Indonesia merupakan negara bahari dengan wilayah lautan yang lebih luas dibanding daratan. Laut sebagai warisan masa depan bangsa dan memiliki peran penting dalam mendukung distribusi ekonomi. Lebih dari 90% volume perdagangan dunia dilakukan melalui jalur transportasi laut dan sebesar 40% dalam nilai perdagangan dunia juga dilakukan melewati laut. Belum lagi, sekitar 61% total produksi minyak dunia juga melintasi lautan. Nilai kekayaan laut mencapai US$ 26 triliun. Hal tersebut disampaikan oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada pembukaan acara Our Ocean Conference (OOC) 2018 di Nusa Dua, Bali, Senin (29/10).

Selain itu, laut dianggap dekat dengan lokasi tinggal manusia. Hal ini karena sejumlah kurang lebih 3,2 miliar manusia tinggal dalam radius 100 kilometer (km) dari laut. Oleh karena itu, Presiden RI Joko Widodo bertekad untuk menjadikan laut Indonesia sebagai kekuatan maritim dunia dengan berbagai kebijakan dan langkah.

"Selama 4 tahun terakhir, beberapa langkah telah dilakukan termasuk meningkatkan konektivitas melalui tol laut dengan memperkuat armada laut, membangun 477 pelabuhan, mitigasi polusi laut dengan mengurangi sampah plastik sebesar 70% pada tahun 2025, dan tercapainya kawasan konservasi perairan seluas 20 juta hektare pada tahun 2018 (dua tahun lebih cepat dari target tahun 2020)," jelas Presiden Jokowi.

Untuk menjadi poros maritim dunia, Indonesia aktif memajukan kerja sama maritim. Salah satu cara untuk melakukan kerja sama tersebut adalah dengan turut serta dalam Our Ocean Conference 2018. Our Ocean Conference merupakan pertemuan tahunan yang mengundang para pemimpin dunia dalam upaya pengelolaan laut yang berkelanjutan.

Negara Asia Pertama Sebagai Tuan Rumah

Our Ocean Conference (OOC) 2018 adalah event tahunan yang mengundang para pemimpin dunia dalam upaya pengelolaan laut yang berkelanjutan. OOC tahun ini diselenggarakan di Nusa Dua Bali 29-30 Oktober 2018 dan merupakan penyelenggaraan yang ke lima sejak tahun 2014. Indonesia juga merupakan negara pertama di Asia yang ditunjuk sebagai tuan rumah penyelenggara OOC.

Tema OCC 2018 adalah “Our Ocean, Our Legacy”, yang mencerminkan pilihan dan tindakan kita bersama untuk mempertahankan sumber daya laut yang berkelanjutan sekaligus menjaga kesehatan laut, sebagai warisan yang diberikan kepada anak-anak dan cucu kita. OOC 2018 tersebut dihadiri oleh 2000 delegasi dari 143 negara. Presiden RI menambahkan kerja sama yang aktif dilakukan Indonesia antara lain di Association of Southeast Asian Nations), IORA (Indian Ocean Rim Association (ASEAN), Forum Pasifik Selatan, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), dan berbagai forum-forum internasional lain. “Ke depan, Indonesia juga ingin memajukan kerja sama maritim di kawasan Indo-Pasifik,” tutur Presiden Jokowi.

Gelaran OOC 2018 ini dibuka oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi). Selain Presiden, turut hadir Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Dalam sambutan pembukaan Our Ocean Conference Senin (29/10), Presiden Joko Widodo menyatakan Indonesia punya komitmen yang kuat dalam upaya mendorong pelestarian laut, hal ini dibuktikan dengan kebijakan terkait penetapan 20 juta hektar wilayah konservasi baru. Presiden lebih jauh menjelaskan bahwa kebijakan pemerintah bahkan lebih cepat dari target pada tahun 2020.

Sementara itu Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti mengatakan bahwa setidaknya ada 633 komitmen terkait pelestarian laut yang ditandatangani para peserta OCC 2018. “Kita sudah tanda-tangani sebanyak 633 komitmen. Melalui konferensi ini, ia berharap “kita dapat membuat laut lebih sehat, produktif dan kita akan melakukannya bersama,” ujar Susi dalam Pembukaan OOC 2018 tersebut.

