JAKARTA – Memasuki era Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), semua lembaga/institusi pemerintah pusat maupun daerah diminta fokus dalam penanggulangan pandemi Covid-19 oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo melalui instruksi Presiden yang dikeluarkan awal Juni lalu. Demikian halnya dengan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan.
Sesuai instruksi Presiden tersebut, Kepala Humas BPTJ Kementerian Perhubungan Budi Rahardjo menjelaskan bahwa BPTJ berupaya agar moda transportasi Jabodetabek tidak menjadi lokus penyebaran Covid-19, dengan anjuran mematuhi protokol kesehatan secara disiplin ketat di era AKB.
Dalam menghadapi masa AKB, Kementerian Perhubungan menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 41 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Permenhub No. 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19. Permenhub No. 41 ini menjadi acuan operator moda transportasi seluruh Indonesia termasuk Jabodetabek, yang implementasinya didukung oleh Surat Edaran (SE) dari Dirjen Perhubungan Darat, Laut, Udara, dan Perkeretaapian.
“SE tersebut sebagai arahan agar transportasi perlu melakukan langkah pencegahan melalui penegakan protokol kesehatan, pembatasan kapasitas hingga demand management melalui pembatasan pergerakan/aktivitas masyarakat," ujar Budi.
Penegakan protokol kesehatan berlaku baik bagi operator sarana-prasarana maupun pengguna transportasi meliputi kewajiban penggunaan masker, ketentuan jaga jarak (physical distancing), pengukuran suhu tubuh hingga penyemprotan disinfektan pada sarana/prasarana transportasi. Untuk pembatasan kapasitas angkutan umum masal maksimal 50% kapasitas tersedia. Untuk layanan angkutan kereta api perkotaan, pembatasan tahap pertama maksimal 45% kapasitas, selanjutnya maksimal 60% kapasitas.
BPTJ Menyikapi Pengelolaan Transportasi di Jabodetabek di Masa AKB
Pada masa AKB masyarakat, lanjut Budi, mulai kembali beraktivitas agar roda perekonomian kembali bergerak. Namun tetap harus diingat bahwa kondisi saat ini masih dalam status pandemi dan kebijakan PSBB masih berlangsung di berbagai daerah. Dengan demikian, perlu dilakukan pengaturan agar tidak timbul masalah kepadatan penumpang di angkutan umum atau kemacetan lalu lintas yang timbul karena banyaknya pengguna kendaraan pribadi.
“Perlu dipahami, adalah tidak mungkin pengaturan hanya dilakukan dari sisi ketersediaan transportasi (supply), namun juga mengharuskan pengaturan dari sisi demand (aktifitas orangnya),” jelas Budi.
Budi menambahkan, pelayanan transportasi tidak akan bisa menegakkan protokol kesehatan jika demand-nya sama seperti sebelum pandemi dan juga tidak mungkin kapasitas sarana dan prasarana fisik ditambah dalam waktu singkat.
Kondisi-kondisi seperti itu, jelas Budi, dari awal selalu BPTJ komunikasikan pada forum-forum lintas sektor terkait penentuan kebijakan memasuki masa AKB dan BPJT. Hal itu juga terbantu dengan adanya aturan-aturan terkait pengaturan demand yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti SE Gugus Tugas No. 8 perihal Pengaturan Jam Kerja pada AKB Menuju Masyarakat yang Produktif dan Aman dari Covid-19 di wilayah Jabodetabek, Surat Edaran Menpan dan RB No. 57 Tahun 2020 tentang Perubahan Keempat Atas Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 19 Tahun 2020 Tentang Penyesuaian Sistem Kerja Aparatur Sipil Negara Dalam Upaya Pencegahan Covid-19 Di Lingkungan Instansi Pemerintah dan juga Pergub DKI Jakarta Nomor 51 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan PSBB pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman dan Produktif. Adanya edaran ini diharapkan dapat mengurai kepadatan yang terjadi di angkutan umum pada jam sibuk.
BPTJ juga, lanjut Budi, sangat berharap kebijakan ini dapat diimplementasikan tidak hanya pada kantor pemerintahan maupun BUMN tetapi juga sektor swasta. Kita juga berharap selain Jakarta, pemerintah daerah lain seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi juga dapat mengimplementasikan pengaturan jam kerja dengan kosisten.
