JAKARTA – Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) merupakan salah satu sumber pendanaan bagi pembangunan, termasuk pembangunan sektor transportasi. Dalam membangun infrastruktur transportasi khususnya transportasi laut di Indonesia yang menghubungan 17 ribu pulau, dengan wilayah lautnya yang sangat luas, selama ini Pemerintah menghadapi kendala alokasi dana APBN yang terbatas.
Karena itu Kementerian Perhubungan mengajak para pemangku kepentingan seperti, pihak BUMN atau Pemda, dan khususnya pihak swasta (PMDN/PMA) untuk ikut berpartisipasi dalam membangun dan mengelola pelabuhan sebagai infrastruktur utama penunjang moda transportasi laut.
"Partisipasi para pihak, seperti BUMN, Pemda, maupun Swasta, dengan menggunakan payung hukum Badan Usaha Pelabuhan (BUP) akan sangat membantu akselerasi pembangunan pelabuhan baru, yang tidak bisa mengandalkan APBN,” ujar Menteri Pehubungan Budi Karya Sumadi, dalam seminar bertema “Implementasi Tata Kelola Kepelabuhanan Menuju Indonesia Emas 2045” awal Agustus lalu.
Keberadaan pelabuhan sangat penting bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan, sebagai terminal penghubung – konektivitas antara daerah yang akan mendukung perekonomian daerah khususnya dan tingkat nasional pada umumnya.
Dalam Rencana Induk Pelabuhan Nasional yang tertuang dalam Kepmenhub No. KP 432 Tahun 2017, yang telah menetapkan 1.321 rencana lokasi pembangunan pelabuhan baru, selama kurun waktu dua dekade ke depan hingga 2037.
Pembangunan ribuan pelabuhan baru tersebut, dalam beleid tersebut, akan diintegrasikan dengan kawasan industri, pariwisata, pertambangan, perkebunan, dan sentra lain yang pentensial, untuk menyokong mobilitas orang dan angkutan produk/barang di sekitar wilayah pelabuhan ke wilayah lain.
Berbagai Bentuk Partisipasi Badan Usaha Pelabuhan
Ada berbagai bentuk partisipasi para pihak, menurut Menhub Budi Karya, dalam pembangunan dan pengelolaan bidang kepelabuhan yang dapat disinergikan, antara lain dengan perjanjian konsesi, kerja sama pemanfaatan, penyewaan, kontrak manajemen dan kerja sama operasi, serta kerja sama Pemerintah dengan badan usaha (KPBU).
Dari data Kemenhub, ungkap dia lagi, sejak konsesi pertama kali dilakukan pada 2012 terhadap Terminal Petikemas Kalibaru sampai diterbitkannya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, telah dilakukan 25 perjanjian konsesi, mencakup 4 perjanjian konsesi pengelolaan pelabuhan eksisting dan 21 perjanjian konsesi pengelolaan pelabuhan baru.
Perjanjian konsesi tersebut meliputi antara lain pengelolaan alur, terminal khusus (tersus)/ terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) berubah menjadi pelabuhan umum dan pengelolaan wilayah perairan yang berfungsi sebagai pelabuhan.
Seperti halnya kerja sama Kemenhub dan ASDP Indonesia Ferry dalam pengelolaan Pelabuhan Ajibata dan Ambarita di kawasan Danau Toba yang disepakati antara kedua belah pihak yang tertuang dalam MOU yang ditandatangani pada 15 Agustus 2022 lalu.
Kerjasama Pemanfaatan Operasional Pelabuhan
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) telah menandatangani perjanjian Kerjasama Pemanfaatan Operasional Barang Milik Negara (KSPO BMN) Pelabuhan Ajibata dan Pelabuhan Ambarita.
Selain KSO BMN Pelabuhan Ajibata dan Pelabuhan Ambarita, menurut Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Marta Hardisarwono, juga termasuk pemanfaatan fasilitas utama dan penunjang yang ada untuk dapat dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan ekonomi. Kerjasama ini, lanjut Marta, diharapkan dapat mendorong partisipasi masyarakat maupun pihak lain untuk ikut serta melalui skema kerja sama dengan pihak pengelola dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.
Marta juga berharap, semua pihak yang terlibat kerja sama agar mematuhi aturan-aturan yang ada dan bersama-sama saling menjaga kualitas pelayanan dan kebersihan fasilitas. “Skema perjanjian kerja sama ini akan menjadi role model pemanfataan BMN di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan,” jelasnya.
