26 Oct 2025
5245 View
Di ujung utara Kalimantan, Pulau Tarakan dan Nunukan
menjadi dua simpul penting yang menjadi nadi logistik di wilayah perbatasan. Di
sinilah denyut program angkutan perintis barang baik laut dan udara terasa
paling nyata. Di tengah terpaan gelombang laut Sulawesi dan tantangan cuaca
ekstrem di pegunungan Krayan, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan hadir
melalui moda transportasi yang menembus keterisolasian. Kehadiran moda
transportasi perintis inilah yang kemudian melandasi lahirnya program berkelanjutan
dari pemerintah untuk memperkuat konektivitas di wilayah perbatasan, melalui
sektor laut dan udara.Program Angkutan Udara Perintis tahun 2025 merupakan bagian
dari upaya pemerintah untuk memastikan konektivitas di wilayah 3TP (Tertinggal,
Terdepan, Terluar, dan Perbatasan) tetap terjaga. “Sebagai negara kepulauan,
Indonesia memiliki tantangan geografis yang kompleks. Program angkutan udara
perintis ini hadir bertujuan untuk pemerataan pembangunan, meningkatkan
ekonomi, mempersempit kesenjangan serta menurunkan disparitas harga,” ujar
Lukman, Direktur Jenderal Perhubungan Udara. Upaya tersebut menjadi sangat
relevan bagi Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) yang memiliki karakter
geografis unik dan hubungan erat dengan kawasan perbatasan internasional.Dua pulau yang termasuk dalam wilayah Provinsi Kaltara
tersebut, dapat terhubung dengan jalur laut dan udara. Jika perjalanan ditempuh
menggunakan speedboat akan memakan waktu sekitar dua setengah
jam. Selain itu, Kalimantan Utara juga berbatasan langsung dengan Negara
Malaysia tepatnya Ibu Kota Distrik Tawau di Sabah, Malaysia. Pada perjalanan
bertajuk “Jelajah Moda” ini, tim kami berkesempatan merasakan pengalaman
langsung menyusur jalur logistik di provinsi termuda di Indonesia.Tempat pertama yang kami sambangi adalah Pulau Tarakan.
Pulau ini dikenal sebagai gerbang udara utama di Kalimantan Utara,
sekaligus simpul penting dalam rantai distribusi barang dan mobilitas orang di
kawasan perbatasan. Secara geografis, Tarakan memiliki posisi strategis di
tengah Laut Sulawesi, menjadi penghubung antara jalur laut dari selatan
(Makassar, Balikpapan, Surabaya) dan jalur udara menuju wilayah pedalaman
di utara seperti Krayan, Long Bawan, Long Apung, dan Malinau.Dari pulau sekaligus kota paling ramai di Kaltara
inilah, pesawat-pesawat perintis kargoberangkat sesuai jadwal
untuk menyalurkan kebutuhan pokok ke daerah-daerah yang tidak memiliki akses
jalan darat. Koordinator Wilayah (Korwil) Tarakan pada tahun 2025, memiliki 5
rute angkutan udara perintis kargo meliputi Tarakan – Long Bawan PP (2X), Tarakan
– Long Apung Malinau PP (1X), dan Tarakan – Binuang PP (1X).Aktivitas logistik di Tarakan berpusat di Bandar Udara
Juwatayang merupakan bandara internasional yang juga berfungsi
sebagai hub utama penerbangan perintis di Kalimantan Utara. Bandara
ini mengoordinasikan operasi maskapai perintis seperti Di ujung utara
Kalimantan, Pulau Tarakan dan Nunukan menjadi dua simpul penting yang menjadi
nadi logistik di wilayah perbatasan. Di sinilah denyut program angkutan
perintis barang baik laut dan udara terasa paling nyata. Di tengah terpaan
gelombang laut Sulawesi dan tantangan cuaca ekstrem di pegunungan Krayan,
pemerintah melalui Kementerian Perhubungan hadir melalui moda transportasi yang
menembus keterisolasian. Kehadiran moda transportasi perintis inilah yang
kemudian melandasi lahirnya program berkelanjutan dari pemerintah untuk
