(Jakarta, 31/3/2010) Penerapan azas cabotage telah berhasil memberikan hasil yang signifikan dalam pemberdayaan industri pelayaran nasional sesuai dengan amanat Inpres No. 5 tahun 2005 yang diperkuat dengan UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Demikian diungkapkan Menteri Perhubungan Freddy Numberi pada pembukaan acara Workshop Indonesian Cabotage Advocation Forum 2010 (INCAFO) yang diwakili oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Sunaryo di Hotel Nikko Jakarta, Rabu (31/3).

Hasil tersebut ditunjukkan dengan telah diselesaikannya beberapa regulasi yang sesuai dengan pelaksanaan Inpres No. 5 Tahun 2005 diantaranya adalah Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2005 tanggal 8 Juli 2005 tentang pengesahan International Convention on Maritime Liens and Mortgages, 1993, 7 Peraturan Menteri Perhubungan, 2 Peraturan Bersama Menteri Perhubungan, dan Menteri Perdagangan, 1 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; dan 1 Peraturan Menteri Perindustrian. Menhub menerangkan masih ada regulasi yang masih dalam tahap penetapan yaitu ratifikasi Konvensi Internasional tentang Penahanan Kapal (Arrest of Ship). “Regulasi tersebut akan lebih memberikan kepastian hukum kepada lembaga pembiayaan/kreditur untuk memberikan pinjaman untuk pengembangan armada niaga nasional,” jelas Menhub.

Untuk jumlah armada dan kapasitas armada niaga nasional setelah pelaksanaan Inpres No. 5 Tahun 2005, Menhub menyatakan, telah terjadi peningkatan sebesar 110,8% yaitu dari 6.041 kapal dengan tonase 5,67 juta GT (pada 31 Maret 2005) menjadi 9.309 kapal (pada Maret 2010).  Sedangkan untuk pangsa muatan armada nasional, secara umum semua 13 komoditi telah berhasil diangkut oleh kapal-kapal berbendera Indonesia. Menhub juga menyatakan bahwa telah terjadi peningkatan pangsa muatan armada niaga nasional untuk angkutan laut dalam negeri dari 55,5% (tahun 2005) menjadi 90,2% (tahun 2009) dan untuk angkutan laut luar negeri dari 5% (tahun 2005) menjadi 9% (tahun 2009).

Sedangkan untuk beberapa kapal pengangkut minyak dan gas bumi yang dioperasikan oleh PT. Pertamina (Persero),  saat ini masih dalam proses pergantian bendera menjadi bendera Indonesia. “Diharapkan kapal offshore (antara lain seismic vessel, drilling pipe/cable laying ship, dan jack up rig, dll) yang saat ini masih dalam proses pengalihan dalam waktu dekat dapat selesai prosesnya,”paparnya.

Dalam hal pemberian kredit lembaga perbankan dan lembaga pembiayaan lainnya untuk pengembangan armada niaga nasional, Menhub menerangkan terjadi peningkatan yang signifikan tetapi menurutnya peningkatan tersebut masih relatif kecil dibandingkan total pendanaan yang dibutuhkan dengan tingkat suku bunga, own equity, dan collateral yang relatif masih tinggi.

Selain itu, karena azas cabotage dalam penerapannya mewajibkan setiap kapal niaga berbendara Indonesia untuk mengangkut muatan angkutan laut dalam negeri, otomatis hal tersebut meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan juga menghemat penggunaan devisa negara karena berkurangnya penggunaan kapal asing dalam pengangkutan muatan dalam negeri dan meningkatnya peran perusahaan pelayaran nasional serta industri perkapalan dalam pengangkutan muatan ekspor/impor.

Dengan semua keberhasilan tersebut, Menhub menyatakan bahwa terjadi peningkatan pemberdayaan industri pelayaran nasional. “Secara umum dapat dikatakan bahwa industri pelayaran nasional sedang menuju dan diharapkan dalam waktu dekat dapat mandiri dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri serta mampu mendukung kedaulatan negara dan perwujudan Wawasan Nusantara,” Menhub menyatakan harapannya pada workshop INCAFO ini.

Workshop yang digagas oleh Ikatan Alumni Fakultas Teknik Universitas Indonesia ini juga dihadiri oleh Menteri Perindustrian, M. S. Hidayat, perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, perwakilan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, perwakilan Kementerian Keuangan, perwakilan Bank Indonesia, pihak Pertamina, pihak BPMIGAS, dan pihak-pihak terkait lainnya. (BRD)