Tanjungpandan – Dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 69 Tahun 2013 ditetapkan jarak antar bandara yaitu wilayah Sumatera dan Jawa radius 100 kilometer dan jarak antar bandara 200 kilometer. Wilayah Kalimantan dan Sulawesi radius (60 km) dan jarak antar bandara (120 km). Sedangkan Wilayah Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua radius (30 km) dan jarak antar bandara (60 km).
Kebijakan pengembangan bandara baru diprioritaskan pertama, di daerah rawan bencana dengan tujuan untuk penanganan bencana, sehingga mampu didarati pesawat Hercules C-130 dan pesawat berpenumpang 50 orang dalam rangka evakuasi dan distribusi bantuan. Kedua, pengembangan bandara di daerah perbatasan negara untuk mendukung keamanan wilayah dan mampu melayani pesawat berpenumpang 50 orang dengan pesawat Hercules C-130.
Ketiga, pengembangan bandara untuk membuka isolasi daerah. Bandara yang dikembangkan di daerah terisolasi untuk dapat melayani penerbangan perintis dengan pesawatberpenumpang 25 orang dengan klasifikasu landasan 2C. Dan keempat, adalahpengembangan bandara di daerah tujuan wisata sebagai pintu gerbang dan hub pariwisata nasional.
Hal tersebut disampaikan kata Direktur Kebandarudaraan, Ditjen Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan Agus Santoso dalam lokakarya Wartawan Perhubungan “Menata Transportasi, Meningkatkan Daya Saing" di Aula Kabupaten Belitung, Propinsi Babel Jumat (22/5).
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) saat ini memiliki 237 bandar udara (bandara). Dari jumlah tersebut, sebanyak 211 bandara dikelola oleh Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, 13 bandara dikelola oleh PT Angkasa Pura I dan 13 bandara dikelola oleh PT Angkasa Pura II.
Melihat kondisi geografis negara Indonesia yang merupakan
negara kepulauan, maka transportasi udara merupakan salah satu moda yang sangat
penting untuk dikembangkan.
Pemerintah berencana membangun sebanyak 62 Bandara baru, termasuk di dalamnya
relokasi 16 bandara.
"Pembangunan bandara baru untuk memenuhi meningkatnya kebutuhan transportasi udara," katanya. Agus Santoso menjelaskan, pembangunan bandara baru dilakukan jika bandara yang ada sudah tidak dapat dikembangkan lagi untuk menampung pertumbuhan trafik yang terus berkembang.
"Untuk mengurangi kepadatan bandara utama eksisting yang sulit dikembangkan, dapat dipertimbangkan membangun bandara baru di kota metropolitan sebagai sistem bandara jamak," papar Agus.
Agus menambahkan, penetapan lokasi bandara baru harus sesuai ketentuan, cakupan wilayah pelayanan bandara untuk mengetahui wilayah hinterland dari setiap bandara sehingga dapat diketahui wilayah mana yang belum atau sudah terlayani oleh bandara. (SNO)