(Jakarta, 28/9/2010) Seluruh stakeholders atau pemangku kepentingan pada dunia pelayaran diharapkan bersinergi wujudkan iklim pelayaran nasional yang kondusif. Hal tersebut guna meningkatkan daya saing sumber daya manusia (SDM) pelaut dalam negeri di dunia pelayaran internasional, untuk menyokong masuknya Indonesia pada era persaingan global.
 
”Baik di tingkat regional dengan negara-negara ASEAN khususnya Filipina maupun Malaysia yang memiliki SDM yang cukup baik di bidang pelayaran, maupun di level Asia yang diwakili oleh Jepang, Indonesia harus bisa menunjukkan bahwa kita tidak kalah dengan mereka,” ungkap Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Perhubungan Kementerian Perhubungan Dedi Darmawan pada acara seminar sehari yang mengangkat tema ”Upaya Pemerintah dalam Penyiapan SDM Transportasi Laut yang Berkompetensi dan Berstandar Internasional” di Jakarta, Selasa (28/9).
 
Dijelaskan Dedi, seiring dengan semakin meningkatnya pertumbuhan industri pelayaran di Indonesia dan dunia, sejatinya pemerintah dituntut untuk terus melakukan inovasi guna melakukan perubahan-perubahan kebijakan untuk menyikapi segala perkembangan yang terjadi. UU Pelayaran No 17/2008, imbuhnya, menjadi langkah awal pemerintah dalam mengantisipasi kondisi yang akan terjadi di masa mendatang. ”Antisipasi yang dilakukan sendiri tidak hanya memuat tentang arah kebijakan terkait dengann kesiapan prasarana dan sarana di bidang pelayaran saja. Tetapi juga terkait kualitas dan kuantitas SDM-nya,” lanjut Dedi.
 
Menurutnya, pada 2006 Indonesia telah masuk dalam white list organisasi maritim internasional, IMO, untuk kali kedua. Tahun 2011 mendatang, Indonesia yang telah eksis berdiri dengan QSS berdasarkan surat kesepakatan bersama (SKB) tiga menteri (Perhubungan, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Pendidikan Nasional) tentang sistem standar mutu kepelautan, akan mengupayakan masuk dalam daftar itu untuk kali ketiga. ”2011 menjadi penentu apakann kita bisa masuk white list ketiga atau tidak,” ujarnya.
 
Diungkapkan Dedi, tercatat hingga Juni 2010, jumlah pelaut Indonesua sudah mencapai 315 ribu orang, dengan 102.500 orang di antaranya adaah perwira aktif. Sementara jumlah armada yang ada hingga Januari kemarin, mencapai 9000 kapal. Jika dibandingkan antara jumlah armada dan tenaga pelaut, menurutnya, kondisi itu sangat tidak sebanding. Disebutkan, Indonesia masih butuh sekitar 18 ribuan pelaut lagi untuk mengimbangi pertumbuhan jumlah kapal. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan, untuk menyikapinya. Termasuk untuk mempertahankan status white list.
 
”Inti dari seminar  ini adalah menyikapi kondisi kritis kepelautan yang saat ini terjadi, yang salah satuya dipicu oleh banyaknya pelaut kita yang bekerja di kapal-kapal asing di luar negeri. Akibatnya, sekarang banyak pelaut-pelaut asing ke kapal-kapal kita, seperti dari Myanmar atau Filipina. Parahnya lagi, banyak pelaut yang bekerja di beberapa kapal serta beredarnya ijazah palsu yang dimanfaatkan oknum pelaut akibat tingginya tingkat kekosongan. Ini yang menjadi perhatian serius kita. Tidak hanya pemerintah, seluruh stake holder harus mengambil peran. Seperti misalnya perusahaan pelayaran, bisa menyikapinya dengan mengeluarkan bea siswa ikatan dinas, serta melakukan verifikasi terhadap awak kapal yang mereka pekerjakan,” paparnya. (DIP)