(Jakarta, 9/7/2010) Kementerian Perhubungan akan mengajukan kembali rekomendasi pencabutan larangan terbang PT Lion Mentari Air dari daftar larangan terbang Uni Eropa kepada komisi keselamatan persekutuan negara-negara Eropa tersebut, tahun depan. Pengajuan rekomendasi terhadap Lion itu direncanakan akan dilakukan bersama dengan dua maskapai lainnya, yaitu Sriwijaya Air dan Travira Air.
 
"Untuk Lion, sudah pasti akan kami ajukan lagi. Tetapi, khusus dua maskapai Siriwijaya dan Travira, akan dibahas lebih mendalam dengan perwakilan maskapai minggu depan," jelas Direktur Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Kemenhub Yurlis Hasibuan, Jum'at (9/7).
 
Khusus Lion, imbuh Yurlis, Pemerintah meminta maskapai tersebut untuk memperbaiki sejumlah hal yang menjadi dasar Komisi Eropa menolak mencabut larangan terbangnya tahun ini. ”Mereka harus menyusun laporan yang rinci mengenai kondisi kecelakaan-kecelakaan yang pernah dialami, sejak 2004. Selanjutnya, mereka juga harus bisa menjelaskan bagaimana cara mengimbangi pertumbuhan jumlah pesawat dengan aspek keselamatannya," papar Yurlis.
 
Menurutnya, akibat penolakan UE itu, tak hanya Lion yang harus berbenah. Pemerintah, juga harus melakukan sejumlah tindakan untuk meningkatkan keyaninan Komisi Eropa agar tak ada lagi rekomendasi yang mendapat penolakan ke depan. Salah satu tindakan itu adalah melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap Lion Air, serta menindaklanjuti dengan tegas seluruh temuan yang terkait dengan insiden maupun kecelakaan yang melibatkan pesawat Lion.
 
Selain harus memiliki catatan yang baik dalam urusan keselamatan penerbangan, Yurlis menambahkan, maskapai yang ingin diajukan rekomendasi pencabutan larangan terbangnya ke Eropa harus memenuhi syarat ANNEX 6 International Civil Aviation Organization (ICAO) dan Civil Aviation Safety Regulation (CASR) 121 dan 135. Yaitu aturan yang mewajibkan seluruh pesawat yang dioperasikan memiliki perlengkapan keselamatan modern, seperti pintu tahan peluru (bulletproof cockpit door), sensor anti-tabrakan pesawat (TCAS), pendeteksi cuaca dan ketinggian (GPWS), Ground Proximity Warning System (GPWS), alat sensor pegunungan, dan lain-lain.
 
”Persyaratan ini belum dipenuhi Sriwijaya dan Travira. Kami akan meminta mereka memenuhi persyaratan itu agar lolos tahun depan,” ujarnya. Dikatakan, karena alasan itu pula Travira tidak dimasukkan dari daftar maskapai yang akan direkomendasikan untuk keluar dari daftar hitam Uni Eropa tahun ini. Sementara dari tiga maskapaia yang direkomendasikan Kemenhub tahun ini, termasuk Lion, hanya Batavia Air dan Indonesia AirAsia yang lolos.
 
 "Sriwijaya akan kita tany, apakah bersedia untuk tidak mengoperasikan lagi Boeing 737-200, sesuai ketentuan Komisi Eropa. Sementara pesawat jenis itu merupakan separuh dari total pesawat yang mereka operasikan," imbuh Yurlis. Dia menyarankan agar Sriwijaya memiliki komitmen untuk meremajakan armadanya dengan mengganti Boeing 737-200 dengan dengan pesawat generasi lebih baru seperti yang dilakukan Batavia Air. ”Komitmen itu harus segera dilakukan, karena jika mau dicabut larangan terbangnya tahun depan, maka dokumen rekomendasi sudah harus kita kirimkan kepada Komisi Eropa akhir tahun ini untuk mereka pelajari.”
 
Sebelumnya, Presiden Direktur Sriwijaya Air Chandra Lie mengatakan, maskapainya akan mendatangkan 20 unit Boeing 737-800 NG sampai 2015 untuk menggeser posisi pesawat-pesawat tua yang dioperasikannya. Untuk tahap awal, jelasnya, akan didatangkan tiga unit mulai Oktober 2010. (DIP)