawab kepada pemerintah daerah setempat, "Sejak berlakunya otonomi daerah, berlaku begitu," ujarnya.

Agar penggunaan angkutan umum optimal, Departemen Perhubungan terus mendorong pengembangan transportasi massal dengan sistem bus rapid transit yang sebagian diadopsi di Jakarta dengan busway. "Beberapa daerah akan menerapkan, seperti Surabaya dan Yogyakarta," kata Iskandar.

SUMBER: Koran Tempo, 22 Februari 2008