JAKARTA - Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi mengaku pihaknya telah melakukan kajian di negara-negara yang kecenderungan penggunaan sepeda meningkat guna menghindari kontak fisik di kereta atau angkutan massal lainnya akibat pandemi Covid-19, salah satu negara yang dilihat dan dilakukan kajian tersebut adalah Jepang.
Menurut Dirjen Perhubungan Darat tersebut, masyarakat di Jepang, khususnya di Tokyo, menggunakan sepeda sebagai alat transportasi yang ramah lingkungan dari rumah ke kantor atau tempat perbelanjaan. Sedangkan di Indonesia, lanjut dia, belakangan ini sepeda lebih banyak digunakan untuk kegiatan olahraga, jalan ramai-ramai (touring), serta transportasi yang aman di era panemi Covid-19. Kendati di daerah dan masyarakat kelas bawah kendaraan sepeda ini banyak dimanfaatkan untuk kegiatan transportasi sehari-hari.
Keselamatan Bagi Pesepeda
Sepeda merupakan kendaraan multi fungsi, yang oleh pakar transportasi Prof Bambang Sugiharto, disebut sebagai salah satu moda transportasi yang layak direkomendasikan sebagai kendaraan roda dua yang bisa memenuhi protokol kesehatan di era kebiasaan baru karena penggunanya bisa menjaga jarak dari kerumunan penumpang, relative lebih leluasa di ruang terbuka, sekaligus bisa menjadi sarana berolahraga, dan bersepeda membuat kesehatan tubuh terjaga.
Pengurus Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) dr Nur Abadi, yang juga hobby bersepeda ini setuju bila Pemerintah Daerah membangun jalur khusus bagi pengendara sepeda dan juga membuat perturan mengenai penggunaan kendaraan roda dua non motor dalam berlalu-lintas.
Tanpa jalur tersendiri, yang khusus bagi pesepeda, menurut dr Nur, pengguna moda transportasi ini paling lemah dan lebih terancam keselamatannya di jalan raya dibandingkan dengan pengguna moda lain.
“Pesepeda kerapkali menjadi korban dari kendaran bermotor roda dua dan roda empat, yang disebabkan oleh tabrak dari belakang, terserempet atau bersenggolan yang menyebabkan jiwa pesepeda terancam di jalanan. Di sisi lain pesepeda yang tidak taat aturan dan tidak tertib lalulintas juga menjadi penyebab terjadinya malapetaka bagi pengguna transportasi yang lain,” ujarnya.
Untuk melindungi pesepeda dari kecelakaan lalu lintas, dr Nur berharap perlu peraturan yang menjamin keselamatan pesepeda.
Perhatian Pemerintah Daerah
Di sejumlah daerah kendaraan roda dua non motor sudah dibuatkan jalur tersendiri. Di Kota Surakarta, Bandung, dan di Jakarta, pemerintah setempat telah mengatur keberadaan kendaraan multi fungsi ini untuk mengaspal di jalan raya dengan membuat lajur khusus. Namun lajur khusus saja belum cukup, harus dilengkapi dengan aturan dan ketentuan khusus – semacam peraturan daerah – yang menjamin pesepeda aman di jalanan. Harus diakui tren penggunaan sepeda sebagai alat transportasi yang murah dan ramah lingkungan ini semakin lama semakin banyak penggunanya.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi menginginkan agar tren penggunaan sepeda sebagai alat transportasi yang kian meningkat di berbagai kota harus dibarengi dengan kepedulian dan regulasi yang menjamin keamanan dan kenyamanan pesepeda.
“Terus terang, saya ingin Kemenhub menyiapkan regulasi yang melindungi keselamatan bagi pesepeda. Keberadaan pesepeda berlalu-lintas di jalan raya harus diatur, apakah dengan Peraturan Menteri (PM) atau Peraturan Pemda (PERDA), Peraturan Bupati (Perbub) atau Peraturan Gubernur (Pergub) yang menjamin keselamatan pengguna transportasi moda ini , “ ujarnya.
Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 mengenai Lalu Lintas Angkutan Jalan, lanjut Dirjen Budi, dijelaskan sepeda termasuk kategori kendaraan tidak digerakkan oleh mesin. Karena bukan kendaraan bermotor, pengaturan sepeda di jalanan umum menjadi wewenang pemerintah daerah.
“Kami akan mendorong aturan-aturan semacam ini segera di buat didaerah, minimal dengan mulai menyiapkan infrastruktur jalan. Kota DKI Jakarta, Kota Solo, Kota Bandung sudah lebih dulu menyiapkan infrastrukturnya, tinggal sekarang bagaimana membuat aturannya,” jelasnya.
Selain itu, Dirjen Budi menyarankan aturan pengelompokan angkutan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 juga harus direvisi karena semakin beragamnya jenis kendaraan, termasuk angkutan roda dua non motor, seperti sepeda listrik, skuter, hoverboard, dan lainnya. (AS)