Pergerakan Masyarakat di Jabodetabek
Pergerakan masyarakat di Jabodetabek yang dalam kondisi sebelum pandemi itu mencapai hingga 88 juta pergerakan/hari (2018) ini mengindikasikan begitu intensnya aktifitas ekonomi di Jabotabek.
Di masa adaptasi kebiasaan baru ini, aktifitas perekonomian mulai digulirkan, tentunya otomatis kegiatan transportasi juga ikut mulai bergerak. Namun penyelenggaraan transportasi pada masa adaptasi kebiasaan baru harus dilakukan dengan pembatasan dan penegakan protokol kesehatan.
Jadi dengan keterbatasan-keterbatasan itu, transportasi harus tetap berjalan agar dapat mendukung pergerakan ekonomi.
Mengacu pada kondisi tersebut, BPTJ bersama instansi lain mengambil langkah antisipatif dengan melakukan peningkatan kapasitas jika dibutuhkan sesuai dengan kondisi yang ada misalnya penyediaan bus sebagai angkutan alternatif bagi penumpang yang tidak tertampung KRL, khususnya pada waktu-waktu sibuk untuk mencegah penumpukan penumpang agar bisa jaga jarak di KRL. Terkait isu yang muncul dan menjadi perhatian publik adalah persoalan layanan KRL ketika diterapkan protokol kesehatan dan pembatasan kapasitas.
“Agar upaya menjaga physical distancing tetap dapat terpenuhi pada jam-jam tertentu melalui pengoperasian bis gratis,” jelas Budi.
Selama ini pengguna layanan KRL mengalami kepadatan pada hari Jumat sore dan Senin pagi. Sebagai jalan keluarnya, Kementerian Perhubungan bersama Pemerintah Daerah mengoperasikan layanan bus gratis dari Jakarta menuju daerah/kota sekitarnya pada Jumat sore dan sebaliknya dari daerah/kota sekitarnya menuju Jakarta dioperasikan setiap Senin pagi dan Jumat sore.
Tidak tertutup kemungkinan akan dibuka layanan reguler jika terdapat demand yang muncul. Semula layanan angkutan alternatif bus bagi penumpang KRL ini mulai disediakan BPTJ sejak 15 Mei 2020 dengan 10 unit bus.
Pada Jumat sore, layanan bus gratis ini melayani rute-rute dari stasiun-stasiun KRL di Jakarta seperti Sudirman Dukuh Atas, Manggarai dan Tebet menuju Stasiun Bogor dan Stasiun Stasiun Tambun serta Stasiun Cikarang Bekasi.
Seiring dengan jumlah aktivitas masyarakat yang meningkat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta turut menyediakan bus gratis bantuan sejumlah 50 unit dan Pemerintah Kota Bogor ikut berpartisipasi dengan menyediakan 10 unit bus.
“Penyediaan bus oleh lintas instansi ini dilakukan sebagai bentuk komitmen untuk melayani masyarakat yang masih harus beraktivitas dengan senantiasa berpedoman pada protokol kesehatan, utamanya jaga jarak,” ujar Budi.
Program Sosialisasi BPTJ ke Depan
Di masa pandemi, tentunya BPTJ terus melakukan sosialisasi tentang bertransportasi yang sehat, yaitu bertransportasi dengan mengurangi semaksimal mungkin resiko penularan covid-19. Ini menjadi penting karena masyarakat harus benar-benar memiliki kesadaran menyangkut kebiasaan yang baru bertransportasi yang benar-benar berbeda dengan masa sebelum pandemi.
Pada sisi lain, BPTJ bersama stakeholder lain ingin memanfaatkan momentum pandemi ini untuk ikut menggerakkan dan mendorong penggunaan transportasi ramah lingkungan. Seperti diketahui bersama, transportasi ramah lingkungan merupakan salah satu pilar dari 9 pilar Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) berdasarkan Perpres Nomor 55 Tahun 2018.
“Implementasi kongkret dari transportasi ramah lingkungan diantaranya adalah non motorized transportation yaitu berjalan kaki dan naik sepeda,” ujar Budi.
Jadi non motorized transportation ini dapat dikembangkan menjadi alternatif angkutan untuk jarak-jarak yang relatif terjangkau.
“Selain mengurangi resiko penularan covid-19, dampaknya sangat baik bagi kesehatan pribadi maupun kualitas lingkungan hidup.” ujar Budi mengakhiri. (AS/HG/CH)