JAKARTA – Penggunaan drone atau pesawat terbang tanpa awak atau Unmanned Aerial Vehicles (UAV) yang terbang atau mengudara tanpa awak dengan pengendali dari jarak jauh menggunakan remote control atau komputer ini kini kian marak di masyarakat. Penggunaannyapun kian beragam, dari untuk urusan hobbi semata hingga untuk kepentingan komersial seperti penggunaan untuk fotografi dan videografi, pelacakan korban bencana alam, pengumpulan informasi potensi sumber daya alam, pertanian dan perkebunan, pengaturan lalulintas, pemetaan situasi lapangan usaha, dan sebagainya.

Drone memiliki berbagai macam jenis ukuran, dan terbuat dari bahan yang ringan, sehingga bisa terbang dengan cepat dan terbang pada ketinggian yang rendah maupun ketinggian tertentu untuk berbagai tujuan.

Agar tidak terjadi pelanggaran terhadap zona larangan terbang yang telah diatur di dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 90 Tahun 2015 yang menjelaskan bahwa terdapat 3 zona yang harus dihindari untuk pengoperasian drone, yaitu: 1). kawasan udara terlarang (prohihited area), yaitu ruang udara tertentu di atas daratan dan/atau perairan, dengan pembatasan yang bersifat permanen dan menyeluruh bagi semua pesawat udara; 2). kawasan udara terbatas (restricted area), yaitu ruang udara tertentu di atas daratan dan/atau perairan dengan pembatasan bersifat tidak tetap dan hanya dapat digunakan untuk operasi penerbangan Negara; dan 3). kawasan keselamatan operasi penerbangan (KKOP) suatu bandar udara, yaitu sebuah wilayah daratan dan/atau perairan serta ruang udara di sekitar bandar udara.

Selain ketiga zona terlarang tersebut terdapat juga ketentuan ketinggian pengoperasian drone. Hal ini juga diatur dalam pasal 2 PM No. 90 Tahun 2015 yang menjelaskan bahwa mengenai batas ketinggian pengoperasian drone atau pesawat udara tanpa awak tidak diperbolehkan beroperasi pada ketinggian lebih dari 500 ft (150 m) di wilayah ruang udara yang telah ditetapkan memiliki jalur lalu lintas udara.

Terakhir, ada satu hal lagi yang perlu diketahui berkaitan dengan operasional drone, yaitu sebelum melaksanakan pengoperasian pesawat tanpa awak, yang mengoperasikan harus memiliki surat izin dari Kementerian Perhubungan, Cq Direktorat Perhubungan Udara (Ditjen Hubud), serta izin dari Pemerintah Daerah yang wilayahnya akan digunakan untuk mengoperasionalkan drone.

Jika ada operator drone yang diketahui melakukan pengoperasian tanpa izin dari Ditjen Hubud dan izin dari Pemda maka operator drone dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Bahkan jika pesawat tanpa awak tersebut terdeteksi oleh radar TNI-AU di wilayah zona larangan terbang maka tidak menutup kemungkinan drone tersebut akan ditembak jatuh oleh pihak TNI-AU.

Kemudahan Perizinan

Direktorat Jendral Perhubungan Udara (Ditjen Hubud) Kementerian Perhubungan adalah instansi yang menerbitkan perizinan dan akan memberi kemudahan dalam memproses registrasi dan perizinan beroperasinya drone.

Kementerian Perhubungan telah berjanji memberikan kemudahan tersebut dengan meluncurkan aplikasi perizinan yang sederhana dan mudah. Perizinan bisa diperoleh pihak operator/ pengguna drone dengan memanfaatkan Aplikasi Sistem Registrasi Drone, Pilot Drone dan Persetujuan Pengoperasian Drone (SIDOPI-GO) dan Aplikasi Sistem Pendaftaran Pesawat Udara Indonesia (SIPUDI).

Pelaksana Tugas Dirjen Perhubungan Udara (Plt. Dirjen Hubud), Nur Isnin Istiartono bersama Direktur Navigasi Penerbangan Sigit Hani dan Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Dadun Kohar telah meresmikan penggunaan aplikasi SIDOPI-GO dan SIPUDI secara online. Kedua aplikasi ini sebagai bentuk komitmen Ditjen Hubud dalam memberikan pelayanan prima kepada operator penerbangan dan stakeholder drone dalam meningkatkan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). “Mereka akan menikmati proses perizinan yang lebih mudah, singkat, dan transparan,” ujar Nur Isnin dalam keterangannya, pada 15 Juni 2022 lalu.

Sistem SIDOPI-GO merupakan aplikasi yang dikembangkan berkaitan dengan pengendalian pengoperasian drone di Indonesia. Dengan aplikasi ini, persetujuan pengoperasian dapat diberikan secara terintegrasi dalam satu pintu, sehingga menjadi lebih efektif, transparan dan dapat dimonitor secara real time. Hal ini sejalan dengan peningkatan trend utilisasi drone di Indonesia.

