Kota Bima merupakan salah satu daerah otonom yang terletak di Pulau Sumbawa bagian timur, provinsi Nusa Tenggara Barat. Topografis wilayah Kota Bima sebagian besar adalah dataran tinggi bertekstur pegunungan dan sisanya adalah daratan. Secara umum kondisi tanah di Kota Bima didominasi oleh gunung batu. Hal ini menyebabkan rata-rata masyarakatnya bertani dengan menanam jagung dan tanaman keras lainnya. Selain pertanian, Kota Bima juga menghasilkan hewan ternak yang melimpah.

Oleh karena itu, pulau yang ditempuh selama kurang lebih 1 jam menggunakan pesawat jenis ATR dari Denpasar ini tengah melakukan pembenahan terutama di bidang pelabuhan. Salah satu tujuannya yakni agar semakin banyak kapal yang berlabuh dan bersandar untuk mengangkut hasil ternak dan tani dari tanah Dana Mbojo ini.

September 2017 menjadi sejarah awal pengambilalihan operasional antara Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi kepada PT Pelindo III atas Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas IV Bima. Saat itu, pembangunan tambahan dermaga rencananya dimulai pada 2018. Dermaga yang mendapatkan tambahan panjang yakni dermaga Nusantara untuk bersandar kapal 5.000 dead weight ton (DWT), saat ini panjangnya 50 meter dan ditambah menjadi 150 meter.

Namun, hingga memasuki tahun 2019 rencana perpanjangan dermaga tersebut belum terlaksana. KSOP Bima sendiri sudah dibangun sejak tahun 2011 dan rampung pada 2015 menggunakan dana APBN sebesar Rp 127 miliar. Sementara itu, sebelum adanya kerja sama alih operasi antara Kemenhub dan Pelindo III, pelabuhan ini dikelola bersama oleh Kemenhub melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut bersama PT Pelindo III.

Komoditas Unggulan Bima

Bima menjadi salah satu wilayah di NTB yang kaya akan hasil komoditas pertanian dan peternakan, seperti jagung, bawang merah dan sapi. Komoditas tersebut semakin melimpah ketika tanaman jagung dan bawang merah sedang memasuki musim panen dan menjelang Hari Raya Idul Adha.

Potensi sumber daya alam tersebut menjadikan Bima seringkali mengekspor hasil buminya ke beberapa wilayah di Indonesia. Menurut Hermansah selaku Pelaksana Harian Kepala KSOP Bima, hasil pertanian yang biasanya diekspor yakni jagung saat masa panen bulan April – September dan bawang merah setiap dua bulan sekali. Selain itu, setelah masa idul fitri berakhir permintaan ekspor sapi juga meningkat.

“Hasil bumi seperti jagung biasanya diekspor ke wilayah Jawa, Sulawesi dan Papua menggunakan kapal tol laut yang dikelola oleh PT Pelni. Sementara untuk sapi, setiap bulan terkirim 1.500 ekor dengan pengiriman paling banyak ke Surabaya, Kalimantan dan Sulawesi dan meningkat sekitar 6.000 hingga 7.000 hewan menjelang Hari Raya Idul Adha,” papar Hermansah saat ditemui Tim Redaksi Website www.dephub.go.id di kantor KSOP Bima pada Kamis (10/10).

Keberadaan kapal khusus tol laut yang melalui Bima telah menggairahkan kehidupan ekonomi warga sebab selain harga komoditas semakin terjangkau, warga juga dapat menjual hasil produksinya. Selain itu, waktu yang diperlukan untuk menempuh perjalanan dari Bima menuju Jakarta hanya ditempuh dalam waktu tiga hari dari sebelumnya bisa memakan waktu hingga berminggu-minggu.

Adapun saat ini, tantangan yang dihadapi oleh KSOP Bima adalah dermaga yang kurang memadai untuk menampung kapal-kapal yang berlabuh. Rencana perpanjangan dermaga yang tak kunjung terealisasi tersebut menjadi kurang efektif digunakan, terutama saat musim panen dan musim kurban tiba.

“Sekitar bulan April – September merupakan waktu yang padat bagi lalu lintas di Pelabuhan Bima karena harus mengatur banyaknya kapal yang berlabuh untuk mengangkut hasil panen. Sedangkan dermaga yang ada sangat terbatas. Pada bulan-bulan tersebut panen jagung tengah melimpah dan hasilnya diekspor ke beberapa wilayah seperti Jawa, Kalimantan, Sulawesi hingga Papua,” ungkap Hermansah.

Selain keterbatasan dermaga, ketersediaan air bersih untuk awak dan penumpang kapal juga dirasa sangat minim sekali. Padahal kebutuhan akan air bersih menjadi hal utama untuk menunjang aktivitas di kapal. (SR/HG/BW)