Memasuki areal Bandara Ngurah Rai, terasa ada yang beda dengan bandara lain di Indonesia. Bukan hawa panasnya yang menyengat. Bukan pula karena aroma wisata pulau dewatanya. Tetapi pengamanan yang ekstra ketat terhadap penumpang dan barang bawaannya.


Termasuk kami yang ingin membuktikan pengamanan bandara yang baru di-assessment oleh Transportation Security Administration (TSA) sebuah lembaga di bawah Department Homeland Security yang dibentuk Pemerintah Amerika Serikat pasca-WTC. Didampingi oleh Pak Dony, pejabat yang bertanggung jawab menangani security dari PT. Angkasa Pura I Denpasar dan Pak Wayan, petugas yang bertanggung jawab terhadap terbitnya pas bandara, kami menelisik satu persatu pintu yang harus kami lalui sampai ke lorong-lorongnya.



TSA mengubah Bandara Ngurah Rai dari “adem ayem” menjadi bandara yang sangat siaga, terutama untuk keamanannya. TSA benar-benar menjadikan Ngurah Rai menjadi bandara yang “Tidak Sekedar Aman” …sehingga bahkan tidak ada istilah teman untuk soal keamanan. Tidak ada budaya enak atau tidak enak. Semua harus melalui prosedur pengamanan. Tak terkecuali pejabat negara atau korp diplomatik. Bahkan Dony, orang yang paling bertanggung jawab di bidang pengamanan pun harus melalui proses pemeriksaan yang ketat oleh anak buahnya sendiri waktu melewati beberapa pintu. Administrator Bandara dan PT. Angkasa Pura I benar-benar bahu membahu menumbuhkan budaya keamanan di kawasan itu.



Di pintu metal detektor, seorang pria berkulit putih yang menggunakan kursi roda terpaksa dibantu berdiri untuk diperiksa lebih cermat karena alat pendeteksi logam itu selalu mengeluarkan bunyi. Ia pasrah saja ketika petugas memeriksa dengan cermat sekujur tubuhnya. Bahkan ketika petugas membantu menurunkan kakinya dari dudukan kursi rodanya ke lantai untuk diminta beriri. Dengan susah payah ia berusaha untuk berdiri dibantu dua orang petugas yang memeriksanya. Persis seperti yang dituturkan Kepala Adbandara Ngurah Rai bahwa sekarang sudah jarang orang yang  kalau diperiksa marah-marah, sehingga terasa ironi jika tempo hari ternyata ada seorang Menteri marah-marah ketika diperiksa petugas bandara.



“Metal detektor ini selalu dikalibrasi sebelum dioperasikan. Tujuannya untuk mengetahui apakah alat ini berfungsi baik atau tidak”, tutur Dony mencoba menjelaskan. “Apabila diperiksa dengan alat ini sampai dua kali berbunyi, maka kita akan memeriksa lanjut orang yang bersangkutan. Tetapi, kalau yang bersangkutan menolak untuk diperiksa lanjut, misalnya karena malu atau sungkan diperiksa, kami minta dia untuk melewati body scanner,” tambahnya sambil mengajak untuk melihat alat yang beberapa waktu lalu sempat menghebohkan karena konon katanya dapat “menelanjangi” korban.



“Sebelum ada body scanner, penumpang akan diperiksa di balik tirai ini,” katanya sambil menunjukkan tirai yang menempel di tiang beton, mirip ruang pas ganti/coba pakaian di toko pakaian swalayan. “Kalau yang akan diperiksa wanita, petugas yang memeriksa pun wanita,” imbuhnya.



“Alat ini (body scanner) bekerja dengan frekuensi radio yang dipantulkan, bukan sinar X,” katanya. Jadi tidak benar apa yang disampaikan oleh Detik.com beberapa waktu lalu bahwa body scanner menelanjangi orang. “Kami akan tunjukkan cara kerjanya,” tambahnya pula.

 


Seorang petugas lelaki menjadi relawan masuk ke ruang body scanner untuk dipindai, sementara kami melihat di layar monitor. Tampak  gambar lelaki dalam bentuk hitam putih. Melihat itu, saya teringat film Terminator-nya Arnold Swaszennegger karena gambarannya mirip dengan robot dalam film tersebut. Meskipun orangnya diam, gambarnya dapat diputar-putar ke kiri atau ke kanan  untuk mengetahui tampak sisinya, dari depan, samping, atau dari belakang. Dari layar monitor dapat terpindai benda yang terbuat dari logam dalam cakupan garis merah.



Kami menolak halus ketika petugas menawari kami untuk dipindai. Walaupun katanya tidak menelanjangi dan hasilnya sudah kami lihat sendiri seperti robot dalam bentuk hitam putih, tetapi kami tetap merasa risih juga perut yang mulai membuncit ini dipindai dan dilihat di layar monitor.



Barang Juga Harus Steril


Sebagaimana lazimnya ketika memasuki bandara, barang harus melewati X-ray untuk sterilisasi. Namun, untuk memastikan bahwa barang-barang tersebut tetap steril, di Bandara Ngurah Rai pengawalan dilakukan sepanjang perjalanan kargo sampai ke perut pesawat. Pengawalan dilakukan oleh petugas yang telah memiliki lisensi khusus yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Untuk pengemudi trolley, selain memiliki SIM yang diterbitkan oleh kepolisian, diapun wajib memiliki TIM (Tanda Izin Mengemudi) di kawasan bandara yang dikeluarkan oleh Administrator Bandara dan berlaku selama 2 tahun. Selain memiliki TIM, pengemudi pun wajib memiliki pas masuk sesuai areanya.



“Kalau tidak dijaga dan tidak steril, ada potensi  kargo itu menjadi barang berbahaya,” begitu ungkap Kepala Kantor Adinistrator Bandara Ngurah Rai – Denpasar, Ir. Moch. Fuschad dalam penjelasan di kantornya beberapa waktu lalu. “Begitu juga proses di gedung kargo dikawal atau tidak, jika tidak dikawal dia menyatakan itu tidak steril,” tambahnya.



Di area kargo, ban berjalan membawa barang menuju pendeteksi sinar X yang kedua. Di ruang monitor, dua orang petugas mencermati satu persatu kargo yang masuk melalui layar monitor untuk memastikan kargo tetap steril seperti ketika masuk pintu pertama. Kargo yang lolos dinaikkan ke trolley untuk selanjutnya dibawa ke perut pesawat melalui pengawalan petugas berlisensi.

 



Namun, kami sempat kaget dan agak jengah ketika menjumpai koper seorang wanita muda berwajah Asia Timur yang sedang dicermati isinya oleh petugas. Bahkan sampai celana dalam dan BH-nya di-jembreng satu persatu oleh dua orang petugas yang kebetulan laki-laki. Namun, wanita muda itu tetap menunjukkan wajah yang ramah penuh senyum. Tampaknya, hal seperti itu sudah terbiasa baginya, namun belum terbiasa bagi kami.



Ah, Ngurah Rai, ternyata kamu me-Ngu-Rai isi kopor wanita begitu teliti. (SAH)