(Jakarta, 6/6/2011) Sejauh ini sebenarnya ada banyak organisasi yang telah dibentuk dalam kaitan mengamankan perairan Somalia, seperti The European Union Naval Force (EU NAVFOR), Combined Maritime Forces (CMF), Maritime Liaison Office (MARLO), Maritime Security Centre Horn of Africa (MSCHOA), Operation Ocean Shield NATO, NATO Shipping Centre (NSC) dan UK Maritime Trade Operations (UKMTO). Namun tindakan yang diambil organisasi-organisasi tersebut masih diambil secara terpisah dan belum terorganisir secara penuh.

“Untuk itu perlu dilakukan tindakan bersama dalam mengatasi pembajakan tersebut,” tegas Menhub ketika membuka Workshop National Conference on The Implementation of Best Management Practices to Deter Piracy of the Cost of Somalia and in The Arabian Sea (BMP3) yang diselenggarakan oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Perhubungan Kementerian Perhubungan di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin 6 Juni 2011.

Menhub juga menegaskan bahwa mandat dari badan keamanan PBB (United Nation Security Council) melalui resolusi nomor 1814/2008, 1816/2088 dan 1838/2008, menyatakan bahwa semua negara anggota harus melawan pembajak-pembajak Somalia, dalam rangka mengamankan jalur perdagangan serta mengamankan pelaut-pelaut yang bekerja di kapal tersebut. “Perlu dilakukan tindakan tegas terhadap pembajak-pembajak tersebut,” ujar Menteri Perhubungan Freddy Numberi.

Sebagai salah satu langkah untuk menangani perompakan tersebut Kementerian Perhubungan menyelenggarakan Workshop National Conference on The Implementation of Best Management Practices to Deter Piracy of the Cost of Somalia and in The Arabian Sea (BMP3).  Dalam workshop yang diantaranya diikuti oleh para pengusaha pelayaran dan asosiasi pelaut ini diperkenalkan Praktik Manajemen Industri Terbaik (Best Management Practice), mencakup upaya-upaya membantu kapal menghindari, mencegah atau memperlambat serangan bajak laut di lepas Pantai Somalia, termasuk Teluk Aden dan wilayah laut Arab. Penyusunan Best Practice ini berdasarkan pengalaman yang didukung data dari Angkatan Laut menjadi rekomendasi bagi para awak kapal maupun manajemen perusahaan pelayaran yang diharapkan akan memberikan perbedaan yang signifikan dalam mencegah kapal menjadi korban pembajakan.

Melalui konferensi ini, Menhub mengharapkan pula timbul saran dan masukan bagaimana Indonesia harus bertindak, apa yang harus diperbuat Indonesia bersama dengan Sekretaris Jenderal IMO untuk langkah-langkah ke depan secara bersama, serta tumbuhnya kesadaran untuk anti pembajakan dan pelanggaran hukum di semua tingkat pelatihan dari tingkat dasar hingga tingkat mahir khususnya dari pelaut Indonesia.

Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Perhubungan Bobby Mamahit mengatakan kegiatan konferensi ini sudah direncanakan dan juga merupakan amanat dari IMO untuk disosialisasikan. “Kami tertantang bahwa hal ini harus disosialisasikan ke seluruh stakeholder. Walaupun saat ini baru berkonsentrasi di sekolah-sekolah kami, yang memang direncanakan untuk segera bisa dimengerti oleh seluruh peserta anak didik dari sejak dini, hingga dapat dipraktikkan pada saat mereka berlayar,” jelas Bobby.
 
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Indonesian National Shipowners Association (INSA) Johnson W. Sujipto mengatakan pembajakan kapal laut kurang mendapatkan liputan media, dibandingkan misalnya pembajakan pesawat terbang. “Cuma satu di Indonesia yang mendapatkan liputan media yaitu pembajakan sinar kudus,” katanya.

Menurut Johnson, saat ini para pembajak tersebut bukan hanya sekedar membajak kapal, tapi sudah menjelma menjadi pembunuh dan penyandera. “Data menunjukkan hampir setiap hari ada penyerangan. Tahun 2010 ada 392 penyerangan dan 53 yang berhasil di bajak. Tahun 2010, ada  1.180 pelaut yang disandera, dan 8 yang dibunuh,” ujar Johnson. Serta kerugian yang harus ditanggung oleh dunia Internasional akibat pembajakan ini mencapai USD 8-12 Miliar.

Ditambahkan Johnson, yang menjadi pokok dari isu pembajakan ini bukanlah kerugian dari sisi finansial. Namun yang paling penting adalah sisi kemanusiaannya atau human life. Karena para pembajak ini mengambil uang bukan dari muatan kapal yang dibajaknya, melainkan dari uang tebusan hasil  menyandera para pelaut. Saat ini dunia sudah kekurangan pelaut dan nantinya tidak ada pelaut yang mau melayari daerah itu lagi. “Karena jika pelaut disandera, mereka bisa sangat terpukul dari sisi psikologis,” katanya lagi.

Kegiatan Konferensi BMP3 akan berlangsung dari tanggal 6-7 Juni 2011. Konferensi ini akan mempromosikan Versi 3 dari Manajemen Praktis Terbaik untuk menanggulangi pembajakan yang dikeluarkan oleh Organisasi Maritim International (IMO). Di dalam Versi 3 dari Manajemen Praktek Terbaik untuk melawan Pembajakan diatur tentang materi-materi antara lain Perencanaan Perusahaan, Perencanaan Nahkoda, Perencanaan Pelayaran, Langkah-Langkah Melindungi Diri, Kesiapan melawan pembajak jika sudah dekat, Jika Pembajak Naik Ke Kapal, Kesiapan Jika Terjadi Aksi Militer serta Pelaporan Kejadian. (HH)