Pekan-pekan ini, isu pembangunan mass rapid transit (MRT) akan kembali menghangat. Itu karena pemenang tender proyek MRT rute Lebak Bulus hingga Bundaran HI bakal diumumkan PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta pada akhir Oktober ini.
Terlepas dari siapa yang menang tender, MRT perlu lebih disosialisasikan, apalagi kota-kota besar lainnya di Tanah Air juga berencana mengoperasikan MRT, seperti Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta. Tak tertutup kemungkinan pula kota-kota lainnya di Indonesia merencanakan hal serupa.
Di Bandung, pembangunan proyek MRT direncanakan dimulai pada akhir 2013. Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung sudah meneken nota kesepahaman (MoU) prastudi kelayakan (pre-feasibility study) dengan Panghegar Group dan China National Machinery Import & Export Corporation (CMC). Nilai investasi proyek MRT Bandung diperkirakan sekitar Rp 4 triliun. Proyek tersebut akan dibangun sepanjang 12 km dari utara hingga selatan Kota Bandung.
Pemprov Yogyakarta juga berencana membangun dan mengoperasikan MRT, di mana Panghegar Group disebut-sebut juga meminati proyek tersebut. Panghegar Group konon sudah mendapatkan surat izin prinsipal untuk melakukan pra dan studi kelayakan selama dua tahun ke depan. Proyek MRT akan melingkari Kota Yogyakarta dan terhubung ke wilayah Prambanan.
Adapun proyek pembangunan MRT di Surabaya disebut-sebut bakal dibuka tender pembangunannya pada 2013. Konon, proyek MRT di Surabaya akan mendapat dana awal Rp 30 miliar yang diambil dari APBN. Investor yang meminati proyek tersebut di antaranya dari Tiongkok, Perancis, dan Korea Selatan. Berdasakan informasi yang beredar, proyek MRT di Surabaya bakal dibangun mulai dari Stasiun Gubeng hingga Bandara Juanda di Waru, Sidoarjo.
Perlu dijelaskan posisi Kemenhub dalam pembangunan proyek-proyek MRT, baik di Jakarta maupun kota-kota lainnya. Apa hak, wewenang, peran, dan kewajiban Kemenhub dalam proyek MRT? Informasi ini perlu disampaikan agar tidak terjadi ketimpangan informasi mengenai proyek infrastruktur yang ditangani Kemenhub dengan proyek infrastruktur yang ditangani Kementerian PU, pemda, dan pihak terkait lainnya. Informasi mengenai pembangunan MRT dan dampak positif pengoperasian MRT ini perlu secara aktif disampaikan kepada masyarakat.
Selain itu, perlu pula disoroti hal-hal yang mesti diperhatikan dalam membangun dan mengoperasikan MRT agar tidak menimbulkan dampak negatif. Misalnya dari sisi tata ruang, MRT justru akan menimbulkan kesemrawutan atau membuat kesemrawutan semakin menjadi-jadi jika tidak memperhatikan tata ruang kota. Untuk itu, perlu ditegaskan bahwa MRT hanya bisa dibangun jika sebuah kota sudah memiliki tata ruang yang bagus dan ideal.
Selanjutnya, proyek MRT ini juga perlu disoroti dari sisi lingkungan. Faktor lingkungan mutlak harus diperhatikan dalam membangun dan mengoperasikan MRT. Jika tidak, alih-alih menciptakan kemaslahatan, MRT justru akan mendatangkan bencana. Proyek MRT yang dibangun menyalahi kawasan resapan air, daerah aliran sungai (DAS), sempadan sungai, jaringan irigasi, dan kawasan hijau, misalnya, bakal menimbulkan banjir di permukiman, kekeringan lahan pertanian, menyusutnya air tanah, dll.
Perkembangan rencana pembangunan MRT di kota-kota besar di Tanah Air harus perlu selalu diupdate apakah semuanya akan terealisasi sesuai target dan bagaimana progres-nya.
Perlu diinformasikan upaya Kemenhub agar rencana pembangunan dan pengoperasian MRT di kota-kota besar terealisasi. Selain itu perlu pula diinformasikan kendala-kendala yang kemungkinan bakal dihadapi pemda dalam merealisasikan proyek MRT.
Isu ini dapat pula dikaitkan dengan keputusan pemerintah menyerahkan pelaksanaan pembangunan proyek MRT Cikarang-Balaraja yang merupakan satu dari tiga proyek flagship pada program Metropolitan Priority Area (MPA) Jabodetabek yang diserahkan kepada Kemenhub. Dua proyek lainnya adalah pengembangan pelabuhan baru berskala internasional di Cilamaya dan perluasan Bandara Soekarno-Hatta. Proyek tersebut akan dibiayai Jepang melalui Japan's Official Development Assistance (ODA) dan bantuan asing dalam 10 tahun ke depan.
Selanjutnya, perlu penjelasan lebih detail tentang skema pembiayaan dan tahapan pelaksanaan proyek MRT Cikarang-Balaraja. Misalnya, berapa persen Japan's Official Development Assistance (ODA) akan membiayai proyek tersebut? Apakah ada swasta yang dilibatkan? Siapa mereka? Apakah sepenuhnya asing atau ada juga swasta lokal? Bagaimana porsi mereka terhadap proyek tersebut? Bagaimana pula peran ODA dalam proyek-proyek tersebut?
Selain itu, perlu pula diungkapkan sejauh mana kewenangan Kemenhub dalam proyek MRT Cikarang-Balaraja? Apa saja tugas dan tanggungjawab Kemenhub? (JAB)