memperkuat konektivitas di wilayah perbatasan, melalui sektor laut dan udara.Program Angkutan Udara Perintis tahun 2025 merupakan bagian
dari upaya pemerintah untuk memastikan konektivitas di wilayah 3TP (Tertinggal,
Terdepan, Terluar, dan Perbatasan) tetap terjaga. “Sebagai negara kepulauan,
Indonesia memiliki tantangan geografis yang kompleks. Program angkutan udara
perintis ini hadir bertujuan untuk pemerataan pembangunan, meningkatkan
ekonomi, mempersempit kesenjangan serta menurunkan disparitas harga,” ujar
Lukman, Direktur Jenderal Perhubungan Udara. Upaya tersebut menjadi sangat
relevan bagi Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) yang memiliki karakter
geografis unik dan hubungan erat dengan kawasan perbatasan internasional.Dua pulau yang termasuk dalam wilayah Provinsi Kaltara
tersebut, dapat terhubung dengan jalur laut dan udara. Jika perjalanan ditempuh
menggunakan speedboat akan memakan waktu sekitar dua setengah
jam. Selain itu, Kalimantan Utara juga berbatasan langsung dengan Negara
Malaysia tepatnya Ibu Kota Distrik Tawau di Sabah, Malaysia. Pada perjalanan
bertajuk “Jelajah Moda” ini, tim kami berkesempatan merasakan pengalaman
langsung menyusur jalur logistik di provinsi termuda di Indonesia.Tempat pertama yang kami sambangi adalah Pulau Tarakan.
Pulau ini dikenal sebagai gerbang udara utama di Kalimantan
Utara, sekaligus simpul penting dalam rantai distribusi barang dan
mobilitas orang di kawasan perbatasan. Secara geografis, Tarakan memiliki
posisi strategis di tengah Laut Sulawesi, menjadi penghubung antara jalur
laut dari selatan (Makassar, Balikpapan, Surabaya) dan jalur udara menuju
wilayah pedalaman di utara seperti Krayan, Long Bawan, Long Apung, dan
Malinau.Dari pulau sekaligus kota paling ramai di Kaltara
inilah, pesawat-pesawat perintis kargoberangkat sesuai jadwal
untuk menyalurkan kebutuhan pokok ke daerah-daerah yang tidak memiliki akses
jalan darat. Koordinator Wilayah (Korwil) Tarakan pada tahun 2025, memiliki 5
rute angkutan udara perintis kargo meliputi Tarakan – Long Bawan PP (2X), Tarakan
– Long Apung Malinau PP (1X), dan Tarakan – Binuang PP (1X).Aktivitas logistik di Tarakan berpusat di Bandar Udara
Juwatayang merupakan bandara internasional yang juga berfungsi
sebagai hub utama penerbangan perintis di Kalimantan Utara. Bandara
ini mengoordinasikan operasi maskapai perintis seperti Smart Cakrawala
Aviation dan Susi Airyang melayani rute bersubsidi ke wilayah 3TP.
Kegiatan penerbangan perintis di Tarakan berjalan teratur di bawah koordinasi
Unit Penyelenggara Bandara Udara (UPBU) Juwata Tarakan.Menurut Indy Harpas Sari, Koordinator Pengawas
Kargo Bandar Udara Juwata Tarakan, penerbangan perintis kargo dilakukan tiga
kali dalam seminggu, setiap Senin hingga Rabu. “Hari Senin melayani rute Long
Sule - Tarakan, hari Selasa Tarakan ke Binuang. Sementara pada Rabu pagi
melayani penerbangan untuk rute Tarakan- Long Layu dan siangnya rute Tarakan -
Long Sule”, jelasnya. Muatan dari Tarakan umumnya berupa bahan pokok seperti
beras, gula, minyak goreng, hingga ayam beku dan ikan segar, sedangkan dari
pedalaman kerap kembali membawa hasil bumi seperti beras lokal dan buah nanas.Indy menambahkan bahwa koordinasi dilakukan sejak tahap
penerimaan barang hingga pesawat perintis siap terbang. Setiap muatan yang
masuk dari penyedia barang ditimbang oleh pihak maskapai dan pengawas kargo,
yang selanjutnya melalui proses pemeriksaan x-ray untuk
memastikan keamanan. Setelah itu, pengawas kargo memeriksa kesesuaian manifest dengan
