(Bandung, 17/04/2012) Persyaratan kepemilikan minimum 2 gerbong rangkaian sebagai badan usaha penyelenggara sarana kereta api yang tertera dalam Rancangan Peraturan Menteri Perhubungan (RPM) Tentang Perizinan Penyelenggaraan Sarana Perkeretaapian akan dijelaskan lebih terperinci dalam pasal yang menyebutkannya. Demikian salah satu kesimpulan dalam Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Menteri Perhubungan Tentang Perizinan Penyelenggaraan Sarana Perkeretaapian di Bandung, Selasa (17/4).

Dalam RPM Tentang Perizinan Penyelenggaraan Sarana Perkeretaapian bab III Pasal 19 ayat 1 (b)disebutkan untuk memperoleh izin operasi sarana perkeretaapian umum Badan Usaha wajib memiliki paling sedikit 2 rangkaian kereta api menurut jenisnya dan paling sedikit 1 (satu) rangkaian kereta api menurut jenisnya sebagai cadangan, dan/atau beberapa rangkaian kereta api cadangan sesuai dengan kebutuhan lintas pelayanan yang akan dilayani sesuai dengan spesifikasi  teknis yang disetujui oleh Direktur Jenderal Perkeretaapian.  Namun dalam RPM tidak dijelaskan syarat kepemilikan dua rangkaian tersebut termasuk lokomotif atau tidak.

 “ Lokomotif dan gerbong termasuk dalam persyaratan minimal dua rangkaian kereta tersebut. Saran ini akan dijadikan masukan untuk penyempurnaan RPM, “jelas Saptandri (Kabag peraturan Transportasi Darat dan Perkeretaapian Biro Hukum, Kemenhub) selaku moderator konsultasi.

Selain itu persyaratan minimum gerbong rangkaian, Badan Usaha wajib memiliki studi kelayakan, sarana yang dioperasikan telah lulus uji pertama atau uji berkala yang dinyatakan dengan sertifikat uji, tersedianya awak sarana perkeretaapian yang memiliki sertifikat kecakapan, tenaga perawatan dan tenaga pemeriksa yang memiliki yang memiliki sertifikat keahlian, memiliki sistem dan prosedur pengoperasian, pemerikasaan dan perawatan sarana perkeretaapian, dan menguasai fasilitas perawatan sarana perkeretaapian. 

Kepala Biro Hukum dan KSLN Kemenhub Umar Aris dalam sambutan yang dibacakan oleh Saptandri menyebutkan ada beberapa hal penting yang akan dibahas dalam RPM  Tentang Perizinan Penyelenggaraan Sarana Perkeretaapian sebagai tindak lanjut dari UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan PP No. 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian.   Konsultasi publik ini diharapakan agar masukan yang diperoleh dari stakeholder dapat memperoleh kepastian hukum serta memperoleh aspek yurudis, fisiologis, dan psikologis.

“Pembahasan ini diharapkan dapat meningkatkan peran swasta dalam penyelenggaraan perkeretaapian, “ tuturnya.

Konsultasi Publik ini dihadiri oleh para stakeholder perkeretaapian dari Kementerian Perhubungan, Dinas Provinsi, BUMN, dan pelaku usaha swasta. (ARI)