(Jakarta,2/3/2011) Rata-rata hampir setiap tiga tahun, pemerintah Indonesia mengembangkan kapasitan pendidikan pelaut, baik dalam bentuk pengembangan kelembagaan pendidikan pelayaran ataupun peningkatan penerimaan peserta diklat kepelautan. "Selain itu, juga terdapat peningkatan kapasitas daya tampung di hampir semua UPT diklat laut di lingkungan Badan Pengembangaan SDM Perhubungan, termasuk peningkatan penerimaan calon pelaut di beberapa SMK pelayaran dan akademi maritim berbadan hukum milik masyarakat," jelas Kepala Pusdiklat Laut BPSDM Kementerian Perhubungan Djoko Pramono saat membuka National Seminar-Workshop on Maritime Education and Training Improvement Assessment of Present Conditions and Evaluation of Curricular Conformity to STCW 95 di Hotel Borobudur, Rabu (2/3).

Upaya yang dilakukan Pemerintah ini tidak lepas dari kondisi dimana kebutuhan akan tenaga pelaut yang semakin tinggi baik nasional maupun internasional. Dapat dikatakan jumlah dan mutu pelaut yang mampu dihasilkan Indonesia dari tahun ke tahun ikut berpengaruh terhadap kelancaran penyelenggaraan transportasi laut. Mutu pelaut juga penting untuk keselamatan, keamanan, dan perlindungan lingkungan laut dari ancaman pencemaran serta dampak pengoperasian kapal laut terhadap global warming.

Djoko menambahkan, komunitas internasional seperti masyarakat Uni Eropa telah mengirimkan tim audit Emsa ke Indonesia yang kedua kalinya untuk mengaudit sampel mutu penyelenggaraan pendidikan pelayaran di Indonesia khususnya di STIP Marunda, BP3IP Jakarta, PIP Semarang, AKPELNI Semarang, dan PUDIKLAT Pertamina.

Dalam seminar ini,disampaikan hasil analisis tim konsultan METI project atas penilaian kondisi saat ini dan evaluasi pelaksanaan kurikulum pendidikan dan pelatihan ilmu pelayaran di Indonesia yaitu di BP3IP Jakarta, STIP Jakarta, PIP Makasar, BP2IP Barombong, PIP Semarang, dan BP2IP Surabaya.

Makoto Azuma, salah satu tim konsultan METI Project menyatakan kurikulum pendidikan di 6 lembaga pendidikan pelayaran tersebut sudah sesuai dengan STCW 95 dan amandemen 1997, 1998, 2003, 2004, 2005, dan 2006. "Kami juga melihat upaya yang terus menerus dari lembaga-lembaga tersebut untuk meningkatkan kompetensinya," jelas Azuma.

Sementara itu, terkait fasilitas di lembaga pendidikan pelayaran tersebut, A. G. Flor, salah satu tim konsultan METI Project lainnya menyatakan sudah tersedia cukup fasilitas pendukung pembelajaran tapi menurutnya, fasilitas tersebut belum dimaksimalkan penggunaannya. (RY)