rute dan kapasitas pesawat.Selain peran bandara dan maskapai, jalur distribusi logistik
udara di Tarakan juga melibatkan para consignee yaitu pelaku
usaha yang mengirim barang ke wilayah pedalaman. Setiap pengiriman disesuaikan
dengan pesanan dari daerah tujuan, mulai dari kebutuhan pokok seperti mi
instan, kopi, gula, hingga ayam dan ikan beku. Barang dikumpulkan, ditimbang,
dan di-packing di gudang, sebelum diangkut ke Bandara
Juwata untuk dimuat ke pesawat perintis. Menurut salah satu consignee, Edi,
program subsidi angkutan perintis membuat harga barang di daerah Krayan kini
hampir sama dengan di Tarakan. “Dulu satu bungkus mi instan bisa Rp6.000,
sekarang hanya sekitar Rp2.000,” ujarnya. Ia berharap pemerintah daerah ikut
mendorong muatan balik agar rantai logistik lebih seimbang.Sementara itu, Mulki, salah satu pelaku usaha di
Tarakan, menjelaskan bahwa pengiriman barang dari tokonya dilakukan secara
rutin dua hingga tiga kali dalam sebulan, menyesuaikan jadwal penerbangan,
kebutuhan, dan permintaan warga. Di bandara, proses pemuatan barang berlangsung
efisien dan terkoordinasi. Hardi, consignee yang turut
mengawasi kegiatan loading di Bandara
Juwata, menerangkan bahwa untuk tiap pengiriman bisa mencapai ratusan
kilogram ayam dan ikan beku. Bahan-bahan mentah itu merupakan komoditas yang
sulit diperoleh di wilayah pegunungan, namun menjadi penopang untuk memenuhi
kebutuhan pangan masyarakat di sana.Dibalik penerbangan singkat untuk menyalurkan barang-barang
tersebut, terdapat tantangan besar di udara. Captain Caesar, salah satu
pilot pesawat perintis, mengaku medan pegunungan dan cuaca yang cepat berubah
sering memaksa mereka kembali ke Tarakan demi keselamatan. “Kami terbang di
wilayah lembah yang benar-benar terisolasi. Kadang jarak pandang menurun
drastis, jadi harus go around atau RTB yaitu return to
base” ujarnya. Meski begitu, ia menyebut kebanggaan justru muncul saat
mendarat dan disambut warga yang menanti pasokan penting. “Kami tidak tahu
persis apa yang kami bawa, tapi sering kali itu barang yang membuat hidup orang
di sana jadi lebih baik,” terang Captain Caesar.Peran Angkutan Laut Perintis Kargo di
Pulau NunukanUsai menyelesaikan liputan di Tarakan, tim kami melanjutkan
perjalanan menuju Pulau Nunukan. Pulau yang berdekatan langsung dengan Malaysia
ini memiliki posisi strategis sebagai gerbang keluar-masuk antarnegara
sekaligus tempat persinggahan internasional. Nunukan dikenal dengan
mottonya “Penekindi Debaya” berasal dari bahasa Tidung yang
memiliki arti“Membangun Daerah”. Sebagai wilayah perbatasan, Nunukan
terus memperkuat perannya melalui pembangunan berbagai fasilitas dan
infrastruktur pendukung. Salah satunya adalah Pelabuhan Internasional Tunon
Taka yang juga diambil dari bahasa Tidung dengan makna “Selamat Datang”,
dan menjadi pelabuhan lintas menuju Kota Tawau, Malaysia.Pembangunan dan konektivitas transportasi laut di kawasan
perbatasan seperti Nunukan tidak lepas dari dukungan program angkutan laut
perintis yang dijalankan Kementerian Perhubungan. Direktur Jenderal Perhubungan
Laut, Muhammad Masyhud, menyampaikan sejak tahun 2015, layanan angkutan laut
perintis terus memberikan kontribusi nyata dalam membuka aksesibilitas
transportasi laut ke daerah-daerah yang belum terlayani secara komersial.Di tahun 2025, sebanyak 107 trayek angkutan laut perintis
telah melayani 480 pelabuhan singgah di 28 provinsi dan 184 kabupaten/kota
dengan capaian realisasi fisik mencapai 2.154 voyage. “Secara
