(Jakarta, 31/12/09) Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkapkan bahwa rekomendasi hasil investigasi terhadap kecelakaan yang telah dilakukan masih belum mendapatkan respons maksimal dari pihak-pihak terkait. Kondisi ini berpotensi memicu terjadinya peristiwa kecelakaan serupa di kemudian hari.

Diungkapkan Ketua KNKT Tatang Kurniadi mengatakan, dari sekian banyak rekomendasi hasil investigasi kecelakaan yang dikeluarkan KNKT melalui laporan-laporannya, baru sekitar 50 persen yang direspons dan diapresiasi oleh seluruh pihak terkait.

Safety culture (budaya keselamatan) di masyarakat kita masih belum terbangun sempurna. Baik di tingkat , regulator, operator, maupun di kalangan investigator KNKT sendiri, masih relatif lemah. Karena itu masih banyak rekomendasi perbaikan yang kita sampaikan tidak dilakukan,” ungkapnya dalam jumpa pers akhir tahun yang digelar di Gedung Kementrian Perhubungan, Rabu (30/12) petang.

Kendati demikian, Tatang menambahkan, perbaikan di sektor keselamatan baik darat, laut, kereta api dan udara, mengalami perbaikan yang signifikan selama kurun beberapa tahun terakhir. Hal itu terbukti dari menurunnya kualitas kecelakaan, baik dilihat dari kategori kecelakaan maupun tingkat fatalitas yang diakibatkan.

”Kita bisa lihat, sejak 2007 hingga 2009, jumlah kecelakaan yang diinvestigasi oleh KNKT di semua moda transportasi mengalami penurunan,” imbuhnya.

Disebutkan, pada 2007 total kecelakaan yang diinvestigasi KNKT sebanyak 53 peristiwa, dengan rincian kecelakaan moda udara sebanyak 24 peristiwa; laut sebanyak tujuh peristiwa; jalan raya sebanyak delapan  peristiwa, dan kereta apisebanyak 14 peristiwa. Kemudian pada 2008, dari total 45 peristiwa, sebanyak 26 kecelakaan terjadi di sektor angkutan udara; lima kejadian di laut; enam kejadian di jalan raya; dan delapan kejadian yang melibatkan kereta api. Sedangkan pada 2009, KNKT menginvestigasi sebanyak 47 peristiwa kecelakaan, yang terdiri dari 26 kecelakaan udara; empat di laut; sembilan di jalan raya; serta delapan di kereta api.

Tatang menambahkan, kecelakaan yang diinvestigasi KNKT adalah kecelakaan yang memiliki kriteria dan persyaratan tertentu, di mana pelaksanaannya mengacu pada petunjuk pelaksanaan investigasi setiap moda transportasi yang berlaku di tingkat nasional maupun internasional.

”Untuk moda udara misalnya, jenis kecelakaan yang kita investigasi hanya yang masuk kategori serious incident dan accident, dan prosesnya mengacu pada ketentuan Annex 13 ICAO (International Civil Aviation Organization). Sementara untuk kategori incident, KNKT cukup memberikan occurrence report, atau sebatas laporan kejadiannya saja,” paparnya.

Sedangkan untuk moda kereta api, lanjut dia, investigasi dilakukan hanya pada jenis kecelakaan berkategori “Peristiwa Luar Biasa Hebat” (PLH). Yaitu peristiwa yang memiliki kriteria di antaranya menyebabkan rintang jalan KA lebih dari empat jam; ada korban manusia; berimbas pada kekusutan operasional KA; atau menimbulkan kerugian materiil yang cukup besar. ”Bisa juga untuk kecelakaan tanpa korban atau insiden yang peristiwanya sering terjadi pada tempat tertentu, seperti anjlokan di tikungan, dll,” ujarnya.

Kemudian untuk moda transportasi jalan raya, jenis kecelakaan yang diinvestigasi KNKT adalah kecelakaan yang mengakibatkan korban tewas minimal delapan orang; terjadi berulang pada mereka tertentu atau bagian kendaraan tertentu; dan terjadi berulang di suatu lokasi tertentu. Sementara untuk moda angkutan laut, acuan investigasi yang digunakan adalah ketentuan International Maritime Organization (IMO).

