Perencanaan Pembangunan Bandar Udara Kualanamu telah dimulai sejak tahun 1994 dengan diterbitkannya Keppres Nomor 76 Tahun 1994 tentang pembentukan Panitia Pemindahan Bandar Udara Polonia–Medan. Selanjutnya Keppres tersebut ditindaklanjuti dengan MOU antara pemerintah c.q. PT. (Persero) Angkasa Pura II dengan PT. Citra Lamtoro Gung Persada menyangkut investasi dan pengelolaan Bandar Udara Kualanamu, namun MOU ini tidak berjalan karena memburuknya keadaan ekonomi Indonesia.
Penetapan lokasi untuk pembangunan Bandar Udara Kualanamu telah diputuskan melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 41 Tahun 1995, lokasi pembangunan terletak di Kualanamu, Desa Beringin, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang. Rencana Induk Bandar Udara Kualanamu di tetapkan melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 40 Tahun 1998. Di samping itu studi Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) juga telah dilakukan dan ditetapkan melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: SK.7/LT.504/PHB.98.
Proyek Pembangunan Bandar Udara Kualanamu seperti juga pembangunan proyek-proyek lain yang dikelola oleh Pemerintah dan BUMN serta swasta sempat mengalami penangguhan saat terjadi krisis ekonomi di Indonesia. Penangguhan tersebut ditetapkan dengan Keppres Nomor 39 Tahun 1997 tentang Penangguhan/Pengkajian Kembali Proyek Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara, dan Swasta yang berkaitan dengan Pemerintah/Badan Usaha Milik Negara.
Dengan membaiknya kondisi perekonomian Indonesia, maka pembangunan Bandar Udara Kualanamu dapat dilanjutkan kembali sesuai dengan Keppres Nomor 15 Tahun 2002. Keppres tersebut menyatakan bahwa pembangunan Bandar Udara Kualanamu dapat dilanjutkan dengan terlebih dahulu dilaksanakan kajian yang menyangkut 3 aspek, yaitu : tingkat kebutuhan, ketersediaan dana dan kriteria khusus sesuai dengan karakteristik proyek yang bersangkutan.
Lahan pembangunan Bandar Udara Kualanamu di Desa Beringin seluas 1,365 ha telah dibebaskan oleh PT. (Persero) Angkasa Pura II pada Tahun 1997. Rencananya, pada tahap awal, bandara ini akan dibangun untuk kapasitas 10 juta penumpang, dengan panjang landasan (runway) 3750 m yang mampu didarati oleh pesawat jenis B 747-400. Diharapkan pembangunan akan selesai serta dapat beroperasi pada tahun 2010.
Pembiayaan pembangunan Bandar Udara Kualanamu diperoleh dari Pinjaman Luar Negeri (PLN) sebesar US$ 225 juta untuk Pembangunan Fasilitas Sisi Udara dan dari (PT. Persero) Angkasa Pura II sebesar Rp. 1,2 triliun untuk Pembangunan Fasilitas Sisi Darat Tahap awal.
Bandara Kualanamu nantinya selain dapat diakses dengan jalan biasa (non tol) juga telah dirancang akses jalan tol dan kereta api dari Stasiun Kota Medan melalui Stasiun Araskabu menuju Stasiun Bandara Kualanamu. Untuk memadukan jaringan transportasi penunjang ini, Departemen Perhubungan akan berkoordinasi dengan Departemen Pekerjaan Umum, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota/Kabupaten serta instansi terkait lainnya, sehingga dapat terwujud tepat pada waktunya. (ns)