kumulatif sejak tahun 2015 hingga 2025, angkutan laut perintis penumpang telah
melayani 7.899.415 orang penumpang dan mengangkut 1.364.547 ton muatan barang,”
ungkapnya.Di pulau ini, kami menelusuri bagaimana angkutan laut
perintis kargo berperan penting dalam menyalurkan logistik dari dan menuju ke
Nunukan. Di Pelabuhan Tunon Taka, kapal-kapal perintis kargo bersandar membawa
berbagai kebutuhan pokok dari Surabaya dan Makassar. Salah satunya melalui
program angkutan laut perintis kargo terbaru, yaitu rute trayek T-4, Kapal
motor (KM) Kendhaga mulai dioperasikan pada 2025 melayani rute Makassar -
Polewali - Belang - Belang - Sangatta - Nunukan/Sebatik - Makassar. Juga ada Trayek
H-1 (KM Lognus 2) dengan rute Tanjung Perak - Makassar - Tahuna - Nunukan -
Tanjung Perak.Aktivitas di pelabuhan berjalan hampir tanpa henti. Di balik
lalu lintas kapal perintis yang datang silih berganti, Kantor Kesyahbandaran
dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas IV Nunukan menjadi pengawal utama
kelancaran, keselamatan, dan keamanan kegiatan bongkar muat. “Kami mengawasi
seluruh kegiatan di pelabuhan mulai dari proses sandar, pengecekan manifest,
hingga distribusi kontainer,” ujar Ahmad Kosasi,Kepala KSOP Kelas IV Nunukan.
Semua proses saat ini dilakukan melalui sistem Inaportnet untuk memastikan
efisiensi dan transparansi.Tidak hanya menerima barang dari luar, Kabupaten Nunukan
juga mengirimkan hasil lautnya ke berbagai daerah. Rumput laut kering menjadi
komoditas utama yang menyeimbangkan arus logistik.
“Dulu kapal jarang mau masuk karena tak ada muatan balik, sekarang rumput laut
menjadi daya tarik tersendiri bagi pelayaran”, tutur Kosasi.Di pelabuhan yang terletak di perbatasan Indonesia ini,
geliat ekonomi tumbuh dari datang dan perginya kapal perintis. Dari rumput laut
kering hingga berlabuhnya kontainer berisi bahan makanan pokok dan penting,
semua menjadi bagian dari denyut pemerataan ekonomi. Sehingga diharapkan untuk
fasilitas di Pelabuhan Tunon Taka dapat semakin menunjang kegiatan
kepelabuhanan. “Nunukan ini bukan hanya wajah Kabupaten Nunukan dan Provinsi
Kalimantan Utara, tapi juga wajah Indonesia,” harap Kosasi pada percakapan siang
itu.Begitu kapal perintis bersandar di pelabuhan, kegiatan
bongkar muat oleh Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) pelabuhan segera
berlangsung. Setelah seluruh kontainer dan muatan diturunkan, truk-truk Damri
perintis mengambil peran berikutnya. Dari pelabuhan, mereka mendistribusikan
barang ke gudang-gudang dan toko-toko di seluruh Kabupaten Nunukan. Koordinasi
dilakukan setiap kali kapal tiba, menyesuaikan dengan manifest barang
yang dibawa. Rantai logistik ini tak hanya menjaga ketersediaan pasokan, tetapi
juga berdampak langsung pada kestabilan harga di pasaran. Salah satu komoditas
yang rutin diangkut adalah pakan ternak, kebutuhan penting bagi pelaku usaha
peternakan lokal.Manfaat nyata dari angkutan perintis dirasakan langsung oleh
para pengusaha di daerah ini. Seperti Aslan, peternak sekaligus distributor
pakan ternak di Nunukan, mengakui program subsidi angkutan sangat membantu
menekan biaya produksi. Dengan tarif angkut yang lebih rendah, harga jual pakan
dapat dipangkas hampir setengah dari sebelumnya. “Harga pakan ayam yang
biasanya berkisar Rp580.000 – Rp600.000 per kilogram bisa kami jual di kisaran
Rp500.000 – Rp510.000,” jelasnya. Dampaknya terasa hingga ke pasar, di mana
harga ayam dapat turun Rp3.000 – Rp5.000 per kilogram dibanding harga umum.