”Untuk laut ada dua kategori, yaitu Kecelakaan Berat (serious marine casualty) seperti kebakaran di atas kapal; kapal meledak; hilangnya korban jiwa; kapal kandas, tabrakan, atau tenggelam, serta pencemaran. Kategori kedua adalah Kecelakaan Sangat Berat (very serious marine casualty), yaitu suatu kecelakaan kapal yang berakibat hilangnya kapal tersebt, atau sama sekali tidak dapat diselamatkan, menimbulkan korban jiwa dan pencemaran lingkungan berat,” papar Tatang.

Terkait masih minimnya respons pihak-pihak terkait terhadap rekomendasi kecelakaan yang dikeluarkan KNKT, Tatang mengungkapkan, diperlukan sebuah lembaga khusus pemantau rekomendasi kecelakaan yang sedianya dioperatori Kementrian Perhubungan sebagai regulator operasional transportasi nasional tertinggi.

”Khusus untuk udara, ICAO sudah merekomendasikan pembentukan lembaga monitoring ini.. Targetnya, paling lambat Maret 2010 sudah dibentuk,” katanya.

Jumlah SDM Investigator Minim

Pada jumpa pers tersebut, Tatang juga mengungkapkan masih minimnya SDM investigator KNKT. Disebutkan, saat ini KNKT baru memiliki sebanyak 53 orang, terdiri dari 29 investigator udara, 14 investigator kereta api, delapan investigator moda laut, dan dua investigator moda jalan raya. Selain investigator, jumlah SDM kita di sekretariat KNKT juga masih belum mencukupi.

Minimnya jumlah SDM tersebut, menurut Tatang, cukup memengaruhi kinerja KNKT yang memiliki tugas inti menghasilkan laporan-laporan berdasarkan hasil investigasi yang dilakukann. Dikatakannya, karena itulah, dari seluruh investigasi yang dilakukan sejak 2007, KNKT hingga saat ini baru bisa menyelesaikan sekitar 75 persen laporan sesuai tenggat waktu maksimal, yaitu 12 bulan.

 ”Meski masih ada yang belum selesai pada tahun 2007 dan 2008, saat ini kita prioritaskan dulu untuk menyelesaikan laporan 2009. Karena untuk laporan yang belum selesai dan sudah lewat tenggat waktu, bisa kita ajukan sebagai interim report. Yang paling menguras tenaga itu membuat laporan kecelakaan udara. Karena harus dibuat dalam dua bahasa, Indonesia dan bahasa Inggris baku, dan kita agak kesulitan untuk itu,” ujarnya.

Untuk menutupi kekurangan tenaga investigator tersebut, KNKT sering dibantu oleh personel yang telah memiliki sertifikat dan dan pengetahuan khusus di bidang kecelakaan dari berbagai institusi. Posisi para investigator itu sampai saat ini masih sebagai relawan, meski beberapa di antaranya ada yang berasal dari Direktorat Jenderal Kementrian Perhubungan moda terkait. ”

Karena itu, program pada 2009 kemarin, kita fokuskan pada pembinaan dan pendidikan untuk meningkatkan kemampuan investigasi, baik di dalam maupun di luar negeri. Ini untuk modal menyongsong independensi organisasi KNKT ke depan,” ujarnya.

Tatang menambahkan, terkait pengembangan kemampuan SDM tersebut, KNKT belakangan juga intens melakukan kerja sama dengan lembaga serupa di sejumlah negara. Antara lain komite keselamatan transportasi Australia (ATSB), dan Jepang (JTSB), dengan prioritas kerja sama di bidang pendidikan investigator. ”

Di luar SDM, kita juga lakukan pengembangan-pengembangan pada infrastuktur. Salah satunya adalah mengoperasikan laboratorium black box yang diresmikan pada 17 Agustus 2009 lalu. Dengan adanya laboratorium ini, sekarang kita bisa membuka dan menganalisa data kecelakaan penerbangan sendiri, tidak lagi harus meminta bantuan negara tetangga,” tandasnya.

Menutup pemaparannya, Tatang meminta seluruh elemen negeri ini untuk bersama-sama mendukung kinerja KNKT dalam mengupayakan peningkatan keselamatan transportasi. ”Karena keberhasilan yang bisa kita ciptakan, efeknya bukan untuk mengharumkan nama KNKT, tetapi nama bangsa ini di mata dunia. Mari-sama sama kita besarkan Indonesia dengan terus menjaga dan mengembangkan keselamatan transportasi,” pungkasnya. (DIP)