Kemenhub Dukung Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Laut Lintas Batas

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Australia melalui Australian Maritime Safety Authority (AMSA) menandatangani Nota Kesepahaman tentang Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Laut Lintas Batas atau Memorandum of Understanding (MoU) on Transboundary Marine Pollution Preparedness and Response, pada sela - sela pertemuan OOC, Senin (29/10) di Nusa Dua Bali. Penandatanganan dilakukan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut, R. Agus H. Purnomo mewakili Pemerintah Indonesia dengan Chief Executive Officer Australian Maritime Safety Authority, Mr. Mick Kinley mewakili Pemerintah Australia.

Pada forum tersebut, Ditjen Perhubungan Laut diminta untuk mengajukan kegiatan yang akan diajukan sebagai komitmen pemerintah Indonesia terkait Marine Protected Area di OOC 2018. "Pada forum OOC, pemerintah mengajukan program Particularly Sensitive Sea Area (PSSA) untuk perlindungan lingkungan di Pulau Nusa Penida ke International Maritime Organization (IMO), di mana proses pengajuan ini dimulai sejak tahun 2016 dan direncanakan pengajuan penuh akan disampaikan pada sidang Marine Environment Protection Committee (MEPC) 74 pada tahun 2019," jelas Agus.

Di sela-sela acara, dilakukan juga beberapa kegiatan lain di antaranya Bilateral Lunch Meeting antara Indonesia-Australia yang membahas mengenai perkembangan MoU ke depan dan isu pengajuan submisi Indonesia di IMO tentang Traffic Seperate Scheme (TSS) Selat Sunda, GHG dan Pembatasan Sulfur, reformasi IMO dan Indonesia Transport Safety Assistance Package (ITSAP).

Pembahasan MoU ini telah dibahas sejak tahun 2016 untuk mengembangkan pemahaman yang lebih kuat antara kedua negara di bidang kesiapsiagaan, pencegahan, tanggapan dan mitigasi untuk memerangi polusi laut. MoU yang akan berlaku selama 5 tahun ini mengatur cara penanganan penanggulangan pencemaran di laut jika kejadian pencemaran memiliki resiko untuk lintas batas negara Indonesia dan Australia yang dapat berpotensi merusak lingkungan laut Indonesia atau Australia. MoU ini sekaligus menggantikan dan memperbarui MoU tahun 1996 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Minyak.

"Indonesia dan Australia sebagai negara tetangga yang saling berbagi sumber daya dan peluang maritim menghadapi tantangan yang sama," kata Agus. Agus melanjutkan tantangan yang dihadapi dengan semakin meningkatnya pengelolaan lautan dan wilayah pesisir yang berpotensi mengalami kerusakan lingkungan, pencemaran dari aktivitas pelayaran dan eksploitasi minyak harus dicegah, dikurangi dan dikendalikan.

Indonesia dan Australia menyepakati bahwa salah satu negara dapat meminta Operasi Penanggulangan Pencemaran Bersama untuk ancaman atau kejadian pencemaran lingkungan di laut yang dapat menimbulkan kerusakan serius pada wilayah laut dan di luar kemampuan penanggulangan pencemaran salah satu negara.

Pemerintah Indonesia juga menyampaikan penghargaan kepada Pemerintah Australia, khususnya kepada Australian Maritime Safety Authority (AMSA) dan Kedutaan Besar Australia atas kerja sama dan dukungannya selama ini kepada Indonesia. "Hari ini akan ditandai sebagai hari penting bagi kedua negara yang telah menyatakan kesediaan dan mengharapkan kerja sama maritim yang positif di masa depan," imbuh Agus.

Selain dengan Australia, Indonesia juga memiliki beberapa regulasi dan kerjasama internasional di bidang penanggulangan pencemaran. Di antara berbagai MoU tersebut yaitu MoU among the Government of Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysian, Philippines, Singapore, and Thailand on Oil Spill Response Action Plan 1992; MoU among Governent of Indonesia, Malaysia and Philippines on Sulawesi Sea Oil Spill Network Response Plan; MoU amoing Governent of Indonesia, Malaysia and Singapore on Standard Operationg Procedure (SOP) for combating oil spill in the Straits of Malacca and Singapore; MoU on ASEAN Coorperation Mechanism for Joint Oil Spil Preparedness and Response 2014.

Adapun kedua negara sepakat memilih Bali sebagai tempat acara penandatanganan MoU yang juga bertepatan dengan kegiatan Our Ocean Conference 2018 adalah karena dapat menunjukkan pada dunia akan kesungguhan Indonesia dan Australia dalam kegiatan pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan laut, dimana marine pollution adalah salah satu dari 6 (enam) topik utama/areas of action kegiatan OCC 2018.