Bagi pelaku usaha kecil seperti dirinya, selisih harga itu berarti besar karena
menjaga daya saing sekaligus memastikan pasokan tetap terjangkau bagi
masyarakat.Selain sektor peternakan yang merasakan manfaatnya, hasil
laut dari pesisir Nunukan pun ikut bergerak seiring meningkatnya akses
logistik. Salah satunya adalah komoditas rumput laut yang kini menjadi andalan
utama masyarakat di wilayah ini.Rumput Laut, Komoditas Unggulan dari Ujung KalimantanDi Kampung Mamolo Kecamatan Nunukan Selatan, Kasmi, salah
satu pembudidaya rumput laut, menunjukkan gulungan tali yang baru selesai
diikat bibitnya. “Prosesnya 45 hari di laut baru bisa dipanen, lalu lama
penjemuran empat sampai lima hari,” tuturnya sambil menunjukkan hasil panen.
Jenis yang ditanam adalah cottonii, salah satu varietas yang banyak
tumbuh di perairan Nunukan. Rumput laut cottonii (Eucheuma cottonii)
adalah spesies rumput laut merah yang kaya akan senyawa bioaktif dan nutrisi.
Dalam satu tali, hasil panen bisa mencapai 5 hingga 10 kilogram rumput laut
kering, yang kemudian diambil tengkulak untuk dikirim ke Makassar dan Surabaya.Pembayaran kepada para petani dilakukan secara tunai setiap
kali pekerjaan selesai. Sistem yang diterapkan ini membuat ekonomi di pesisir
terus bergerak setiap hari. Kini, budidaya rumput laut menjadi tumpuan utama
bagi sebagian besar masyarakat Kampung Mamolo. Sebelumnya, banyak warga yang
bekerja sebagai nelayan, namun beralih menjadi petani rumput laut karena
hasilnya lebih menjanjikan. “99% warga di sini petani rumput laut. Suami yang
turun ke laut, istri yang mengikat bibit,” lanjut Kasmi.Di bagian lain rantai pasok, Alkir, pengusaha rumput laut
yang menggeluti bisnis ini sejak 2009, menjelaskan bagaimana peran kapal
perintis membantu kelancaran pengiriman. “Kami lihat dulu kuota kontainer yang
tersedia, karena kadang permintaan banyak tapi kapasitasnya terbatas,” ujarnya.
Dalam satu kali pengiriman, ia bisa mengirim 1.500 hingga 2.000 karung rumput
laut kering. Menurutnya, keberadaan kapal perintis sangat membantu menekan
biaya logistik. “Selisihnya bisa sampai tiga ribu rupiah per karung dibanding
kapal swasta. Kalau kuotanya ditambah, tentu manfaatnya makin besar, terutama
bagi petani,” tambahnya.Pemerintah Kabupaten Nunukan melalui Dinas Koperasi, Usaha
Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Nunukan menilai
keberadaan angkutan laut perintis kargo telah membawa dampak nyata terhadap
stabilitas harga. “Sebelum ada kapal perintis kargo, banyak kebutuhan pokok
yang masih bergantung pada pasokan dari Malaysia,” ujar Sabri, Kepala Dinas
Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Nunukan. Kini, dengan
frekuensi kapal yang rutin dari Surabaya dan Makassar, harga barang menjadi lebih
kompetitif, dan ketersediaan bahan pangan lebih terjamin, terutama saat sering
terjadi cuaca ekstrem. Arus balik seperti muatan rumput laut juga menjadi
potensi besar untuk meningkatkan ekonomi masyarakat.Melalui perjalanan liputan menelusuri rute angkutan perintis
kargo, kami menyaksikan bagaimana layanan ini menjaga denyut logistik di
perbatasan. Setiap kapal dan pesawat bukan hanya bertugas membawa muatan dan
mengantarkan barang, tetapi juga menjembatani masyarakat di pulau-pulau terluar
agar memiliki kesempatan ekonomi yang setara. Harga kebutuhan pokok yang kini
lebih stabil, serta berkembangnya ekspor rumput laut dari pesisir Nunukan,
menjadi bukti bahwa transportasi perintis tak sekadar memindahkan barang,
melainkan turut menggerakkan harapan. (ADT-HG-ME)
-
Biro Komunikasi dan Informasi Publik