(Jakarta, 15/12/09) Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono menyatakan bahwa dalam rangka revitalisasi perkeretaapian, Indonesia akan menjadikan apa yang terjadi di negara lain sebagai referensi, namun dalam pengaplikasiannya harus dilakukan dengan cara Indonesia sendiri.



“Yang terjadi di Jepang, Eropa, Amerika, maupun Australia akan dijadikan referensi, tapi pada akhirnya yang saya minta kepada tim yang menyelesaikan ini adalah we do it Indonesian way. Tidak ada model yang 100% kondisinya sama dengan di sini. Kita bisa tahu apa yang terjadi di luar sana, kita bisa tahu kekurangan-kekurangannya, and then we adopt in Indonesian way,” kata Wamenhub pada pembukaan “Workshop on the National Railway Master Plan: Expanding Potential of Railways to Support Indonesia’s Exonomic Growth” di Hotel JW Marriott, Jakarta, Selasa, 15 Desember 2009.



Alasan mengenai kebijakan ini, menurut Wamenhub, kondisi sosial politik ekonomi Indonesia berbeda dengan tempat lain. Oleh karena itu Indonesia cukup mengambil yang paling baik bagi dirinya sendiri. Terkait dengan hal tersebut, Wamenhub menambahkan, dalam mendukung revitalisasi perkeretaapian, Indonesia sudah memiliki regulasi, yaitu UU No.23 Tahun 2007, dengan turunan Peraturan Pemerintah (PP) No. 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian, serta PP No. 72 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan KA. Selanjutnya Wamenhub meminta, dengan kerangka regulasi yang telah ada ini semua pihak untuk dapat melihatnya sebagai sesuatu yang harus disikapi ke depan dengan langkah yang nyata.



Selanjutnya Wamenhub menyatakan, dalam mewujudkan revitalisasi transportasi perkotaan pada masa yang akan datang, kereta api perkotaan adalah satu hal yang harus didayagunakan. Wamenhub menyatakan, setidaknya ada 7 (tujuh) kota besar di Indonesia yang nantinya menjadikan transportasi perkotaan sebagai backbone, yaitu Jabodetabek, Bandung, Semarang, Jogja, Surabaya, Palembang, dan Medan. Untuk menunjang transportasi perkotaan tersebut, maka potensi perkeretaapian yang ada harus dikembangkan dengan cara integrasi antar-moda.



“Kita tidak berpikir lagi satu jenis moda. Tapi kita lihat potensi yang ada di kereta api bisa dipadukan dengan moda lain. Seperti yang terjadi di Jogja. Kalau bapak ibu sekalian turun dari airport, ingin naik Trans Jogja, atau ingin naik kereta api Prameks, itu dengan mudah. Ada terowongannya, nyaman, bapak ibu bisa menyeret koper. Dan itu sebenarnya itu yang kita harapkan terjadi di beberapa kota, bagaimana suatu perpindahan itu menjadi sesuatu yang kita sebut seamless: fasilitasnya jelas, orang dibuat aman, dan nyaman,” ujar Wamenhub.



Terhadap penyelenggaraan workshop kali ini, Wamenhub mengharapkan, agar tidak hanya berhenti pada seminar saja, tetapi ada suatu step by step action plan yang dihasilkan sebagai complement (pelengkap) dari RIPN (Rencana Induk Perekeretaapian Nasional) yang bisa mulai diwujudkan pada 2010. Hadir pula dalam workshop ini, Sekretaris Direktur Jenderal Perkeretaapian, Nugroho Indrio; Jajaran direksi PT. Kereta Api Indonesia (KAI); perwakilan HWTSK Inc.; serta anggota tim Revitalisasi Perkeretaapian Nasional. (YFA)