JAKARTA – Indonesia berupaya kembali menjadi anggota dewan (council) Organisasi Maritim Internasional atau IMO periode 2024-2025.
Dengan terpilih kembali, Indonesia dapat terus menyuarakan kepentingannya dan akan memiliki posisi dan pengaruh untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan berskala internasional, serta ikut menentukan hasil ataupun kesepakatan antara anggota Dewan IMO yang dipilih dalam jangka waktu per dua tahun.
“Dengan menjadi anggota Dewan IMO, akan memperkuat visi untuk menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia,” demikian disampaikan Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Lollan Panjaitan dalam kegiatan Media Briefing, Jumat (21/7).
Lollan menjelaskan, selama menjadi anggota dewan IMO, Indonesia telah menyuarakan sejumlah kepentingan baik itu secara nasional maupun global. Diantaranya yaitu terkait menyuarakan isu kelestarian lingkungan maritim (pencemaran laut), SDM pelayaran (pelaut), navigasi pelayaran (traffic separation scheme), dekarbonisasi di sektor maritim, dan isu di sektor maritim lainnya.
“Kami memanfaatkan semaksimal mungkin peran Indonesia sebagai anggota dewan IMO yang menjadi representasi dari negara anggota IMO lainnya. Sebagai anggota dewan, kami bertanggung jawab mengawasi kerja organisasi mulai dari rencana strategis, budgeting, pemilihan Sekjen IMO yang dipilih oleh anggota dewan dan disahkan dalam sidang majelis,” tuturnya.
Lollan menjelaskan, keanggotaan Indonesia pada Dewan IMO periode 2022-2023, akan berakhir pada akhir tahun 2023. Pemilihan Anggota Dewan IMO untuk dua tahun selanjutnya (periode 2024-2025) akan dilakukan pada pertemuan Majelis IMO ke-33 di awal bulan Desember 2023.
“Untuk itu, kami tengah berupaya menggalang dukungan dari negara anggota IMO agar bisa terpilih kembali menjadi anggota dewan IMO periode 2024-2025,” ujarnya.
Lollan mengungkapkan, upaya penggalangan dukungan tersebut tidak hanya dilakukan di dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Di dalam negeri misalnya, Kemenhub melalui Ditjen Perhubungan Laut mengundang para Duta Besar negara anggota IMO dengan menghadiri Lunch atau Diplomatic Reception seperti yang telah diselenggarakan awal bulan Juli ini di Jakarta.
Sementara di luar negeri, penggalangan dukungan juga dilakukan di sela-sela penyelenggaraan Sidang Council IMO ke 129 yang diselenggarakan di Markas Besar IMO di London Inggris pada bulan Juli ini.
Indonesia telah menjadi anggota aktif IMO sejak tahun 1961, dan telah menjadi anggota Dewan IMO yang berdedikasi sejak tahun 1973. Dua periode keanggotaan berikutnya yaitu 1975-1977 dan 1977-1979. Kemudian, Indonesia sempat tidak terpilih menjadi anggota Dewan IMO pada tahun 1979-1981 dan 1981-1983. Selanjutnya, pada Sidang Assembly ke-13 yaitu pada tahun 1983, Indonesia terpilih kembali menjadi anggota Dewan IMO dan selalu terpilih sampai saat ini.
Anggota dewan IMO berjumlah 40 negara dari total 175 negara anggota IMO, yang terbagi menjadi tiga kategori yaitu: kategori A (10 negara dengan armada terbesar), kategori B (10 negara kepentingan terbesar dalam penggunaan jasa pelayaran), dan kategori C (20 negara yang memiliki kepentingan khusus dalam transportasi laut atau navigasi yang akan memastikan keterwakilan semua daerah geografis utama di dunia).Indonesia selama ini menjadi anggota dewan untuk Kategori “C” bersama dengan 19 negara lainnya.
“Indonesia sudah tepat berada di kategori C, karena memiliki posisi yang kuat. Kita memiliki geografis yang strategis berdekatan dengan selat malaka, memiliki alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) dan kita adalah negara maritim yang penting bagi dunia. Kekuatan ini menjadi pertimbangan negara lain untuk memilih Indonesia,” ujarnya.
International Maritime Organization (IMO) merupakan badan khusus PBB yang bertanggung jawab untuk keselamatan dan keamanan aktivitas pelayaran dan pencegahan polusi di laut oleh kapal. IMO bertugas memutakhirkan legislasi atau mengembangkan dan mengadopsi peraturan baru, melalui pertemuan yang dihadiri oleh ahli maritim dari negara anggota, serta organisasi antar-pemerintah dan non-pemerintah. (HH/RDL/BRD/SR)