Persoalan seputar penerapan kebijakan jalan berbayar (electronic road pricing/ERP) menuai sentimen negatif. Tone negatif muncul sejalan dengan keluarnya desakan Pemprov DKI Jakarta agar Kemenhub menyelesaikan peraturan pemerintah (PP) tentang manajemen dan rekayasa lalu lintas sebagai landasan penerapan sistem jalan berbayar atau ERP.

Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menyatakan sampai saat ini pihaknya masih menunggu Kemenhub menyelesaikan payung hukum ERP guna memudahkan Pemprov DKI mematangkan konsep jalan berbayar dalam bentuk Raperda.

Pernyataan ini muncul meskipun sebelumnya sejumlah spokesperson Kemenhub telah mengeluarkan pernyataan soal perkembangan pembahasan PP tersebut yang telah memasuki tahap akhir termasuk target penyelesaiannya pada awal tahun depan. Banyaknya tekanan terhadap Pemprov DKI Jakarta untuk segera mengatasi masalah kemacetan di ibukota yang semakin parah dengan salah satunya mengimplementasikan penerapan ERP menjadi alasan munculnya desakan tersebut.

Mencermati dinamika isu yang berkembang, sejauh ini respon yang diberikan Kemenhub terkait perkembangan pembahasan rancangan peraturan pemerintah tersebut dan koordinasi yang sedang berjalan dirasa sudah cukup. Menyikapi situasi ini sebaiknya dihindari untuk memberikan respon yang reaktif karena hanya akan memperburuk keadaan dan menunjukkan lemahnya koordinasi antar instansi. Di sisi lain polemik antara pemerintah pusat dengan daerah atau dengan kementerian lain akan memberi efek negatif terhadap pemerintah secara keseluruhan. Model komunikasi yang cenderung defensif dan cenderung menuding pihak lain hendaknya dihindari.

Sehingga ke depan tanggapan hendaknya diberikan sejauh sudah ada perkembangan hasil yang cukup signifikan dan positif. Dan yang tak kalah penting koordinasi antar instansi terkait sebaiknya selalu menjadi prioritas dalam menyikapi kebijakan yang bersifat lintas sektoral.

Dari lima media yang melansir isu ini, tiga diantaranya tercatat mengutip pernyataan Fauzi Bowo. Sehingga sentimen negatif yang dihasilkan tidak hanya berasal dari opinion leader, namun juga menjadi sentimen media. Berbeda dengan ketiga media tersebut, harian Kontan mengangkat isu ini dengan menggunakan sudut pandang yang berbeda, yakni berangkat dari sisi regulator, sehingga tone yang dihasilkan positif. Sementara itu Seputar Indonesia cenderung bersikap netral. (JAB)