JAKARTA – Komitmen dari semua pihak yang terkait dengan penyelenggaraanElectronic Road Pricing(ERP) di Jakarta sangat dibutuhkan untuk dapat mencapai tujuannya untuk mengurangi kemacetan di Jakarta. Demikian disampaikan Kepala Badan Litbang Elly Sinaga ketika membuka acaraFocus Discussion Group (FGD) dengan tema “Singapore Experience in Gaining Public Acceptance of ERP” di Ruang Rapat Badan Litbang, Kamis (9/4).

Elly menjelaskan dengan regulasi, penegakan hukum, dan dengan organisasi baru yang khusus menangani transportasi di Jabodetabek yang akan dibentuk oleh Presiden akan melancarkan pelaksanaan ERP di Jakarta.

“Ketika sistem ERP mulai dijalankan, yang penting adalah penegakan hukumnya. Kita harus mulai melakukan penegakan hukum secara elektronik dan sekarang kita masih belum mempunyai sistem seperti itu,” jelas Elly.

Sementara itu, Kepala Unit Pengelola (UP) ERP DKI Jakarta, Leo Armstrong menyatakan kesulitannyauntuk mengimplementasikan ERP di Jakarta.

“Faktor utamanya adalah kita tidak mempunyai visi yang sama. Kadang-kadang regulasi yang ditetapkan pemerintah pusat tidak dapat diimplementasikan di pemerintah daerah,” tegas Leo.

Misalnya dalam hal pembiayaan, Leo menambahkan. Di Indonesia terdapat 2 jenis yaitu pajak dan retribusi. Di Indonesia, retribusi tidak bisa berubah dari waktu ke waktu. Tidak seperti di Singapura yang ketika di jam sibuk, masyarakat yang melewati kawasan ERP dikenai biaya yang paling tinggi. “Tapi berdasarkan regulasi kami, retribusi tidak bisa seperti itu. Retribusi harus sama jumlahnya sehingga kami kesulitan menyusun tarif yangvariatif seperti Singapura,” jelas Leo.

Leo menambahkan sekarang pihaknya sedangmelakukan perubahandengan membuat regulasinyaseperti Badan Layanan Umum Daerah sehingga tarifnya dapat lebih variatif tapi dibutuhkanundang-undang untuk mengimplementasikannya.

CEO dari Land Transport Authority (LTA) Singapura, Vera Jin Xinyang menjadi pembicara pada FGD tersebut menyatakan transportasi publik Singapura adalah sebuah perjalanan panjang. “Transportasi publik di Singapura yang dulu itu tidak seperti sekarang tapi kami menyadari pentingnya transportasi publik itu lebih awal,” jelas Vera. Menurut Vera, transportasi publik yang utama itu adalah MRT dan semua informasi mengenai transportasi publik itu harus selalu diinformasikan kepada masyarakat melalui media televisi, radio, surat kabar, brosur, poster, dan sosial media.

Singapura Memulai ERP Sejak 1975

Sementara itu,pembicara lainnya,Manager of Road Pricing System Design/Development LTA Singapura, Harun Halim menjelaskan, perjalanan sistem ERP di Singapura dimulai pada tahun 1975 yaitu dengan sistem Area Licensing Scheme(ALS) yang mengharuskan kendaraan pribadi, kendaraan perusahaan, dan taksi untuk membeli kupon ALS untuk memasuki kota Singapura di pagi hari dan para penegak hukum ditempatkan di pintu-pintu masuk ke kota Singapura. Sistem ALS terus berkembang dan akhirnya pada tahun 1998, sistem ERP mulai diberlakukan di Singapura.

Ia mengatakan, pihaknya harus membentuk pola pikir masyarakat terhadap ERP dengan cara mempublikasikan berbagai manfaat bagi masyarakat dengan penerapan ERP antara lain yaitu: lalu lintas yang lancar, jarak tempuh yang lebih cepat, peningkatan produktivitas, kualitas udara yang lebih baik, dan berkurangnya polusi suara.

“Yang lainnya adalah, dengan menjelaskan ERP sebagai sistem yang adil karena masyarakat membayar yang mereka pakai. Kita tanamkan juga kepada masyarakatbahwaERP bukan mekanisme pembayaran karena kemacetan, tapi mekanisme untuk memperlancar perjalanan masyarakat,” papar Harun.

Faktor-faktor yang membuat sistem ERP sukses di Singapura, menurut Harun, diantaranya adalahdengan melibatkan masyarakat secara terus menerus, memulai sistem darihal kecil dan terus melakukan pengembangan, meningkatkan pengalaman masyarakat dalam menggunakan sistem ERP yaitu yang mulanya cukup rumitdengan pembelian kupon untuk memasuki kota kemudian berubah menjadi nyaman dengan sistem elektronik.

“Faktor yang sangat penting lainnya adalah dengan selalu menyediakan banyak pilihan bagi masyarakat yaitu dengan menyediakan alternatif rute, waktu, dan moda transportasi publik lainnya,” jelas Harun.

Tugas LTA adalah untuk memastikan rute yang lain tidak macet karena masyarakat menghindari kawasan ERP. Menurut Harun, masyarakat pasti memilih melalui rute ERP tersebut karena rute tersebut yang paling cepat.

Pada FGD tersebut, pembicara lainnya adalah Alan Quek (Senior Manager, Intelligent Transport Info Management LTA) dan dihadiri oleh jajaran Badan Litbang Perhubungan, Ditjen Perhubungan Darat, Dinas Perhubungan, Bappenas, dan stakeholder lainnya. (RY)