Jakarta - Indonesia memulai pengembangan transportasi ramah lingkungan baru lima tahun belakangan, meski di negara-negara maju seperti Belanda, Jepang, Korea, dan Inggris sudah lebih dulu mengaplikasikan sistem transportasi hijau/green transportation (GT)- tarnsportasi ramah lingkungan.
GT atau transportasi ramah lingkungan merupakan sistem pergerakan dan konektivitas dalam suatu kawasan perkotaan yang mengunakan layanan transportasi yang tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK) atau emisi gas buang sisa pembakaran.
Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi GRK sebesar 11% pada tahun 2030, khususnya sektor transportasi. Dari data Balitbang Kementerian Perhubungan, moda transportasi darat tercatat sebagai penyumbang 91% dari total emisi gas rumah kaca di sektor transportasi.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan ada berbagai upaya untuk menurunkan emisi GRK. Yang dilakukan Pemerintah antara lain mensosialisasikan dan mengaplikasikan sistem transportasi yang ramah lingkungan dengan efisiensi energi dan penggunaan energi terbarukan.
Terkait dengan upaya tersebut, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Inggris menyepakati kerjasama G to G Program Pengembangan Transportasi Rendah Karbon di Indonesia, yang ditandai dengan peluncuran program bernama “Future Cities: UK-Indonesia Low Carbon Partnership” (Future Cities - LCP) pada awal Juli 2022 lalu.
Program ini merupakan langkah awal dari komitmen kedua negara untuk memitigasi dampak perubahan iklim melalui pengembangan transportasi publik perkotaan yang ramah lingkungan.
Kesepakatan kerjasama Implementing Agreement (IG) tersebut ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Kemenhub Novie Riyanto dan Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste Owen Jenkins, sebagai tindak lanjut dari nota kesepahaman antara Menteri Perhubungan RI Budi Karya Sumadi dengan Menteri Perhubungan Inggris Wendy Morton MP pada Juni 2022 lalu.
Progran Future Cities - LCP seiring sejalan dengan program kinerja Kemenhub yang tertuang dalam RPJMN 2020-2024, selain untuk meningkatkan konektivitas perkotaan melalui penyediaan angkutan umum massal, yang juga memiliki berkontribusi pada penurunan emisi gas buang (dekarbonisasi) di sektor transportasi.
Dirjen Perhubungan Darat Hendro Sugiatno menyambut baik pelaksanaan program kerjasama ini dan berharap dapat membantu pengembangan sistem transportasi perkotaan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan di Indonesia.
“Upaya peningkatan kualitas transportasi sejalan dengan upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mitigasi dampak perubahan iklim,” jelas Hendro.
Hendro menambahkan, pihaknya tengah mengembangkan sejumlah angkutan umum massal perkotaan baik dalam bentuk Bus Rapid Transit (BRT) maupun di sektor perkeretaapian yang berbasis rel, yang terintegrasi, dan juga menggunakan energi listrik.
Dari data Kemenhub, untuk periode tahun 2018 sampai dengan tahun 2021, di Indonesia tercatat sejumlah 13 proyek infrastruktur transportasi hijau atau ramah lingkungan, yang mayoritas sebanyak 7 proyek berlokasi di Jakarta.
Ketujuh proyek tersebut, meliputi LRT Gading-Jakarta International Stadium (JIS), MRT Fase 3 Kalideres Ujung Menteng (Koridor Timur-Barat), MRT Fase 4 Fatmawati-TMII, MRT Jakarta Koridor Utara-Selatan, kereta api Jakarta-Surabaya, kereta bandara Soekarno Hatta, serta pembangunan Kawasan Berorientasi Transit (TOD) Pegangsaan Dua.
Sisanya 6 proyek, antara lain LRT Palembang, Kereta api Makassar-Parepare, Kereta Rantau Prapat-Duri-Pekanbaru, Kereta bandara Kulon Progo (New Yogyakarta International Airport/NYIA), LRT Medan-Binjai-Deli Serdang, dan Kereta api Siantar-Parapat.
Beberapa proyek dalam daftar ini sudah selesai termasuk MRT Jakarta koridor Utara-Selatan, LRT Palembang, Kereta Bandara Kulon Progo dan Soekarno Hatta. Pendanaan yang dihimpun dari surat utang hijau dapat digunakan untuk operasional proyek-proyek yang sudah selesai tersebut.
Pemerintah Indonesia sudah berhasil menghimpun dana dari penerbitan surat utang hijau sebesar US$4,33 miliar selama 2018-2021. Jika memperhitungkan penerbitan dari swasta, total sudah US$6,3 miliar dana yang dihimpun dari surat utang hijau.
Melalui kerjasama Future City- LCP, Hendro berharap upaya tersebut dapat dilakukan dengan lebih terukur, terstruktur, terakselerasi, dan lebih handal dalam perencanaan dan mengimplementasikan sistem transportasi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste Owen Jenkins juga menanggapi positif terhadap kerjasama tersebut. Dia menilai kemitraan di bidang transportasi sangat penting, sesuai dengan komitmen yang disepakati dari konferensi di Glasgow dalam rangka mewujudkan transisi menuju kendaraan nol emisi (zero emission).
“Kami berupaya untuk menegakkan Perjanjian Paris untuk menekan kenaikan suhu bumi di bawah 1,5 °C dan berupaya melaksanakan dekarbonisasi di sektor transportasi karena 25% emisi GRK dihasilkan dari sektor transportasi,” ujar Jenkins.
Pemerintah Inggris melalui UK Partnering for Accelerated Climate Transition (UK PACT) memberikan dukungan pendanaan sebesar 9 Juta Poundsterling atau sekitar Rp. 162 Miliar, untuk pengembangan transportasi perkotaan yang ramah lingkungan di sejumlah provinsi di Indonesia, yakni: Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.
Melalui program ini, kedua negara bersama-sama ingin menangkap peluang besar seperti pengembangan peta jalan untuk elektrifikasi kendaraan umum secara efisien, pengintegrasian solusi ramah iklim ke dalam perencanaan pembangunan nasional dan daerah, serta perancangan proyek transportasi rendah karbon yang mampu menarik investasi.
Kelima proyek dalam program Future Cities LCP ini, meliputi sebagai berikut Pertama, integrasi pengembangan LRT, transit-oriented development dan land value capture di Metropolitan Semarang. Kedua, transisi menuju transportasi rendah karbon yang inklusif melalui perbaikan aspek keselamatan bagi kaum rentan. Ketiga, penguatan transportasi kota berkelanjutan di kota pesisir. Keempat, dekarbonisasi transportasi yang inklusif di Indonesia. Kelima, mobilitas bersih untuk area metropolitan Jakarta.
Terlepas dari semua itu, ada faktor utama penunjang keberhasilan kelima proyek ini adalah bagaimana sikap masyarakat dalam menanggapi program tersebut. Apabila sarana dan prasarana untuk mendukung gerakan upaya dekarbonasi sudah tersedia, tetapi masyarakat masih bersikap tak acuh, dapat dipastikan target program Future Cities - LCP tidak akan tercapai. Padahal keberhasilan dekarbonisasi di sektot transportasi adalah kunci keberhasilan dari program transportasi hijau yang ramah lingkungan yang merupakan pendekatan yang tepat untuk mendukung kelestarian alam Indonesia. (AS/IS/RY/HG)