Selanjutnya, SIPUDI merupakan aplikasi yang dikembangkan untuk proses penerbitan sertifikat pendaftaran pesawat udara secara daring (online), sehingga pengguna layanan yaitu operator penerbangan dapat dengan mudah mengakses secara daring, cepat, akurat, dan transparan.

Meskipun dilakukan secara online, semua proses perizinan pengoperasian drone dan pendaftaran pesawat tetap mengacu pada ketentuan dan peraturan yang berlaku. Implementasi aplikasi ini diharapkan dapat menjadi role model atau acuan untuk proses perijinan khususnya di dunia penerbangan sehingga dapat berperan dalam memajukan penerbangan di Indonesia. "Manfaat aplikasi ini tidak hanya bagi operator penerbangan dan pegiat drone, tetapi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas pelayanan jasa transportasi udara,” pungkas Nur Isnin.

Nur Isnin menambahkan, upaya sosialisasi menjadi penting untuk dilakukan secara massif agar implementasi aplikasi ini dapat menjangkau masyarakat luas.

Antisipasi Perkembangan Moda Pesawat Tanpa Awak Ke Depan

Di masa mendatang, kebutuhan jasa transportasi udara berbasis drone tidak terhindarkan. Dalam dekade ke depan, diperkirakan kehadiran taksi terbang akan menjaditrenmoda transportasi udara yang menggiurkan di tengah lalu lintas darat berbasis jalan yang kian padat dan penuh kemacetan.

Sebuah laporan, yang dilansir BBC menyampaikan, taksi terbang diprediksi akan menjadi tren baru, bahkan perusahaan jasa transportasi seperti Uber dan Boeing telah mulai mengembangkan taksi terbang eVTOL (electric vertical take-off and landing). Diperkirakan, tahun 2040 akan ada 430.000 unit taksi terbang yang beroperasi di seluruh dunia.

Kehadiran taksi terbang setidaknya membutuhkan regulasi yang memadai, termasuk pengaturan wilayah udara, infrastruktur dan teknologi pendukung, dukungan keberadaan skyport/bandara mini, serta regulasi yang tepat agar kehadirannya dapat memberikan keamanan, kenyamanan, dan manfaat bagi masyarakat.

Di beberapa negara keberadaan taksi terbang sedang dilakukan pengujian operasional komersial dan selanjutnya segera diproduksi dalam jumlah yang memadai untuk kebutuhan masyarakat di kota-kota besar di dunia khususnya.

Bahkan, Administrasi Penerbangan Federal (FAA) Amerika Serikat telah menetapkan tahun 2024 sebagai tahun untuk memulai operasional taksi terbang secara komersial. Spesifikasi taksi terbang yang saat ini sedang dikembangkan ini dapat membawa empat penumpang, melaju hingga 322 km/jam, dan memiliki jangkauan lebih dari 241 kilometer.

Di Indonesia, taksi terbang juga telah mendapat perhatian masyarakat, dan potensial mengudara di Jakarta dan daerah-daerah potensial pariwisata seperti Bali dan daerah lainnya.

Untuk jaminan keselamatan penumpang, operasional taksi terbang agar dapat mengudara di wilayah Indonesia diperlukan registrasi dan sejumlah perizinan untuk menjadi operator taksi terbang dari institusi yang berwenang. Sama halnya dengan pesawat-pesawat canggih sekarang semuanya menggunakan auto pilot, teknologi yang mengatur take off mapun landing, serta perjalanan pesawat terbang sampai tujuan.

Selain harus mengantongi sejumlah perizinan, operasional pesawat udara tanpa awak, menurut Nur Isnin, pergerakannya juga harus memperhatikan peraturan lainnya seperti UU Penerbangan, PP No 3 tahun 2021 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan.

Pihak swasta atau masyarakat umum yang berniat mengoperasikan drone atau pesawat tanpa awak harus meningkatkan kapasitas, keterampilan, serta pengetahuan tentang drone dengan mengikuti beragam pelatihan virtual dan kelas pengetahuan mandiri tanpa batas. Setelah memahami mekanisme dan teknis operasionalnya, selanjutnya mengajukan izin operator drone, untuk mendapatkan sertifikat operator drone. Setelah mengantongi izin dan memiliki sertifikat operator drone yang handal (bersertifikat), selanjutnya akan ditetapkan wilayah pengoperasian drone atau menentukan flight plan (rencana jalur penerbangan), dengan berkoordinasi dengan unit pelayanan navigasi penerbangan yang bertanggung jawab atas ruang udara, dimana tempat akan dilakukannya pengoperasian drone tersebut. (IS/AS/RY/HG)