(Jakarta, 11/03/10) Penyusunan Undang-Undang No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian, serta seluruh regulasi dalam bentuk peraturan pemerintah yang menjadi turunan UU tersebut, telah melalui proses yang benar dengan melibatkan semua pihak terkait termasuk PT Kereta Api. Pernyataan tersebut ditegaskan Direktur Jenderal Perkeretaapian, Tundjung Inderawan sebagai jawaban atas tuntutan Serikat Pekerja PT Kereta Api (SPKA), yang meminta pemerintah mengembalikan penyelenggaraan prasarana kereta api kepada perusahaan, serta merevisi PP Nomor 56 dan 72 yang dianggap bertentangan dengan UU 23/2007.

”Dalam menyusun regulasi, semua pihak pasti dilibatkan. PP adalah amanat UU, jadi tidak mungkin bertentangan. Jadi, menurut saya, semua yang tertuang dalam kedua PP tersebut sudah tidak ada masalah yang perlu diperdebatkan lagi,” ujar Tundjung, Kamis (11/3). Tundjung memaparkan, penyusunan UU 23/2007 serta PP 56 dan PP 72 telah melalui proses yang benar dengan melibatkan semua pihak terkait, termasuk PT KA. Dijelaskannya, saat agenda pembahasan materi rancangan UU 23/2007 dengan DPR dilakukan, PT KA juga ikut dilibatkan. Demikian juga saat membahas kedua RPP di Kementerian Hukum dan HAM, saat sinkronisasi dan harmonisasi, perwakilan PT KA juga hadir dalam agenda tersebut. ”Jadi, apalagi yang masih harus diperdebatkan? Toh semua itu sudah dilakukan saat semua regulasi masih menjadi rancangan,” pungkasnya.

Serikat Pekerja PT Kereta Api mendesak pemerintah mengembalikan penyelenggaraan prasarana kereta api ke perusahaan. Ketua Umum Serikat Pekerja PT Kereta Api Sri Nugroho mengatakan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian menyebutkan penyelenggaraan prasarana kereta api, termasuk pengadaan barang, dilakukan oleh badan usaha. "Badan usaha yang sudah ada saat ini PT Kereta Api," katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (11/3). Tapi selama ini, katanya, yang melaksanakan Direktorat Jenderal Perkeretaapian.

Ia juga menuding Peraturan Pemerintah Nomor 56 dan 72 bertentangan dengan Undang-undang Perkeretaapian. Peraturan itu menyebutkan pengelolaan prasarana dilakukan oleh pemerintah. Padahal kedua peraturan itu merupakan turunan Undang-undang. Untuk itu Sri meminta kedua peraturan itu segera direvisi.  (DIP)