Direktur Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan Kemenhub Junaidi dalam kesempatan yang berbeda menambahkan, obyek BMN yang akan dilakukan (KSPO) berupa lahan dan bangunan di Pelabuhan Ajibata serta bangunan di Pelabuhan Ambarita.
“Proses Pemilihan Mitra KSPO ini dilaksanakan dengan mekanisme penunjukan langsung kepada PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), dengan jangka waktu pemanfaatan, selama 25 tahun sejak ditandatanganinya perjanjian dan dapat diperpanjang,” ujar Junaidi.
Dari konsesi perjanjian tersebut, ASDP memberikan kontribusi tetap kepada negara pada tahun pertama minimal sebesar Rp73.963.814 dengan kenaikan sebesar 1,78 persen per tahun.
“Kontribusi ini dibayarkan setiap tahun oleh mitra KSPO hingga akhir jangka waktu pemanfaatan sesuai perjanjian,” jelasnya.
Selain itu, kata Junaidi, masih ada sistem pembagian keuntungan KSPO minimal sebesar 70 persen dari laba bersih. Pembagian keuntungan tersebut akan dilakukan apabila pemanfaatan BMN menghasilkan keuntungan berdasarkan Laporan Keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik.
Kerjasama Pemerintah dengan Swasta Pelabuhan Patimban
Kemenhub juga menjalin kerjasama dengan pihak swasta, yakni PT Pelabuhan Patimban Indonesia (PT PPI) dengan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
"Satu terobosan Pemerintah telah berhasil membangun satu pelabuhan utama melalui perjanjian KPBU dengan pihak swasta, yang nanti akan dioperasikan oleh PT PPI,” ujar Menhub Budi Karya, saat peresmian Pelabuhan Patimban di Subang, akhir tahun lalu.
PT PPI merupakan Konsorsium Patimban yang terpilih menjadi operator Pelabuhan Patimban melalui mekanisme pelelangan. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Adapun konsorsium tersebut terdiri PT CT Corp Infrastruktur Indonesia, PT Indika Logistic & Support Services, PT U Connectivity Services, dan PT Terminal Petikemas Surabaya.
Mereka telah membentuk Badan Usaha Pelabuhan (BUP) PT Pelabuhan Patimban Internasional sebagai BUP Pelaksana Proyek KPBU, sekaligus sebagai Mitra Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur Pelabuhan Patimban Provinsi Jawa Barat.
Perjanjian KPBU meliputi penyediaan suprastruktur di Pelabuhan Patimban untuk kapasitas terminal petikemas sebesar 3,75 Juta TEUs dan kapasitas terminal kendaraan sebesar 600.000 CBUs dengan jangka waktu kerja sama selama 40 tahun sejak tanggal operasi tahap 1.
Dalam melaksanakan proyek pengelolaan Pelabuhan Patimban, total nilai biaya modal yang disepakati dalam kerja sama yaitu sekitar Rp 18,9 triliun dan total nilai biaya operasional sekitar Rp 64,3 triliun.
Skenario Pembangunan Pelabuhan Kedepankan Peran Swasta
Total nilai investasi dari 25 konsesi yang telah dilaksanakan hingga 2021, perkiraan Menhub Budi Karya, kurang lebih sekitar Rp 100,89 triliun. Dia berharap kedepannya skenario pembangunan pelabuhan dirancang dengan prosentase investasi swasta baik PMDN/PMA, termasuk Pemda, dan BUMN melalui BUP, semakin besar.
“Saat ini kita memiliki banyak terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) atau terminal khusus (tersus), yang hanya digunakan secara eksklusif. Ke depan, kita akan mengupayakan sudah banyak TUKS dan tersus yang menjadi BUP,” ujarnya.
Dengan semakin banyaknya pelabuhan TUKS dan tersus yang menjadi BUP, maka pelabuhan tersebut dapat digunakan untuk kepentingan umum dan akan semakin mudah dikontrol karena teregistrasi dengan baik.
“Pemerintah akan memberikan hak konsesi yang panjang hingga 30 tahun dan memastikan kemudahan proses perizinan TUKS atau tersus sampai menjadi BUP,” janji Menhub Budi Karya.
Menhub juga menambahkan, Pemerintah berkomitmen untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pemangku kepentingan di sektor pelabuhan dengan dukungan iklim investasi yang lebih baik. (AS/IS/RY/HG)